Behind the wall

109 19 4
                                    

"Malam jauh membawa sepi. Gelap menjelma menjadi mimpi. Kamu muncul di balik ruang hati. Aku berlari meraih yang telah mati."
-d
[ cloudyheart_ ]
.........................

Aku terbangun dengan basah kuyup. Keringat dingin jatuh melalui pelipisku. Suara nafasku sampai menggema ke seluruh ruangan.

"Mimpi buruk lagi?" Dia bertanya dengan setengah berbisik. Aku bergegas meraba dinding. Dia kembali.

"Gen? Kamu kah itu?"

"Iyaa Hima, ini aku."

"Gen..." Ucapku lirih. Sudah berapa hari aku tak mendengar suaranya.

"Tenanglah Hima, aku di sini."
Aku mengusap dinding ruangan. Air mataku jatuh secara diam-diam.

"Kamu menangis?"

"Tidak." Aku menghapus airmataku dengan cepat. Namun ia jatuh kembali tanpa bisa ku cegah.

"Aku tahu kamu berbohong." Kali ini aku malah terisak.

"Sttt, Hima. Mereka bisa mendengarmu." Suara Gen terlihat panik. Bisikannya sedikit melengking. Aku langsung menutup mulutku menggunakan tangan. Menahan isakanku. Hal ini membuatku teringat saat pertamakali mendengar suara Gen. Sebulan yang lalu, hari pertama aku terkurung di ruangan yang pengap ini. Aku menangis seharian. Dan tiba-tiba suara Gen seolah menenangkanku.

"Lebih dekatlah ke arah dinding Hima. Aku bersamamu." Aku mengikuti perintahnya. Aku menyandarkan punggungku ke dinding. Rasanya hangat.

"Sudah tenang sekarang?"

"Hmm." Jawabku sambil menghapus airmataku lagi.

Lama kami terdiam.

"Apa kita akan baik-baik saja Gen?" Tanyaku tiba-tiba.

"Tentu saja, Besok semua akan baik-baik saja. Tenang lah. Sekarang, Pejamkan matamu lagi." Aku berbaring kembali. Menempelkan tubuhku ke dinding. Kemudian memejamkan mata lagi.

"Selamat malam Gen." bisikku pelan.

******
Suara bising. Teriakan anak-anak. Suara sirine dan langkah kaki. Aku terbangun ketika seseorang mendobrak pintuku. Kemudian semakin terkejut ketika seseorang membopongku.

Aku mencoba memberontak ketika pria itu membawaku.
"Tenanglah. Kamu sudah aman sekarang."

Kami selamat. Aku mendengar anak-anak lain juga ikut keluar bersamaku. Aku menangis. Gen, bagaimana dengannya. Belum sempat aku menanyakannya. Pria itu sudah menggendongku naik ke dalam ambulance. Banyak suara anak-anak di sana. Aku berteriak memanggil nama Gen. Mencari suaranya.

"Gen. Kamu dimana?"

"Gen siapa?" Tanya seorang wanita yang kutebak adalah suster.

"Anak lelaki di sebelah ruanganku."

"Apa kau Hima?" Tanya seorang anak lelaki di sampingku. Aku mengangguk. Aku mendengarkan suara anak lelaki itu dengan seksama. Namun anak lelaki itu malah menangis.

"Maafkan aku, Gen sudah meninggal beberapa hari yang lalu." Ucap anak lelaki itu.

"Jangan berbohong." Teriakku.

"Tidak. Aku berkata sebenarnya. Seharusnya aku yang dibawa para penculik itu. Tapi dia menggantikanku."

Aku membeku. Lalu siapa yang menenangkanku malam tadi. Aku yakin itu suara Gen. Airmataku terasa semu. Tidak jatuh melalui mataku tapi membuat luka di balik dadaku.
End.

..........

Maaf jika masih terdapat banyak typo:(
Please vote and comments 😘😘

Terimakasih untuk para pembaca yang rela menanti. Semoga menerima ini sepenuh hati. Love, D.

Tea and coffe (Antologi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang