Ch 2 - Kelas Matematika

1.1K 127 3
                                    

Lucy sedang duduk diatas kasurnya sembari membolak-balikkan sebuah buku novel bersampul putih dengan genre fantasy kesukaannya. Sudah sebanyak lima kali Lucy membaca novel yang satu ini, namun tetap saja Lucy tidak pernah bosan. Menutup buku tersebut, Lucy pun bangkit dari posisi duduknya dan berjalan kearah meja belajar kecil disudut kamar dan mengambil handphone sederhananya yang sejak tadi tergeletak disana.

Lucy berjalan kembali kearah tempat tidur sambil memencet beberapa tombol di handphone tersebut. Menelpon seseorang. Setelah duduk kembali diatas kasurnya, Lucy melirik kearah jam dinding yang menunjukkan pukul delapan malam sambil tetap menunggu seseorang diseberang sana mengangkat telepon.

"Halo..." suara yang lembut mengalun merdu menjawab panggilan Lucy.

Lucy tersenyum hangat sebelum berkata, "Halo, Mama..."

"Lucy, kenapa menelpon malam-malam begini sayang?" Tanya sang Ibu, Layla dari seberang telepon.

"Aku hanya kangen, Mama. Memangnya tidak boleh menelpon jam segini?" Lucy cemberut, tapi tentu saja Layla tidak bisa melihat wajah imut sang anak yang sekarang sedang cemberut.

Layla hanya tertawa kecil sebelum menjawab, "Tidak sayang. Tentu saja Mama juga merindukanmu. Mama pikir malam-malam begini adalah jam belajarmu?"

"Malam ini aku bosan. Jadi aku tidak belajar, aku hanya merindukan suara Mama." Ungkap Lucy jujur.

Layla tersenyum lembut, "Mama sangat merindukanmu, sayang. Sudah lama sekali kau tidak kembali ke rumah. Papa juga merindukanmu, begitupula Sting. Kakakmu itu selalu menanyakan kabarmu, tapi dia sendiri tidak pernah berusaha menelponmu." Layla terkikik mengingat kelakuan Sting, anak sulungnya yang selalu menanyakan kabar Lucy tapi sama sekali tidak pernah mencoba menelpon sang adik. Gengsi.

Lucy memutar bola mata sambil tertawa kecil, "Katakan padanya kalau adik kecilnya disini baik-baik saja dan selalu merindukannya. Katakan itu juga pada Papa. Aku merindukan kalian." Lucy berujar pelan.

"Kembali lah jika kau ada libur sayang. Kami disini merindukanmu. Mau sampai kapan kau terus disana?"

Lucy tertawa getir, "Sampai aku bisa menyelesaikan semua yang terjadi belasan tahun yang lalu. Sampai dia menerimaku, Mama."

Layla memasang wajah sedih mendengar penuturan Lucy. Kemudian ia menghela napas, "Sudah Mama katakan itu bukan salahmu, sayang. Semua ini-"

"Mama, aku tidak ingin membahas itu." Ucap Lucy memotong pembicaraan sang Ibu. Tiba-tiba hatinya merasakan sakit. Lucy menelpon bukan untuk membahas kesalahan masa lalunya, tidak seharusnya hal itu dibahas lagi, bahkan berkali-kali.

"Baiklah, sayang. Ngomong-ngomong, apa kau sudah makan?" Tanya Layla mencoba memperbaiki suasana hati sang putri.

"Belum, hehe. Sebentar lagi aku akan keluar mencari makan, aku rindu masakan mama~" Ucapnya manja.

Lagi-lagi Layla hanya tertawa kecil, "Sudah berapa kali Mama katakan, sering-seringlah berkunjung jika sekolahmu libur, sayang."

Lucy hanya menjawab dengan banyak alasan seperti, banyak sekali yang harus dia lakukan setiap libur akhir pekan, dia terkadang kelelahan dan lebih memilih tidur sepanjang waktu diakhir pekan. Membuat Layla menggelengkan kepalanya mendengar alasan sang anak. Telepon berakhir karena Layla berkata Jude ada urusan dengannya, jadilah mereka menutup telepon dan Lucy segera mengambil dompetnya untuk keluar dan membeli makan malam. Sekarang sudah lewat jam delapan dan Lucy memang belum makan apa-apa sejak pulang sekolah.

Menutup pintu rumah kecil yang ditinggalinya, Lucy dengan celana putih mencapai lutut, tank top putih yang ditutupi jaket bewarna pink berjalan keluar dengan langkah santai. Rambut pirang panjangnya kali ini ia biarkan tergerai, surai pirang itu melambai-lambai dengan indahnya, dengan jepit rambut berbentuk kucing biru terselip dibagian kanan kepalanya. Cuacanya lumayan dingin, namun tidak sampai menusuk tulang. Dan Lucy memutuskan ia akan memesan ramen dikedai ujung jalan, lalu setelah itu Lucy akan mampir sebentar ke mini market yang berada tidak jauh dari kedai ramen untuk membeli beberapa bahan makanan.

My WillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang