15. Me And My Broken Heart

370K 26.2K 2.4K
                                    

"Hatiku terlalu keras kepala. Tidak pernah menuruti apa kataku. Meski sudah kupaksa untuk membencimu, ia melawan. Bahkan ketika kau menyayatnya dengan ucapanmu, hatiku tetap mencintaimu."

●●●

"Lo nggak punya hak buat ngelarang gue."

Bela terdiam. Lidahnya kelu, ia tak
mampu mengeluarkan suara. Kata-kata Dalvin dalam detik itu juga membuat jantungnya terasa seperti tertikam benda tajam, berdarah dan perih.

Dalvin menatap Bela sejenak. Perasaan bersalah menggerogotinya setelah menyadari perubahan ekspresi Bela. Ia berniat meminta maaf, tapi waktu tidak memungkinkan untuk dia meminta maaf sekarang. Saat ini ia harus mencari Kanya terlebih dahulu. Dalvin berbalik lalu melangkah pergi meninggalkan Bela. Detik itu juga Bela tersadar. Dadanya terasa sesak, tapi entah kenapa kakinya malah berlari mengejar langkah Dalvin.

Seakan tak kapok, tepat saat Dalvin akan masuk ke dalam mobil, Bela menghentikan cowok itu untuk kesekian kalinya. "Please... biarin gue yang nyetir." Ucap Bela pelan. "Elo masih sakit, akan lebih aman kalo gue yang anterin lo."

Tanpa mengucapkan apapun Dalvin menyerahkan kunci mobilnya kepada Bela dan segera masuk ke dalam mobil dan duduk di jok sebelah kemudi. Sama seperti Dalvin, Bela tak kalah cepat masuk ke dalam mobil. Dalam hitungan detik mobil Dalvin sudah bergerak, hendak meninggalkan rumah.

"Dalviin!"

Lengkingan suara Mama membuat Bela menginjak rem dibawah sana. Dalvin membuka kaca mobil lalu menyembulkan sedikit kepalanya. Disana, di teras rumah Mama terlihat ngos-ngosan. Sepertinya wanita paruh baya itu baru habis berlari.

"Ma, Dalvin pergi dulu." Ucap Dalvin agak keras.

"Astaga kamu mau kemana?" Mama bertanya frustasi sambil berjalan cepat kearah mobil.

"Rumah sakit."

Langkah Mama melambat. Raut wajahnya berubah seketika. "Anak itu lagi?"

"Maaf Ma." Ucap Dalvin lirih. Ia melirik Bela disebelahnya. "Jalan Bel." Lanjutnya dengan suara dingin.

"Tapi-" Bela tercekat, tatapan tajam Dalvin membuatnya tak mampu untuk menolak perintah cowok itu. Dalam hati ia meminta maaf pada Mama Dalvin kemudian menjalankan mobil seperti yang Dalvin minta.

"Kita kemana?"

"Kerumah sakit dulu."

Mobil Dalvin yang semulanya berjalan lambat kini melesat bagai anak panah. Menyalip kendaraan yang berjalan lambat. Menerobos lampu merah. Beberapa kali Bela menahan nafasnya. Dadanya terasa sesak sekali. Ia sendiri tak mengerti apa yang terjadi pada dirinya saat ini. Matanya melirik Dalvin sekilas, cowok itu menyandarkan kepala dengan mata memejam. Jelas terlihat bahwa Dalvin tidak sedang baik-baik saja. Wajahnya memerah, membuat perasaan Bela semakin kalut. Ingin sekali ia bertanya apakah Dalvin baik-baik saja. Tapi Bela tak memiliki keberanian yang cukup untuk bertanya seperti itu.

Beberapa meter lagi mereka akan sampai di rumah sakit mengingat jarak rumah Dalvin dan rumah sakit tak terlalu jauh. Dalvin membuka matanya. Sekelilingnya terlihat berputar. Ia mengerjap berkali-kali. Berusaha agar pengelihatannya kembali normal.

"Lebih cepet Bel." Ucap Dalvin kemudian diikuti anggukan Bela dan injakan pada pedal gas.

●●●

Bela dan Dalvin berlari beriringan. Mereka berudua mempercepat langkah setelah Dalvin mendapat telefon dari Jessie. Jessie memberitahukan bahwa Kanya telah ditemukan. Cewek malang itu pingsan tak jauh dari kamarnya setelah berusaha kabur.

Dalvin membuka pintu kamar Kanya dengan sisa-sisa tenaga. Ia kemudian masuk ke dalam dan didikuti Bela dibelakangnya. Pengelihatan Dalvin saat ini seperti foto yang di berikan efek blur. Meski samar ia masih bisa melihat Kanya yang tertidur di bangkar dengan infus yang terpasang, Dalvin juga melihat Jessie yang sedang menatap dirinya dan setelah itu semuanya menjadi benar-benar buram dan gelap.

"Dalvin!" Bela memekik. Ia tertimpa tubuh Dalvin, tapi untung saja ia bisa menangkap tubuh cowok itu dari belakang meski ia hampir terjungkal juga. Jessie dan para perawat langsung bergerak cepat mengangkat Dalvin yang pingsan. Jessie selaku dokter memerintahkan untuk membawa Dalvin keluar dari kamar tersebut.

●●●

Perlahan kelopak mata Dalvin terbuka. Ia mengerjap lembut. Bau khas rumah sakit memenuhi penciumannya. Ia sempat terkejut mendapati Bela yang tertidur sambil duduk dengan kepala dipinggir bangkar. Ia melirik Mamanya yang juga terlelap di atas sofa. Tak lama kemudian Ia teringat alasan kenapa dia bisa di dalam ruangan ini sekarang dengan tangan tertempel jarum infus.

Matanya beralih pada jam dinding yang kini menunjukan pukul delapan malam. Seketika perasaan bersalah langsung menyerang Dalvin melihat wajah kusut Bela dan seragam sekolah yang masih melekat di tubuh gadis itu. Bela terlalu baik padanya bahkan setelah ia mengucapkan kata yang menyakiti hati gadis itu.

"Bel." Panggil Dalvin lebih seperti berbisik sambil menggerakan bahu cewek itu. "Bela." Panggilnya sekali lagi, berusaha untuk membangunkan Bela.

Bela mengerang menandakan dirinya sudah kembali ke dunia nyata. Kepalanya terangkat. Cewek itu mengerjap, menyesuaikan pengelihatan dengan cahaya ruangan. Matanya membulat ketika melihat Dalvin yang kini sedang menatapnya.

"Yaampun, lo udah sadar." Ucap Bela dengan wajah bahagia yang tak dapat ia tutupi. Cewek itu segera menekan tombol nurse call. Kekhawatirannya kini perlahan memudar melihat Dalvin sudah siuman. Ia hendak akan membangunkan Mama Dalvin yang tertidur namun Dalvin menahan tangannya. Dengan wajah bingung Bela kembali duduk.

"Mama nggak usah dibangunin Bel." Tangan Dalvin masih memegang pergelangan Bela. Cewek itu mengangguk.

"Bel, gue minta maaf."

"Untuk?"

"Untuk kesalahan gue."

Bela tertawa kecil. "Lo nggak pernah salah Vin."

"Intinya gue minta maaf, gue nggak maksud nyakitin lo. Gue bilang kayak gitu karena tadi sore gue kalap. Gue..." Dalvin menarik nafasnya. "Gue panik banget."

"Udah, lo lupain aja. Gue nggak masukin itu kehati kok. Lo nggak usah ngomong dulu ya."

Dalvin hanya diam memandangi Bela. Ia tak merasakan kejujuran dari ucapan Bela.

"Bentar lagi perawatnya dateng. Gue pulang dulu ya Vin." Bela memakai tasnya kemudian berdiri. Melepaskan perlahan tangan Dalvin yang menggenggam pergelangan tangannya. "Bye."

[TBC]

Lanjut kalo komennya udah seribu😝😝

Pendek ya? Emang. Sengaja biar ntar pas seninnya bisa agak panjang.

Jangan bosan untuk nunggu update-an cerita ini ya temen temen semua.
Dikomentar part sblmnha ada yang nanya id-line aku, kalian kalo stalk akunku HAULA_S ini, pasti tau dari id line sampe ig-ku-_- kalo kalian males yaudah aku kasi tau deh. Id ku : haula2903

Yaudah segini aja, semoga senin kita ketemu yak😊

Maaf kalo banyak typo, ceritanya gaje dll. Sejujurnya dhwh nggak ada apa-apanya kalo nggak ada kalian😚
Oiya yang berharap DB(read : dibi) jadian mana suaranya😂? Db itu singakatn dari nama DalvinBela ya gais.

Dear Heart, Why Him?[Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang