Ch 32 - Keputusasaan dan Harapan

641 79 25
                                    

"Maafkan aku, maafkan aku... maaf... maafkan aku." Berulang-ulang kalimat itu terlontar dari bibir Lucy, tangannya meraih Natsu yang terlihat sangat dekat, namun entah kenapa tidak mampu terjangkau.

Tangisnya tumpah, dadanya terasa amat sesak, tidak pernah Lucy sesakit ini. Bahkan ketika dulu dia berpisah dengan Natsu saat kecil, rasanya tidak sesakit ini. Rasanya sangat menderita, Lucy merasa dia tidak punya harapan lagi. Semuanya lenyap hanya karena satu kalimat.

"Kau memenangkan taruhanmu, Lucy."

Lucy tidak mengira jika bukan masa lalunya yang akan menyakiti Natsu, lelaki itu bahkan menyesal karena sudah bersikap jahat pada Lucy semasa kecil dulu. Namun, Natsu kini justru harus terluka lagi karena taruhan bodoh yang dia buat dengan Nala. Lucy menyesal, Lucy sangat menyesal.

Natsu perlahan menjauh, kegelapan disekitar Lucy semakin menenggelamkan gadis itu kedalam lautan penyesalan. Hatinya tercabik-cabik, pikirannya terasa kosong. Lagipula, penyesalan memang selalu datang diakhir, kan? Lucy menggapai, sosok itu semakin menjauh, Lucy merasa kakinya tidak sanggup melangkah ketika sosok Natsu benar-benar hilang dalam kegelapan. Meninggalkan Lucy sendirian.

Mata Natsu, tatapan lelaki itu terlihat sangat terluka. Membuat hati Lucy terasa meluruh, tidak tersisa.

.

.

Gadis itu terbangun dari tidurnya dengan tubuh amat lelah, Lucy bisa merasakan bantal yang dia gunakan terasa lembab, basah karena air mata. Sesaat kemudian, dia menangis. Hati dan tubuhnya kompak terasa sangat lelah, kakinya terasa kebas, begitupula dengan kedua tangannya. Dia hanya bisa tidur selama dua jam, dan justru dihantui oleh mimpi dimana Natsu menjauhinya seperti dua hari yang lalu.

"Kau memenangkan taruhanmu, Lucy."

Kalimat itu menjadi kalimat terakhir yang Lucy dengar sebelum Natsu meninggalkannya dalam kegelapan dan sunyi yang mencekam. Mata Natsu memandangnya dengan penuh emosi, terluka, membawa sebuah belati yang menikam Lucy tanpa ampun. Perlahan, Lucy memaksakan tubuhnya bangun, matanya terasa sangat berat, penglihatannya memburan karena matanya yang bengkak dan air mata yang terus-terusan memaksa keluar.

Sudah dua hari terlewat, Lucy berusaha mencari Natsu namun lelaki itu seolah menghilang. Lucy mendatangi rumahnya, dan nihil karena dia tidak mendapatkan petunjuk satupun mengenai keberadaan Natsu. Lucy bahkan berpikir Nashi pastilah sudah bosan dengan kehadiran Lucy yang terus-menerus kerumahnya. Lucy juga tahu jika Nashi tidak berbohong ketika mengatakan dia sendiri juga tidak tahu Natsu pergi kemana, kedua orang tua Natsu juga tengah dalam perjalanan bisnis selama satu minggu. Yang artinya, tidak ada yang bisa Lucy lakukan. Gray, Juvia, Nala, semuanya sudah dipaksa oleh Lucy untuk mengatakan sesuatu jika mereka mengetahui keberadaan Natsu. Namun semuanya nampak sama sekali tidak tahu apa-apa, Lucy kehilangan harapan. Dia bahkan membolos sekolah, tidak lagi peduli dengan prestasinya, karena sejak awal tujuan Lucy sekolah disana adalah Natsu, dan ketika lelaki itu tidak ada, maka Lucy kehilangan semua semangatnya.

Lucy meraih ponsel dan mendapati tidak ada satupun pesannya yang berbalas, panggilannya diabaikan, pesannya bahkan tidak dibaca. Gadis itu benar-benar putus asa.

.

.

Satu minggu. Sudah satu minggu gadis itu berdiam didalam kamarnya seperti orang yang sudah tidak punya tujuan. Dia tidak lagi peduli dengan penampilannya, rambut lepek dan kusut, lingkaran hitam menghiasi kedua matanya dan tampak kontras dengan kulitnya yang semakin pucat. Puluhan plastik kemasan makanan ringan mengotori kamar kecilnya, kaleng-kaleng minuman soda bertebaran. Jendela kamarnya selalu ditutup, tidak membiarkan sedikitpun udara segar masuk.

My WillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang