"Serius Bel lo nggak makan nih?" Tanya Nanda yang baru datang sambil membawa semangkuk mi ayam. Bela menggeleng, dia tidak suka makan sesuatu yang berair di pagi hari, lagipula tadi dia juga sudah sarapan di rumah.
Nanda mengangguk sambil meletakkan mangkuk mi ayamnya di atas meja kemudian duduk di kursi yang berhadapan dengan Bela. "surganya siswa itu pas perut laper eh nggak ada guru" ucap Nanda kemudian mulai mengaduk mi ayamnya hingga makanan itu mengeluarkan kepulan asap tipis.
"setuju! apalagi jam kosong karena guru fisika nggak masuk. Behh adem banget rasanya"
Nanda tertawa. "ngomong-ngomong pak guru kemana ya? Nggak biasanya dia nggak ngajar, secara kan dia guru paling rajin"
Bela mengedikkan bahu. "Bodoamatlah dia mau kemana, yang penting kita nggak belajar"
"Iya juga sih hehe"
"Nda gue mau nanya deh." Bisik Bela.
"Nanya apaan?" Nanda menatap Bela heran, untuk apa Bela bisik-bisik jika hanya sekedar bertanya padanya, sampe ngangkat bokong dari kursi segala.
Bela menengok ke kiri dan kanan, waspada jika nanti ada yang mendengarnya. "lo kenal Dalvin?" Tanya Bela hati-hati.
Nanda berhenti makanin mi ayamnya, ia mengalihkan pandangan dari mangkuk ke wajah Bela yang sarat akan rasa penasaran."maksdud lo Dalvin anak kelas 11 ipa 6?"
"nggak tau, gue cuma tau namanya doang. Orangnya tinggi, putih terus tampangnya sangar, eh snagar gak sih? gatau deng. intinya Kalo diliatin tuh bikin kesel"
"kayaknya sih yang lo maksud Dalvin anak ipa 6, si kapten futsal itu. Setau gue nama Dalvin disekolah ini ya cuma dia. tampangnya sih emang sangar tapi hatinya menawan" jelas Nanda sambil tersenyum malu-malu, Bela mendelik. Sambil terkekeh Nanda kembali menyantap mi ayamnya yang sudah mulai dingin. "emang kenapa Bel?" tanyanya penasaran. Tidak biasanya Bela menanyakan soal cowok padanya.
Bela menggeleng,"nggak, gue cuma nanya aja" jawab Bela berbohong.
Nanda memandang curiga, memicingkan mata sambil tersenyum jenaka. "lo naksir yaaaa sama diaa?"
"Ih amitt amitttt! nggak mungkin Bela syantik naksir cowok bedebah itu" ucap Bela sewot.
"kok lo ngegas si? Tuh kaannn suka, naksir ya? Gapapa kali, dia juga lagi jomblo sekarang. Lumayan tau, ganteng, anak futsal, pinter, berkarisma, followers ig-nya juga banyak. Intinya kalo dia sama lo, dia nggak akan kebanting kok, kalian selevel gitu" Cerocos Nanda.
"cerewet lu ah, cepetan noh abisin mi ayam. Ntar keburu jam fisika selesai" Bela melipat tangannya di depan dada dengan memasang wajah kesal.
Tap...tap...tap
Terdengar suara derap langkah yang semakin lama semakin keras. Awalnya sih Bela tak perduli tapi karena namanya dipanggil, gadis itu menoleh kebelakang. Dia melihat Ira yang sedang berlari kearahnya.
Ira berdiri tepat di samping meja tempat Bela duduk. Ia meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Rasanya dia mau pingsan saja karena berlari dari lantai dua hingga ke kantin sekolah. "Gila! kelas lagi kena bencana kalian malah enak enakan makan disni"
Bela dan Nanda menatap Ira bingung. Baru datang Ira sudah berkata seperti itu.
"Kalian di cariin pak Edi," tutur Ira dengan wajah pucat pasi, selain karena berlari wajah pucatnya di disebabkan nama guru yang di sebutnya tadi.
Bela yang mendengarnya lantas kaget. "PAK EDI?!" pekiknya bersamaan dengan Nanda. Lebaynya Nanda sampe menggebrak meja.
"Bukannya pak guru nggak masuk?" Tanya Bela khawatir. Ya, khawatir dengan keselamatannya setelah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Heart, Why Him?[Completed]
Teen FictionDear Heart, Why Him? "Ketika benci mengundang cinta" a story by Haula S "Pelajaran yang Bela dapatkan saat mencintai Dalvin adalah jangan mengharapkan sesuatu yang indah saat jatuh cinta, tapi sibuklah mempersiapkan hatimu untuk menghadapi ser...