- Kamu memang bintang dan aku hanyalah malam gelap. Tapi ingat, tanpa malam gelap bintang tak seindah yang orang lihat. -
●●●
I hope that I can turn back the time,
To make it all alright, all alright for us. - Middle[DJ Snake ft Bipolar Sunshine]Dalvin mengalihkan pandangan dari jalanan ke Bela. Kelihatannya Bela masih sebal karena Dalvin yang memaksanya duduk di depan. Dalvin hendak mengajak cewek itu bicara, namun ekspresi Bela membuatnya mengurungkan niat. Merasa terlalu sunyi Dalvin memutar lagu All We Know milik The Chainsmoker. Lantas Bela langsung menoleh mendengar lagu paling disukainya itu.
"Lo suka lagu ini kan?" Tanya Dalvin dan kembali fokus ke depan.
Bela tersenyum. "Iya! Kok lo tau?"
"Tau lah." Dalvin tertawa. Untunglah tebakannya benar. Padahal tadi dia asal sebut saja.
"Ih kok tau si?" Bela memandangi Dalvin heran, bingung darimana Dalvin bisa tahu lagu yang dia sukai.
"Gue bisa baca fikiran orang." Jawab Dalvin asal, dia melihat ada perempatan di depan. "Belok mana nih? Gue gatau tempet beli siomaynya dimana"
"Belok kiri." Sahut Bela. Sesuai dengan apa yang Bela katakan, saat di perempatan, mobil cowok itu berbelok ke arah kiri.
"Bener lo bisa baca fikiran orang?" Tanya Bela takjub. "Coba deh baca fikiran gue."
Dalvin menelan ludah. Bagaimana ini? Tadi hanya kebetulan saja tebakkannya benar. Dia berdehem beberapa kali, mengubah posisi duduk. Bela masih menatapnya, menunggu Dalvin menebak fikirannya.
"Emm..."
Handpone di tangan Bela berdering. Dalvin menghela nafas. Seseorang menyelamatkannya. Dalam hati dia berterimakasih pada orang yang menelfon Bela.
"Angkat aja dulu." Suruh Dalvin. Bela mengangguk, mengusap layar handponenya kemudian ia dekatkan ke telinga. Dalvin melirik sekilas, mengecilkan volume lagu yang terputar.
"Halo." Bela menyapa. Ia tidak tahu siapa yang menelfon, yang tertera di layar hpnya tadi adalah nomer tak dikenal. Tidak ada balasan, hanya suara krasak krusuk tidak jelas yang Bela dengar.
"Haloooo." Bela mengeraskan suara. Masih saja orang yang menelfonnya tak menyahut. "Kalo nggak ngomong gue matiin ya?"
"Eh, jangan."
Akhirnya Bela mendengar suara seseorang. Bela yakin orang yang menelfonnya adalah perempuan. "Ini siapa?"
"Gue Vanda."
"Hah panda? Hahahahahahahha, yakali panda bisa ngomong. Canda ae lu ah." Bela tertawa ngakak sampai Dalvin menatapnya aneh.
"Vanda make v bukan p." Terdengar suara jengkel dari handpone Bela.
"Owhhhhh Vanda. Etapi gua gatau vanda siapa dah." Tawa Bela perlahan memudar.
Cukup lama tidak ada jawaban. Bela hampir saja mematikan telefon. Mungkin salah sambung. Tapi sebelum ia menjauhkan hp dari telinganya, suara kembali terdengar. "Gue yang nyiram lo make kuah mi ayam di kantin."
Mata Bela membulat. Berani-beraninya cewek itu menelfonnya. Mau apa lagi dia sekarang. "Ngapain lo nelfon gue." Sahut Bela sinis. Kini suaranya tak seramah tadi.
"Gue mau minta maaf."
Bela terdiam.
"Elo maafin gue kan? Sorry gue nyesel banget. Gue sadar gue gegabah, sorry banget ya. Gue juga mau minta tolong bilangin ke cowok lo kalo gue udah minta maaf."
Bela semakin tak mengerti dengan ucapan cewek gila itu. Ia menoleh pada Dalvin yang sedang memandanginya. Dan sekarang Bela teringat, 'cowok lo' yang dimaksud Vanda adalah Dalvin. Karena saat dikantin Vanda mengira Dalvin adalah pacarnya.
"Gue pikir-pikir dulu." Ucap Bela dingin kemudian memutuskan sambungan.
"Siapa?" Tanya Dalvin.
"Cewek yang nyiram gue dikantin."
"Ohh" Dalvin mengangguk-ngangguk.
"Dia minta maaf Vin."
"Bagus dong?"
"Tapi dia minta tolong ke gue untuk bilang ke lo kalo dia udah minta maaf. Aneh. Lo ngomong apa ke dia tadi pagi? Atau jangan-jangan lo yang bikin dia minta maaf?" Mata Bela memicing.
"Gak tau juga. Gue cuma ngenalin nama. Terus ngaku-ngaku kalo kepala sekolah nyokap gua, padahal sih bukan. Bego banget emang."
"Hah? Kok bisa dia percaya?"
"Nama kepala sekolah kita siapa?"
Dahi Bela mengerut, untuk apa Dalvin bertanya nama kepala sekolah, lagi pula masa iya dia tidak tahu nama kepala sekolah sendiri. "Gracious Katerine." Jawab Bela bingung.
"Nama lengkap gue?"
Bela hendak menjawab. Namun urung, dia segera menggeleng. "Nggak tahu." Jawabnya berbohong.
Dalvin memiringkan badannya agar Bela bisa melihat badge name dibajunya. "Baca tuh, nama gue."Bela pura-pura membaca nama Dalvin. Ia juga baru sadar nama Dalvin dan kepala sekolahnya mirip. "Kok nama kalian bisa sama?"
"Bu Katerine adik Bokap gua. Nama Gracious turunan dari nama keluarga Papa."
"Wuahhh, astaga gue ganyangka kalo lo keluargaan sama kepala sekolah."
"Kalo gasalah cewek tadi nyiram lo karena Laskar?"
Bela kembali mengingat saat-saat Vanda memakinya. Membuatnya merasa geram dan ingin mencakar wajah cewek itu. "Iya, dia nuduh gue ngerebut Laskar. Gimana mau gue rebut, gue tau Laskar aja enggak." Bela menyandarkan punggungnya sebal.
"Kayaknya Laskar yang dimaksud cewek itu sepupu gue, anaknya kepala sekolah. Dia juga kelas 12. Tapi masih kayaknya, kan nama Laskar banyak."
"Astaga dunia ini sempit banget, kalo emang bener coba deh lo tanyain sepupu lo itu. Gue masih penasaran kenapa gue dituduh ngerebut dia."
"Gue tanyain kalo gue ketemu dia ya. Soalnya itu anak nggak pernah dirumah. Anak malem."
"Tanya pas di sekolah aja." Usul Bela.
Dalvin malah tertawa. "Dia jarang sekolah Bel, kerjaannya bolos mulu. Untung aja anak kepala sekolah."
"Buset. Yaudah tanyain pas lo ketemu dia aja."
Disaat Bela tidak siap tiba-tiba saja mobil Dalvin Ngerem mendadak. Bela menjerit karena tubuhnya terhuyung ke depan dan hampir membentur dashboard mobil. Pemilik mobil di belakang Dalvin mengamuk. Meneriaki, mengumpat karena Dalvin berhenti di tengah jalan. Dalvin tidak memperdulikan itu, gadis di sebelahnya jauh lebih penting dia urusi daripada bapak-bapak di belakang.
"Bela, lo nggak kenapa-kenapa?" Tanya Dalvin panik. "Tadi ada nenek-nenek nyebrang." Dalvin memberikan penjelasan. Ia menyumpahi diri sendiri. Hampir saja ia membuat celaka anak orang.
Bela masih nampak terkejut. Nafasnya tak beraturan. Melihatnya Dalvin jadi semakin merasa bersalah. "Maaf Bel."
"Gue nggak apa-apa." Bela berusaha tersenyum, susah payah mengatur nafasnya.
Cowok itu bergerak lembut. Mencondongkan tubuh ke arah Bela, menarik sesuatu dari balik punggung Bela. Tanpa Dalvin sadari apa yang ia lakukan telah membuat Jarak antara dirinya dan Bela sangatlah dekat. Bela sudah seperti orang yang terkena serangan jantung karena Dalvin memasangkan seatbelt pada tubuhnya.
Bela mematung, tak mampu bergerak. Arwahnya seakan terseret keluar dari tubuh . Wangi seperti saat Bela menabrak punggung Dalvin tercium lagi. Kali ini lebih dalam dan membuat Bela tak kuasa menahan sesuatu yang meletup-letup di hatinya.
[TBC]
Author Note :
Adakah yang menunggu update-an cerita ini?
Haduuu Bela jangan jatoh cinta doloolahh😂😂 kacian kali kamu nak:')
Udah pada bangun kan kalo aku update jam segini? Jangan mentang mentang libur kalian ngebo sampe jam 12😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Heart, Why Him?[Completed]
Teen FictionDear Heart, Why Him? "Ketika benci mengundang cinta" a story by Haula S "Pelajaran yang Bela dapatkan saat mencintai Dalvin adalah jangan mengharapkan sesuatu yang indah saat jatuh cinta, tapi sibuklah mempersiapkan hatimu untuk menghadapi ser...