Jika tenaga Bela seperti orang sehat pada umumnya, sudah pasti sekarang dia akan mengamuk dan menerjang cowok begajulan itu. Sayangnya sekarang dia sedang tidak fit, ditambah lagi infusnya yang sangat tidak memungkinkan dirinya untuk meninju Dalvin. Jadilah dia hanya bisa diam mendengar perkataan menusuk cowok itu. Sombong sekali kata-katanya tadi. Hampir Bela mengajaknya berdamai, tapi untung saja Dalvin menunjukan wujud aslinya sebelum Bela meminta maaf.
Bersama kobaran amarahnya, Bela melangkah perlahan menuju Dalvin dan berhenti saat jarak wajah mereka hanya tiga jengkal saja.
"Asal lo tau, gue lebih milih mati di dalem mobil daripada ditolongin cowok songong kayak lo!" Seru Bela berapi-api.
Dalvin berdecih. "sakit aja masih belagu. Terus lo mau ngapain ha kesini?"
"Terserah gue lah, dirumah sakit ini gue bayar kok" sahut Bela tak mau kalah.
"Tapi gue gak suka liat lo disini, liat muka lo bikin mual."
"Lo pikir muka lo nggak bikin mual?" Bela tertawa sinis. "Gue lebih milih liatin bekicot sejam daripada cuma liat muka songong lo sedetik!" Perang kata itu semakin lama semakin sengit. Bela berusaha sekuat tenaga menahan amarahnya yang sudah membulat dan hampir meledak.
Dalvin menaikan sebelah alis, satu sudut bibirnya terangkat. Memasang ekspresi cool ala cowok ganteng andalannya. Biasanya cewek akan langsung meleleh jika ia seperti itu. "Yakin lo bakalan mual kalo liat gue?" Cowok itu memajukan wajahnya, refleks Bela menjauh dengan mata membulat lebar.
Siapapun yang melihat Dalvin saat ini dipastikan akan langsung lumer layaknya keju mozarella. Bahkan jantung milik Bela mengakui itu. Bela tak tahu energi apa yang memacu jantungnya di dalam sana hingga berdetak lebih kuat dari biasanya.
Ini pertama kalinya Bela menatap Dalvin sedekat ini. Rambut Dalvin yang naik, alis tebal, rahang tegas, senyum mematikan dibibir semi tebalnya mampu menyihir Bela, ia tak bisa mengerjap barang sekali saja.
Wajah itu membawa imajinasi Bela mengudara. Meninggalkan darat tanpa berniat kembali. Bela menggeleng pelan dengan tatapan lurus kedepan. "Gila cakep banget" bisiknya tanpa sadar. Sekalipun suara Bela kecil tentu Dalvin masih mendengarnya. Jarak mereka benar-benar dekat.
"Huahahahaha" Dalvin tertawa kemudian menjauhkan wajah, merasa bangga karena berhasil mengerjai Bela. "Sana deh lo liatin bekicot. Kalo kelamaan lo liat gue ntar ngiler"
Suara tawa Dalvin lantas menyadarkan Bela dari dunia yang sempat menguncinya sejenak. Wajahnya seketika memerah. Cewek itu gelagapan, seperti hendak mengucapkan sesuatu namun suaranya tertahan.
Bela meringis, menahan malu. Ia baru saja memuji Dalvin yang sebelumnya ia caci maki. Setelah ini dimana ia akan menempatkan wajahnya? Jika wajahnya bisa di sembunyikan di dalam saku, Bela tentu sudah melakukannya sejak tadi.
Bela tak mampu lagi membendung rasa kesal dan malu yang bercampur aduk. Ia kemudian cepat-cepat berbalik, berlari kecil meninggalkan Dalvin yang kini menertawainya dengan keras. Bela semakin memperlebar langkah sambil merutuki diri sendiri dalam hati.
Tepat saat dibelokan Bela berpapasan dengan Nanda.
"Mau kemana?"
"Balik kekamar Nan" jawab Bela tanpa menghentikan langkah.
"Kan mau makan disini"
"Nggak jadiiii" kata Bela meninggalkan Nanda yang kebingungan.
"Dasar abg labil" Nanda bergumam. Ia kemudian mengikuti Bela dari belakang. Langkah Bela yang terlalu cepat mengharuskan Nanda sedikit berlari untuk mensejajarkan langkah dengannya.
"Bela," panggil Nanda yang masih tetap tertinggal di belakang punggung Bela."kenapa si?" Tanyanya gemas. Bela tidak menjawab, cewek itu malah semakin mempercepat langkah membuat Nanda semakin tertinggal.
"Sini infus lo gue pegangin" ujar Nanda kasihan melihat Bela yang kesusahan.
"Cepet Nandaaaa."
"Ebusettttt gue udah lari gini lu suruh cepet"
"Kelamaan"
Sudah tidak mungkin bagi Nanda untuk menambah kecepatannya, apa Bela gila? mereka sedang menuruni tangga. Nanda tak ingin mati konyol karena jatuh dari tangga. Ia masih ingin berdiri di pelaminan bersama Jose nantinya.
"Kenapa sih lo?" Tembak Nanda begitu ia dan Bela kini berada di depan kamar rawat inap Bela.
"Bukain pintu Nan" pinta Bela memelas mengingat tangannya sedang memegang infus sekarang.
Nanda menghela nafas, cewek itu kemudian membukakan pintu untuk Bela. Mereka berdua segera masuk ke dalam.
Kening Nanda berkerut melihat dua bunga mawar di atas nakas. "Kok dua Bel?"
"Tadi pagi ada lagi di depan pintu" sahut Bela.
"Gila gila, itu orang niat banget kayaknya" Bela hanya mengedikkan bahu mendengar ucapan Nanda. Sejenak ia melirik kedua mawar yang baru selesai ia rapikan dan setelah itu merebahkan tubuhnya.
"Bel, kayaknya orang yang ngasi satu sekolah sama kita. Buktinya pagi-pagi dia nganterin bunga buat lo. Kan harusnya dia sekolah, yang libur karena To cuma sekolah kita"
Bela memutar mata. Nanda mulai mengeluarkan praduga-praduga absurdnya. "Bisa jadi dia udah lulus Nan"
"Iya juga ya. Tapi kalo ini beneran dari anak sekolah kita gue curiga ini dari Dalvin."
Bela menelan ludah. Dalvin? Sekelebat bayangan wajah cowok itu muncul di fikirannya.
"Muka lo kenapa?" Tanya Nanda karena wajah Bela yang memerah.
"Kenapa muka gua?" Bela balik bertanya sambil menangkup kedua pipinya yang terasa panas.
"Ditanya malah balik nanya. Merah tuh muka lo"
"Masa sih" Bela membuang muka. Cewek itu menggosok-gosok pipinya berusha menghilangkan rona merah disana. Masih dengan tangan dikedua pipi Bela melirik Nanda. "Nan" panggilnya.
Nanda menyahut hanya dengan deheman.
Bela menggigit bibir bawahnya. "Gue ketemu Dalvin tadi, di atap"
Nanda yang semula tiduran di sofa langsung melompat bangun. Reaksi anak itu memang selalu berlebihan. "Serius loo?!!!!" Matanya melebar. "Apa gue bilang kan, dia yang ngasi lo bunga" tuturnya sumringah.
"Tapi gamungkin Nandaaa, ada hal yang belum gue ceritain ke lo. Gue pernah ada masalah sama dia, kita itu musuhan. Dan sampe sekarang sikap dia ke gue makin ga sopan. Dia itu selalu ngeselin setiap kita ketemu"
"Yaampun! Bel, Cowok punya seribu cara aneh buat narik perhatian cewek yang dia suka, termasuk bersikap jutek dan bikin gebetannya kesel."
Bela terdiam. Memandang kosong tembok putih di depannya. Fikirannya kini penuh pertanyaan yang tak tejawab. Hatinya perlahan luluh menerima asumsi Nanda yang mengatakan Dalvinlah si pengirim bunga itu. Tapi jika mawar itu dari Dalvin untuk apa cowok itu memberikan bunga untuknya? Suka kah?
TBC
Ada yang nunggu Dalvin? Hahahah
Makasi udah suka sama cerita ini:" maaf kalau banyak kurangnya. Typo bertebaran tapi kalian ttp mau baca😢 maaf kalau tanda baca masih kurang tepat, jujur aku nggak ngerti begituan😂😂😂😂 👈 author gila. Aku mau belajar kok untuk itu, tapi gapernah ada waktu😧 tugas dan tuntutan guru semakin numpuk:(
Gaaaaiiiiizzzzz aku mau nanya, ada yang setuju aku bikin sejenis trailer gitu untuk cerita ini? Jawab setuju atau nggak ya😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Heart, Why Him?[Completed]
Teen FictionDear Heart, Why Him? "Ketika benci mengundang cinta" a story by Haula S "Pelajaran yang Bela dapatkan saat mencintai Dalvin adalah jangan mengharapkan sesuatu yang indah saat jatuh cinta, tapi sibuklah mempersiapkan hatimu untuk menghadapi ser...