Ch 31 - Dibawah Cahaya Bulan

546 77 16
                                    

Ca Amarē merupakan sebuah danau buatan yang terletak sekitar satu kilometer dikedalaman hutan, yang termasuk kedalam salah satu dari sekian banyak properti milik keluarga Dragneel. Mungkin tidak bisa dikategorikan sebagai properti mengingat Ca Amarē bukanlah hotel berbintang apalagi apartemen yang menjulang. Dulunya, Ayah Natsu berniat membangun sebuah destinasi wisata dimana akan dibangun beberapa penginapan disekitar danau buatan yang sudah mereka ciptakan, namun rencana itu kandas seketika ketika Grandine terpesona dengan hasil karya pekerja Dragneel Corp.

Grandine meminta pada suaminya agar danau itu hanya cukup menjadi milik mereka saja.

Meskipun melalui perdebatan yang cukup panjang, dan jelas kerugian yang sudah dikeluarkan tidak sedikit, Grandine akhirnya menang dengan dukungan Nashi, maka si kepala keluarga pun mengalah. Dan kini, lokasi danau buatan itu hanya bisa dimasuki oleh keluarga Dragneel seorang.

Letaknya berada disekitar pepohonan yang masih sangat terawat, pepohonan tinggi dengan akses yang sangat mudah dijangkau, belum lagi udaranya yang masih sangat segar dan alami, Ca Amarē menjadi tempat alternatif keluarga Dragneel menenangkan diri. Tentu saja, Grandine bahkan menyebutnya danau romantis yang hanya milik keluarga mereka. Pada waktu-waktu tertentu, Nyonya dan Tuan Dragneel akan menghabiskan malam mereka dengan bersantap malam romantis di sana, kadang mereka sekeluarga akan berkumpul, apalagi sejak setahun yang lalu, sebuah villa sederhana sudah berdiri dan menjadi tempat istirahat Dragneel sekeluarga.

Lucy tidak pernah menduga, jika Natsu akan membawanya ke tempat sakral milik keluarga mereka. Natsu bahkan mengatakan, Lucy adalah gadis pertama yang dibawanya kemari, bahkan Nala saja tidak tahu jika tempat ini ada.

Danau itu dikelilingi butiran pasir hitam yang berkilau, belum lagi bulan yang bersinar terang memantulkan cahaya dari permukaan danau dan membawa pemandangan artistik yang terkesan sangat romantis. Rasanya seperti ribuan bunga mekar dalam dada, Lucy hanya bisa terdiam menyaksikan warna yang terpantul dipermukaan danau, sunyi malam itu hanya diisi oleh suara-suara hewan malam yang menjadi musik latar belakang. Matanya terlihat sangat berbinar, Lucy tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan kebahagiaan dalam dadanya yang kini terasa akan meledak kapan saja.

"Ikut aku." Natsu meraih pergelangan tangan Lucy, menyadarkan gadis itu dan memutuskan tatapannya kearah permukaan danau. Lucy bahkan berpikir keras, bagaimana suasana yang gelap bisa memantulkan cahaya putih dan kebiruan yang saling bersisian disana, terasa sangat memikat. Gadis itu melangkah mengikuti Natsu.

"Duduk." Natsu melepaskan pegangan tangan mereka, duduk diatas pasir hitam yang berjarak cukup dekat dengan permukaan danau yang terlihat terang. Dari sana, cahaya bulan terlihat lebih indah. Lucy merapikan roknya sebelum duduk dengan hati-hati. Kemudian, dia dibuat terpesona lagi.

Mereka semua diam. Sepertinya Natsu sudah memperhitungkan hari ketika dia mengajak gadis pirang itu kesini, mengingat ribuan bintang menjadi langit terindah yang bahkan tidak pernah Lucy bayangkan.

Natsu menoleh hanya untuk melihat gadis disampingnya tersenyum dengan sangat lembut, sangat manis. Mata Lucy yang menatap takjub bahkan jauh lebih indah dibanding pantulan cahaya bulan yang berkilauan diatas danau yang tenang. Ada rasa hangat mengalir dalam dada Natsu, namun tidak berlangsung lama ketika rasa itu berubah menjadi belati yang lagi menusuknya tanpa ampun.

Dia sangat cantik, dibawah cahaya bulan dan ribuan bintang, dia jutaan kali lebih cantik.

"Terimakasih."

Suara yang lembut itu mengalun merdu, Lucy menoleh dan matanya bertatapan langsung dengan onyx yang tak kalah berkilau, ekspresi Natsu ketika menatapnya tidak mampu Lucy baca, namun Lucy merasa bahagia.

"Terimakasih." Ulang Lucy.

"Untuk apa?"

Gadis itu menggeser duduknya lebih dekat, kakinya dia biarkan bersentuhan langsung dengan pasir hitam yang membentang, terasa dingin. "Terimakasih sudah membawaku ketempat ini. Aku tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata, betapa aku beruntung datang ke tempat ini." Senyum Lucy mengembang, membuat matanya nyaris menghilang, "Terimakasih, Natsu."

Lucy tidak tahu darimana keberanian itu datang, karena setelahnya dia dengan pelan menyandarkan kepalanya pada bahu Natsu, merasakan rasa hangat terus menerus menjalari hatinya. Membuat bunga-bunga yang mekar dalam dada semakin sempurna ketika Lucy merasa ada ribuan kupu-kupu menghampiri, tepat ketika Natsu justru menyandarkan kepalanya diatas kepala Lucy. Jantungnya berdegup senang.

"Apa tempat ini indah?" Tanya Nastu pelan, matanya menatap kearah permukaan danau yang tenang.

"Hm."

"Kau menyukainya?"

Senyum Lucy tidak bisa lepas, "Hm."

"Apa kau mau datang kesini lagi?"

Gadis itu mengangkat kepalanya, mata mereka saling beradu dalam jarak yang sangat dekat.

"Bolehkah?" Tanya Lucy ragu-ragu, namun tidak mampu menyembunyikan ekspresi penuh harapnya.

Natsu tersenyum lembut, senyum yang sangat jarang dia perlihatkan. Sebelah tangannya terangkat untuk menyentuh sisi wajah gadis itu yang kini sudah merona. Mata itu... mata cokelat yang bahkan lebih indah daripada sinar bulan.

Aku membohongi diriku sendiri dengan berusaha menutupi fakta yang berputar-putar disekitarku.

Aku hanya takut terluka, untuk yang kesekian kalinya.

Aku bisa  membuka hatiku kembali untuknya yang selalu tersenyum malu-malu, namun realita selalu merusak harapanku.

Luka ku kembali dia buka, luka ini sangat menyiksa, siapa yang harus bertanggung jawab?

Lucy menutup matanya ketika wajah Natsu semakin mendekat, dia bisa merasakan hembusan napas hangat dari lelaki itu. Tangan Natsu menyentuh sisi wajahnya dengan sangat lembut, untuk sesaat Lucy berharap waktu berhenti.

Aku mencintainya.

Sapuan lembut dibibir membuat dada Lucy terasa akan meledak, ciuman yang sangat lembut, ciuman pertama yang Lucy terima dari seseorang yang selalu menjadi tujuannya. Keduanya memejamkan mata, merasakan semua udara dan cahaya berkilau mengelilingi mereka. Suara hewan malam menjadi latar, cahaya bulan dan ribuan bintang menjadi bukti betapa Natsu sungguh-sungguh mengungkapkan perasaannya.

Aku mencintainya... kemudian terluka karenanya.

Ciuman itu terlepas, dengan pelan Lucy membuka mata dan melihat mata Natsu yang terlihat kosong dan dingin entah bagaimana, ribuan kupu-kupu dan bunga yang mekar sudah lenyap, tergantikan dengan kekosongan dan kegelapan tidak berujung ketika kalimat Natsu menarik Lucy dengan paksa pada realita.

"Kau memenangkan taruhanmu, Lucy."

My WillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang