Ch 18 - Pengakuan

567 76 12
                                    

Natsu benar-benar berada dalam mood yang buruk. Setidaknya dia berpikir bahwa bertemu dengan Lucy akan sedikit memperbaiki emosinya yang memburuk akibat pesan asing yang diterimanya dini hari lalu. Namun, pertemuannya dengan gadis itu justru semakin memperburuk keadaan.

Lagipula, apa-apaan sikap gadis itu tadi? Natsu hanya sekedar bertanya dan dia menjawab seperti wanita jalang yang diusik sisi memalukannya. Natsu tidak pernah menyukai wanita sombong, dan gadis itu sukses menghancurkan hari Natsu.

Lelaki berambut pink itu membanting pintu lokernya setelah mengambil salah satu buku cetak, dia kemudian melangkah dengan raut wajah yang mengatakan "Ganggu aku dan kalian semua mati." Tidak ada yang berani menyapa Natsu, bahkan Annie yang baru saja dilewatinya tahu lebih baik dari pada mengusik seorang Dragneel yang tengah marah.

Nala yang juga dilewatinya dibuat terheran-heran. Nala tahu Natsu seperti sedang menjaga jarak darinya, tapi haruskah pemuda itu melewatinya begitu saja seolah tidak mengenalinya? Rasanya seperti ditusuk jarum tak kasat mata tepat di hati, Nala tidak tahu apa kesalahan yang sudah dia buat, dan Natsu seperti tidak ingin berbicara dengannya. Nala berbalik, menatap punggung Natsu yang perlahan menghilang ke arah koridor utara, dia... seperti sedang dihukum.

.

.

Lucy, sesudah memastikan tidak ada lagi jejak air mata diwajahnya, memutuskan untuk bolos jam pertama. Sekarang dia tengah duduk dikursi kayu yang ada diatap sekolah. Dia memilih berdiam diri disana, menatap awan yang terus bergerak dan tergantikan dengan awan yang lain. Menikmati alunan musik angin yang terus memekakkan telinganya, seolah berbisik bahwa dia gadis paling bodoh di dunia.

Lucy berusaha untuk tidak menangis lagi, sudah lebih dari satu jam dia berada disini, dan itu berarti jam pelajaran pertama akan segera berakhir. Dia seharusnya turun dan menemui Juvia karena gadis itu pasti tengah mengkhawatirkannya, namun kakinya terasa berat hanya untuk melangkah. Lucy masih terus diam sampai dia mendengar pintu dibelakangnya terbuka. Bukankah jam pelajaran masih ada beberapa menit lagi? Siapa yang membolos selain dirinya?

Pertanyaannya terjawab ketika matanya menangkap sosok lelaki tinggi dengan rambut sewarna sekura. Wajah lelaki itu masih sangat jelas terlihat marah. Natsu terdiam, tidak menyangka rencana membolosnya justru membawanya bertemu dengan si pembawa masalah. Mereka saling menatap, Lucy seperti ingin mengatakan sesuatu namun suaranya tertahan di tenggorokan, dia tidak mampu bersuara. Natsu masih diam dan menatap datar gadis pirang yang menampilkan sorot sedih didepannya. Sungguh, Natsu merasa muak, seolah dia yang sudah melakukan kesalahan.

Setelah cukup lama, Natsu memilih berbalik dan berencana meninggalkan tempat itu sebelum sebuah suara menghentikan langkahnya. Lucy memanggilnya dengan suara serak.

"Natsu, tunggu." Lucy berdiri dan melangkah dengan ragu-ragu mendekati Natsu yang tengah membelakanginya. Natsu masih diam menunggu apa yang ingin diucapkan oleh si gadis pirang.

"Natsu, Aku... A-"

"Apa? Jangan buang waktuku." Jawab Natsu datar.

Lucy tertunduk, Natsu benar-benar marah. Namun Lucy tetap berusaha mengeluarkan suaranya meskipun rasanya sulit.

"Maaf." Hanya satu kata itu yang mampu diucapkan Lucy.

Natsu tiba-tiba berbalik, matanya manatap lurus gadis didepannya yang tertunduk tidak berani balas menatap mata kelam yang masih dipenuhi emosi itu.

"Maaf?" Ulangnya, "hanya itu? Baiklah, kau kumaafkan." Natsu kembali berbalik, namun sekali lagi terhenti ketika merasakan sebuah tangan kecil menahan lengan kanannya.

"Kamu... masih marah." Ucap Lucy ragu-ragu, dia benar-benar tidak berani menatap langsung ke mata Natsu.

Sejurus kemudian Lucy merasakan tangannya dihempas dan sekali lagi pada hari itu, tangannya digenggam dengan sangat keras oleh orang yang sama, Lucy sama sekali tidak berusaha melepaskan tangannya yang terasa perih. Gadis itu bisa merasakan Natsu yang menatap kearahnya dengan pandangan menusuk, dia masih menunduk menatap sepatu Natsu.

My WillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang