A Smile

45 8 2
                                    

"Merindukan hal yang menjadi penyesalan. Mencoba melangkah tapi tak tahu tujuan. Ini adalah sebuah keterpurukan. Pembalasan untuk sebuah keputusan."
-d
[ cloudyheart_ ]
................

Aku masih ingat bagaimana rasanya hari itu.
Lembab. Sunyi. Dan terasa dingin. Aku seolah mati tapi tidak mati. Airmataku jatuh tanpa suara dan tanpa kurasa. Kepergiannya seolah membawa aku ke dalam rasa hampa. Kadang pikiranku membawaku jauh ke tempat bahagia, saat kami masih bersama. Dia dan aku pernah saling menjaga. Tapi kini itu hanya sebuah rasa tanpa tuannya. Aku yang mengusirnya pergi. Jadi, bukan salahnya memilih mencari yang lebih baik lagi. Tapi mengapa hanya aku yang menanggung semua rasa sakit ini? Mungkin memang salahku. Restu dan ego menguasaiku. Usia kami jauh berbeda. Bagiku usia bukan hal penting, itu hanya sebuah angka. Tapi bagi orang tuaku perbedaan usia bagaikan neraka. Mereka malu jika memiliki menantu yang mungkin seumuran adiknya. Aku mengenggam tanganku sendiri. Ketika menatap punggungnya. Tangan yang tak mampu menahannya pergi. Dia pergi dengan perasaan kecewa. Dan aku tau dia menyembunyikannya. Tak ada yang bisa aku lakukan saat itu. Hanya menangis semalaman. Menyesal? sebenarnya tidak. Aku tak pernah mengharapkan kembali bersamanya. Hanya saja. Terkadang aku senang merindukannya. Memikirkan tentang apa yang akan dilakukannya. Apa yang dimakannya. Dan bagaimana persaannya. Sedihkah, senangkah. Karna itu yang selalu ku tanya ketika bersama. Monoton memang. Tapi aku senang. Dulu aku selalu menceritakan apapun kepadanya. Kecuali tentang pandangan orang tuaku terhadapnya. Waktu itu aku hanya takut kehilangannya. Tentu saja karna aku sangat mencintainya. Sampai akhirnya aku terlalu lelah dengan sikapnya. Mungkin karna usia kami yang jauh berbeda. Membuat dunia kami ikut berbeda. Aku yang terlalu penuntut dan dia yang tak bisa menurut. Jadilah kami sering bertengkar. Aku yang meminta untuk di perhatikan. Dan dia yang meminta untuk dimengerti. Aku tau dia cuek dan kurang menunjukkan rasa sayang. Tak pernah aku persoalkan. Hanya saja yang kadang membuat aku geram. Tak jarang ia tak memberi kabar. Membuat aku menjadi khawatir. Aku marah. Dan dia ikut marah. Dia bilang aku selalu membuat besar persoalan dan kekanak-kanakan. Dan aku bilang dia tak peka dan juga tak sabaran, inginnya di mengerti tapi tak pernah mengerti. Rasa lelah itu membuat aku diambang keputus asaan. Membuat aku lelah dan ingin menyerah dengan keadaan. Aku yang masih kekanakan memutuskan tali percintaan. Atas dasar keegoisan dan ketakutan. Aku takut ini hanya berujung sia-sia. Aku hanya memikirkan perjuanganku sendiri, aku merasa bahwa aku sudah cukup memperjuangkan dia di mata orang tuaku. Tanpa aku tahu bahwa dia juga sedang berjuang untuk membahagiakanku. Bekerja hingga lupa mengabariku. Namun, terlambat untuk mengetahui semua itu. Sekarang, aku sudah berada di rumahnya. Dengan janur kuning yang melengkung di depannya. Setelah 2 tahun berusaha menyembuhkan luka. Rasanya percuma. Semua itu karna senyum manisnya. Senyumnya yang hadir untuk kekasih barunya.

End.

..........

Maaf jika masih terdapat banyak typo:(
Please vote and comments 😘😘

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tea and coffe (Antologi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang