4

4.6K 505 41
                                    

Aku masih memejamkan mataku ketika suhu hangat menyebar disekitar tubuhku. ­ah- aku menyukai hangat ini. Aku mencoba mengatur posisi ketika merasakan pipi kananku mulai dingin, membuat agar pipiku kembali menghangat. Namun ketika aku masih mencoba menyembunyikan kepalaku dibalik sweter itu sesuatu menghentikan gerakanku. Bukan sesuatu, melainkan sebuah tawa, sebuah tawa yang seolah-olah mengejekku. Jantungku berdetak cepat, sebuah alarm seolah berbunyi di kepalaku. Alarm yang membuat aku mendongak dan mendapati pria itu menatapku dengan senyum yang tidak bisa ku jelaskan. Shit! Aku sontak mendorong tubuh itu jauh dari tubuhku, membuat pria itu hampir terjungkal jika ia tidak bisa menjaga keseimbangannya.

"A-aku harus pergi" ucapku. Aku berlari kecil meninggalkannya di tempat itu. Tidak, aku tidak punya muka setelah ini untuk bertemu dengannya. Ku percepat lariku ketika mendengar derap langkah mengikuti dibelakangku. Aku tau itu dia, tapi aku tetap berusaha untuk tidak berhenti.

"Cale," dia mendesis kesal. Aku bisa mendengarnya jelas karna kini aku sudah berada di sebuah koridor, aku semakin mempercepat lari-ku ketika melihat sebuah lift. Aku terus menekan tombol turun ketika sampai di depan lift tidak sampai 2 menit pintu lift terbuka, aku melangkah masuk dan menekan tombol agar pintunya tertutup. Tidak! Aku panik menekan tombol itu ketika melihat dia semakin melangkah mendekat. Aku bernafas lega ketika pintu itu mulai tertutup. Namun itu tidak bertahan lama, aku melihat pintu lift kembali terbuka saat sebuah tangan memberikan tanda agar pintu lift tetap terbuka.

Aku lantas mundur, aku tau itu dia. Sudah sangat jelas memang dia. Tapi saat ini aku terjebak, aku tidak bisa pergi kemanapun terlebih aku hanya berada di dalam sebuah kotak yang terbuat dari besi. Sehun muncul dengan tatapan dinginnya, aku sontak merapatkan bibirku. Matanya menatapku seolah berusaha membunuhku dengan pandangannya. Aku membenci situasi ini, tidak aku jadi banyak membenci situasi jika ada dirinya. Jika seperti ini, bagaimana bisa aku bekerja dengannya?

"Lari-mu cepat sekali" ucapnya sedikit terengah-engah. Bahkan aku bisa melihat butiran-butiran keringat membasahi wajahnya. "Kenapa kau disini?"

Dia menatapku bingung, "Eh, bukankah ini satu-satunya cara untuk turun? Apa kau menyuruhku lewat tangga darurat?"

Aku diam, bodoh, bodoh! Kenapa aku harus bertanya seperti itu. Lalu suasana menjadi hening, aku meliriknya, dia berdiri tenang. Seolah tidak terjadi apapun. Aku menarik nafas kemudian menghembuskannya pelan. Tiba-tiba rasa ingin memulai percakapan terlintas di kepalaku. Sekali lagi aku membenci situasi hening seperti ini apalagi ketika bersamanya.

"Berapa lama?" tanyaku. Aku tau dia menoleh, tapi aku mati-matian menahan diri untuk berbalik menoleh menatapnya. "Apa maksudmu?"

"Perjalanan ke Italy, berapa lama? Supaya aku bisa mempersiapkan segala kebutuhanku" jelasku. Sekali lagi aku bisa melihatnya meski samar dia menganggukkan kepalanya. "Kurang lebih 10 hari. Aku akan menandatangani kontrak dengan Rock Coorporation"

Aku mengangguk kemudian kembali mengatupkan bibirku, sudah tidak ada topik lagi yang bisa dibahas. Aku mendongak melihat lift baru turun di lantai 8. Masih butuh beberapa menit untuk sampai ke lantai 1. Ku sandarkan kepala-ku lalu memejamkan mataku tapi aku mengurungkan niatku ketika mendengarnya berdehem. "Soal tad-"

"Lupakan" potongku cepat. Aku tau dia kini menghadapku namun aku memilih meneruskan niatku memejamkan mata. Aku memekik ketika kedua tangannya memegang bahu-ku memaksaku menghadapnya. "Apa yang kau katakan?!"

"Apa?" tanyaku cuek. Dia menggeram.

"Jangan main-main denganku, Cale" Sehun memperkencang cengkramannya di bahuku membuat aku meringis. "Lepaskan aku Oh Sehun, sakit"

Scattered (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang