Lucy and Tian

134 15 1
                                    

"Dingin masuk melalui celah benang. Ingatan melambung membawa kita pulang. "
-d
[ cloudyheart_ ]

"Lucy. Tidak!!! Bertahanlah Lucy!"
"Maafkan aku Tian. Aku mencintamu."
"Tidakkkkk!"
Doorrrrr!!!!

——————-

Aku terbangun. Dengan keringat dingin dan nafas terengah-engah. Mimpi itu lagi. Meski sudah berulangkali, mimpi itu masih terasa menyeramkan. Aku ingat kapan pertama kali semua ini berawal. 5 tahun yang lalu, saat aku berumur 15 tahun. Untuk pertama kalinya aku melihat lukisan mereka di atas menara perpustakaan ini. Lukisan sepasang pria dan wanita dengan judul "Lucy and Tian". Meski sudah kusam dan tidak jelas lagi, mereka tetap terkenal. Bisa dikatakan mereka adalah legenda. Penduduk kota ini tahu kisah cinta tragis Lucy dan Tian. Sepasang kekasih yang dibunuh karna saling mencintai berabad-abad tahun yang lalu. Walaupun tak ada yang tau siapa mereka sebenarnya. Aku mengurut pelipisku pelan. Sering bermimpi buruk ternyata cukup menguras tenaga ditambah tugas persentasi yang dikejar waktu. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Tidak terasa sudah 1 jam aku tertidur di perpustakaan ini. Aku beranjak membersihkan buku-bukuku dan pergi. Angin musim dingin mebelai kulitku ketika baru saja aku melangkah keluar. Aku merapatkan mantel dan syalku. Sepertinya akan ada badai. Bayangan akan segelas coklat hangat dan selimut tebal mepercepat gerak langkahku. Namun kakiku terhenti ketika melihat seseorang terkapar diantara tumpukan salju. Setengah berlari aku mendekatinya. Ya Tuhan, Apa pria ini sudah mati? Aku menyentuh tubuhnya yang kaku seperti es dan memeriksa denyut nadinya. Syukurlah dia masih hidup. Aku melihat sekitar. Tidak ada orang. Aku mengeluarkan teleponku, berniat memanggil ambulan. Namun, seseorang menarik tanganku. Membuat tubuhku jatuh menimpa sesuatu. Aku terkejut . Pria tadi memelukku. Astaga. Apakah ini sebuah jebakan. Kurang ajar!
"Aku merindukanmu, Luciana." Aku terkejut untuk kesekian kalinya. Suaranya terdengar lirih. Dan tubuhnya bergetar. Dia menangis. Aku mengangkat kepalaku dan mencoba melihat wajahnya. Matanya berwarna hazel. Mata yang sepertinya aku kenal. Bukan di dalam mimpi. Aku yakin sangat mengenalnya. Kemudia memori terasa berjalan di hadapanku. Aku mengingatnya. Butiran bening jatuh dari mataku. Salju semakin lebat. Malam semakin larut. Namun pelukan pria ini terasa semakin hangat.
"Aku juga merindukanmu. Sebastian."

————————
"Tian, apakah jika aku mati. Dikehidupan selanjutnya kau akan mencintaiku lagi?"

"Tentu saja."

"Meskipun aku terlahir sebagai adikmu kembali?"

"Ya Lucy, siapapun kau dikehidupan selanjutnya, aku akan tetap menemukan dan mencintaimu."

End.

..........

Maaf jika masih terdapat banyak typo:(
Please vote and comments 😘😘

Tea and coffe (Antologi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang