Berdasarkan kesepakatan, kelompok 4 akan melukis beberapa gambar yang saling berkaitan dan seperti bercerita. Dan juga akan dihiasi dengan kaligrafi Jepang. Kini mereka berada di gudang. Membersihkan papan tulisnya yang diselimuti debu dan menggesernya supaya lebih mudah untuk dijangkau.Miho mulai mengeluarkan kapur warna yang sudah ia bawa dari rumah. Meletakkannya diatas meja. Sebelumnya, mereka menggambarnya dulu diatas kertas sebagai panduan supaya lebih mudah saat menggambarnya di papan tulis nanti. Perpaduan warnanya juga mereka tentukan terlebih dahulu. Hampir satu jam mereka membicarakan itu.
Miho dan Kaho mulai menorehkan kapur yang mereka genggam ke papan tulis. Sesekali mereka melihat kegambar yang ada dikertas dan kembali mengerjakannya. Mungkin terlihat sangatlah mudah. Tapi jika dilakukan itu terasa sangatlah sulit. Apalagi kali ini gambarnya lebih besar dan harus mengira-ngira supaya pas dipapan tulis. Tidak kurang dan tidak sisa. Papan tulis harus terlihat penuh.
Shuhei mendekat ke Miho, berdiri dibelakang Miho lalu mengulurkan tangannya untuk menghapus beberapa bagian yang menurutnya kurang pas.
Shuhei mengambil alih kapur Miho dan membenarkannya. Setelahnya ia menunduk dan matanya bertemu dengan mata Miho yang saat ini tengah menatapnya. Shuhei buru-buru mengalihkan pandangannya dan memberikan kapurnya kembali pada Miho."Kerjakan dengan benar." Ucap Shuhei tanpa memandang Miho.
"Iyaaaaa!" Ucap Miho sembari mencoret-coret pipi Shuhei dengan kapur merah lalu tertawa.
"Ck.. kamu!" Shuhei mengatur nafas dan juga emosinya. Tangannya bergerak ke pipinya. Tapi Miho lebih dulu menyentuh pipinya dan mengusap pipinya dengan lembut. Menghapus kapur yang tadi ia coret-coretkan di pipinya.
"Gomen." Ucap Miho dengan senyuman.
Shuhei tak menanggapinya. Ia hanya terdiam, dengan matanya yang memandang wajah Miho.
"Yoshino. Funatsu-san." Tegur Daisuke.
"Ah, gomenasai." Ucap Miho membungkukkan badannya lalu bergegas melukis lagi.
..
"Minna, gomen na. Aku harus segera ke supermarket." Ucap Miho yang langsung meraih tasnya dan bergegas keluar gudang. Meninggalkan teman-temannya yang masih belum selesai mengerjakan tugas. Baru seperempat bagian yang benar-benar jadi. Tugasnya juga masih dikumpulkan minggu depan. Jadi tak begitu buru-buru.
"Ke supermarket?" Tanya Daisuke.
"Dia kerja part time." Jawab Shuhei.
"Suzuki-kun, gimana kalau kita kerjakan tugasnya hari sabtu atau minggu. Kan kita bisa mengerjakannya dari pagi." Usul Mizuki.
"Hee? Gomen. Bukan aku nggak mau. Tapi.... sabtu dan minggu, aku.... ada urusan penting. Sangat penting. Gomenasai." Ucap Shuhei menatap teman-temannya.
"Ya udah, kita bicarakan ini besok. Saat semua anggota kelompok berkumpul." Ucap Daisuke.
"Jaa.. mata ashita! (Sampai bertemu besok!)" Ucapnya lagi lalu berlalu dari ruangan itu.Kaho dan Mizuki juga mulai meninggalkan ruangan itu. Tapi tidak dengan Shuhei. Ia masih tetap berada ditempat itu. Ia mendekat ke papan tulis. Memandang dengan seksama lukisan yang dibuat Miho. Ia tak menyangka, dibalik kecerewetannya itu, Miho punya bakat yang mengagumkan. Tangannya tiba-tiba menyentuh pipinya yang tadi disentuh oleh Miho.
<==>
Shuhei menutup telinganya dengan bantal dan juga menjauhkan ponselnya. Ia stress mendengar suara dering teleponnya yang tak juga berhenti. Bukan karna rusak, melainkan karna Miho yang terus mengiriminya pesan. Lebih dari 10 kali. Bahkan belum sempat ia membalas pesannya, Miho sudah mengiriminya lagi. Tau begitu, ia tidak akan memaafkan Miho kalau jadinya seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boys.In.Shadow
Teen FictionBoys.In.Shadow, sebuah group idol yang tak pernah menunjukkan wujud asli para membernya. Hanya siluet yang terlihat. Funatsu Miho yang awalnya tak menyukai Boys.In.Shadow perlahan mulai tertarik dan mencari tahu siapa Yoh itu sebenarnya.