Gracious Dalvin(part b)

399K 26.5K 862
                                    

"Jangan maunya bahagia saja, sedih juga perlu. Kalau bahagia terus nanti bosan."

----

"Selamat pagi, Nona," sapa Dalvin layaknya resepsionis hotel. Kanya menoleh, bibir pucatnya tersenyum.

"Dalvin!" Pekiknya bahagia menyambut kedatangan sahabatnya itu.

"Apa kabar?" Tanya Dalvin sembari menutup pintu.

"Selalu baik" jawab Kanya ceria. Begitulah dirinya, sekalipun selang dan alat bantu hidup melilit tubuhnya ia tetap akan mengatakkan baik-baik saja. Dalvin terkekeh, melangkah ringan menuju bangkar tempat Kanya tertidur.

"Aku capek Vin, pengen pulang. Kangen anak Bakti Jiwa" keluh Kanya dengan wajah sedih. Ia mengubah posisi, mendorong badan ke belakang menyandarkan punggung di sandaran bangkar.

"Sabar, bentar lagi pasti sembuh" ujar Dalvin sembari menarik kursi untuk duduk.

Kanya tersenyum kecut. Sembuh? Lucu sekali. Bahkan penyakitnya ini tak ada obat. "Mungkin nggak sih aku bisa sembuh?"

"Kamu sendiri yang pernah bilang, di dunia ini nggak ada sesuatu yang nggak mungkin."

Kanya menggaruk kepala. "Iya ya?"

"Dasar nenek" celetuk Dalvin.

Cewek itu terkikik. Menciptakan senyum selebar mungkin agar terlihat baik-baik saja di hadapan Dalvin. Pada kenyataan bahagianya itu palsu. Dirinya sakit. Jiwanya lelah dengan hidupnya sendiri.

Keheningan sempat melanda sesaat sebelum Kanya menyadari Dalvin yang terus memandanginya. Alisnya tertaut. "Kenapa liatin aku gitu?"

"Nggak boleh?"

"Ya boleh lah."

Sudut bibir Dalvin terangkat.

"Eh Vin aku mau cerita"

Ini yang Dalvin tunggu-tunggu. Bagian yang ia sukai. Memandangi wajah lucu Kanya yang sibuk mengoceh tentang ini dan itu.

"Cerita deh, sampe bosen" ujar Dalvin memperbaiki duduknya.

Sebelum mulai bercerita Kanya meminta Dalvin untuk mengambilkan air putih untuknya. Dengan senang hati cowok itu mengambilkan air dari galon yang tak jauh dari tempat ia duduk.

"Nih minumnya" Dalvin menyodorkan gelas berisi air putih itu pada Kanya.

"Makasih"

"Yuhuuuuuu, Kanya!" Lengkingan suara tadi membuat kanya dan Dalvin menoleh ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka "Gue bawa siomay nih"

Kanya menyambut dengan cengiran bahagia sementara Dalvin mengerjap tak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya.

"Ini dia yang mau aku ceritain Vin" bisik Kanya antusias. "Bela, sini! ngapain diem disitu" Kanya melambaikan tangan pada Bela yang mematung di dekat pintu dengan gaya konyolnya. Satu tanga Bela yang membawa kantung plastik terngkat bersama cengiran bodoh yang menghiasi wajah.

"Bel!"

Cewek itu kembali berdiri normal. Menghapus ekspresi memalukan di wajahnya. Berdehem salah tingkah. "Eh-anu, itu, gue harus pergi" ucapnya gelagapan. Berusaha agar matanya tak bertemu dengan iris hitam seseorang disana.

Kenapa sih Dalvin ada dimana-mana?!!!!

"Ih baru juga dateng. Sini"

"Tapi Nya gue-" mata mereka bertemu. Bela menelan ludah. Kejadian dua hari yang lalu terproyeksi di ingatannya. Dimana saat ia keceplosan bilang Dalvin ganteng. Saat-saat dimana ia mempermalukan dirinya sendiri.

"Gu-gue mau kesitu" tunjuk Bela sembarang arah. Bola matanya tak bisa diam. Menghindari tatapan Dalvin.

"Main aja dulu, bentar."

Bela lantas menoleh. Siapa tadi yang berbicara? Bela berani bersumpah telinganya sedang baik-baik saja. Tapi kenapa suara Kanya berubah menjadi seberat itu, seperti suara laki-laki.

"Nah bener tuh yang Dalvin bilang, main dulu. Aku mau kenalin kamu sama seseorang nih"

Apa kanya Bilang tadi? Dalvin? Dalvin yang menyuruhnya? Tampaknya dunia ini sedang tidak beres.

"I-iya deh." cewek itu berdoa dalam hati semoga keputusannya tak salah.

Kakinya melangkah lamban. Otaknya sibuk berfikir, dimanakah ia akan berdiri. Disamping kanan bangkar? Tidak. Itu akan membuatnya berhadapan dengan Dalvin. Lalu di sebelah kiri? Tidak, itu lebih gila lagi, ia tidak mau berdiri disamping cowok itu. Lantas ia harus bagaimana? Menempel di langit-langit? Sayangnya itu tak mungkin dilakukaknnya.

Terlalu sibuk berfikir hingga Bela tak sadar dirinya sudah berada di sebelah Dalvin. Tak apalah, setidaknya dia tidak berhadapan langsung dengan Dalvin, bisa-bisa bibir embernya keceplosan lagi kalau melihat wajah cowok itu.

"Ini, tadi dibeliin Nyokap" Bela menyerahkan kantung plastik tersebut pada Kanya.

"Huaaaaa makasih yaaa." Mata Kanya berbinar, mengambil siomay dari tangan Bela. "Mama kamu mana?"

"Tuh dikamar gue."

Kanya merasa ada sesuatu yang aneh dari teman barunya itu. Ada yang kurang, diperhatikannya Bela lamat-lamat. "Eh infus kamu udah dilepas?"
"Hehehe iya nih, gue pulang hari ini, makanya mau ngajak lo makan siomay samaan"

"Yaaah kamu udah boleh pulang?"

Bela mengangguk mengiyakan. Melihat wajah sedih cewek itu Bela buru-buru menggenggam tangannya. "Tenang aja, ntar gue main-main kesini lagi kok."

"Hmm... yaudah deh. Eh kamu kenalin dulu nih sahabat aku namanya Dalvin"

Kenalan?

"Hai"

Bela menoleh.

"Gue Dalvin"

Jika bisa mungkin sekarang rahang Bela sudah terjatuh dan menggelinding di lantai. Bagaimana tidak? Dalvin tersenyum padanya sambil menyodorkan tangan. Ingin sekali Bela memberitahu Kanya bahwa mereka sudah saling kenal, bahkan Dalvin itu adalah musuh bebuyutannya. Tapi dirinya tak tega setelah melihat wajah Kanya yang terlihat begitu antusias.

"Gue Bela." Bela menyebutkan namanya seolah-olah sedang berkenalan dengan seseorang. Ragu-ragu tangannya menyalami tangan Dalvin, hanya sebentar dan bela kembali menarik tangannya. Aneh rasanya bersikap baik pada orang yang terlalu dibencinya.

"Kalo udah saling kenal kan bagus, kapan-kapan kita bisa main bareng kan?"

"Pasti" sahut Dalvin. Lagi-lagi Bela dibuat bingung oleh cowok itu.

"Dalvin pinjem hp kamu dong" pinta Kanya, ia beralih pada Bela. "Bel minta nomer kontak kamu ya, biar kapan-kapan kita bisa main-main bertiga"

TBC

Biar aja pendek-pendek, abisan part kemarin pada nggak ada yang komen, eteb tau u,u 😌😌😌 *hastagauthorlagingambek *hastagauthorbaperan

Dear Heart, Why Him?[Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang