Aku sudah sampai di restoran ini sejak 30 menit yang lalu. Hanya restoran biasa yang terletak di pinggir jalan, namun cukup ramai di siang hari seperti ini. Aku sedang menunggu seseorang datang. Tapi sepertinya kemungkinan ia datang sangatlah kecil. Tidak mungkin ia mau menemuiku. Tidak mungkin, mengingat kejadian beberapa hari yang lalu di rumah keluarga In.
"Hai." Kudengar sapaan manis itu dan mendongak, mendapati Haeun sudah berdiri di depanku. Ia baru saja datang.
"Hai." Aku bangkit berdiri, kentara sekali gugupnya. "Silahkan duduk." Kupersilahkan dirinya untuk duduk di kursi depanku.
Setelah ia duduk, kami duduk berhadapan dengan suasana penuh kecanggungan.
"Maafkan aku telat. Pasti kau sudah menunggu terlalu lama."
"Ah, tidak juga. Aku cukup bersyukur ternyata kau masih datang ke pertemuan tidak jelas ini. Maafkan Eomma-ku. Ia yang merancang pertemuan ini."
"Tidak, tidak apa. Aku tidak menyalahkan Ny.Yoo. Justru aku memang ingin bertemu denganmu."
Apa aku tidak salah mendengar? Bertemu denganku? Tapi, untuk apa?
"Permisi, sudah mau pesan?" Seorang pelayan menghampiri kami. Sebelum Haeun datang, aku memang sudah melihat-lihat menu. Kupesan pesananku dan Haeun juga memesan. Setelahnya, pelayan itu mengambil buku menu dari kami dan pergi ke arah dapur.
"Oh, aku juga ingin minta maaf atas perbuatanku waktu itu. Kalau ada perkataan yang membuatmu atau Tn. & Ny. Yoo sakit hati, tolong maafkan."
"Jangan khawatir. Itu reaksi yang biasa saja. Semua orang juga akan mengatakan hal seperti itu saat pertama kali mendengarnya."
Dan, ia hanya tersenyum lemah mendengar perkataanku. Oke, kalau aku tidak bisa membalikkan suasana, keadaan ini akan semakin canggung nantinya.
"Ehm, mungkin ada baiknya kita berkenalan satu sama lain? Aku belum memperkenalkan diri waktu itu. Namaku Yoo Kihyun. Aku bekerja sebagai General Manager di salah satu cabang Yoo.Corp."
"Senang berkenalan denganmu, Kihyun-ssi. Namaku In Haeun. Pekerjaanku adalah sebagai guru TK di salah satu sekolah swasta."
"Guru TK? Pasti kau menyukai anak kecil, apa betul?"
"Betul sekali. Tapi bagaimana kau bisa tahu?"
Aku tersenyum bangga. "Hanya kelihatan saja."
Tak lama, pesanan kami berdua datang. Kami mulai menyantapnya dalam diam. Sebenarnya memang etika yang benar adalah untuk tidak berbicara saat makan. Tapi, keadaan ini sudah terlalu canggung jika selalu diam.
"Apa aku boleh tahu berapa umurmu sekarang ini?" tanya Kihyun hati-hati.
"25. Bagaimana denganmu?"
"Aku 28. Itu artinya aku lebih tua darimu."
"Kalau begitu, apa aku harus memanggilmu Oppa?"
DEG! Sial! Apakah normal jika aku merasakan hal ini? Mengapa jantungku berdetak tidak seperti biasanya?
"Haha. Kalau kau merasa nyaman saja baru memanggilku Oppa. Lagipula, sepertinya kita juga akan jarang bertemu, bukan?"
"Loh, memang kenapa?"
"Kita kan punya kerjaan masing-masing. Jadi tidak mungkin kita bisa bertemu setiap hari."
"Tapi kan kita bisa bertemu di rumah."
"Di rumah? Maksudmu?"
Haeun terlihat sedikit tidak nyaman ketika ia ingin menjawabnya. "Ya, maksudku, setelah kita menikah, kita akan tinggal dalam satu rumah, kan? Jadi..."
"Tunggu, kau bilang apa tadi? Menikah?"
"Ya, benar. Menikah."
Aku masih terkejut mendengarnya. "Jadi maksudmu, kau menerima perjodohan ini?"
"Aku lupa memberitahumu. Benar, Kihyun-ssi. Aku ingin bertemu denganmu karena ingin menyampaikan kalau aku menerima perjodohan ini. Aku....mau menikah denganmu."
***
"Sudah sampai." ucapku padanya. Aku memberhentikan mobilku di depan rumahnya. Ia bersiap-siap untuk turun, namun berhenti seketika dan menatapku.
"Mungkin ini akan terdengar menyakitkan, tapi untuk sekarang ini aku menerima perjodohan ini semata-mata karena kedua orangtuaku. Maafkan aku, tapi jujur padamu lebih baik daripada nantinya kita terlanjur salah paham."
"Tenang saja. Aku juga melakukan ini semua demi orang tuaku. Kau tidak perlu khawatir."
Ia tersenyum. "Terima kasih kalau kau mengerti. Aku tidak tahu bagaimana ke depannya, tapi..." ucapannya terhenti dan ia mulai menggigit bibirnya. Kuperhatikan itu menjadi kebiasaannya kalau ia ragu untuk berbicara. "Kita lihat nanti saja bagaimana ke depannya."
"Baiklah." ucapku datar.
"Kalau begitu aku pamit dulu. Terima kasih sudah mengantarku pulang." Ia menutup pintu mobilku dan masuk ke dalan rumah. Setelah ia menghilang di balik pintu, aku mulai menjalankan mobilku lagi.
Aku hanya dapat tersenyum ketir. Memang bodoh kau, Yoo Kihyun. Mustahil seorang In Haeun akan menyetujui perjodohan ini dengan alasan perasaan. Ia tidak mungkin langsung menyukaimu. Ingat, ia sudah punya kekasih, Kihyun.
Oh ya, kekasih. Lantas kalau dia menerima perjodohan ini, bagaimana dengan kekasihnya itu? Apa ia memutuskan hubungannya? Atau ia masih tetap akan menjalin hubungan walaupun ia telah menikah denganku nanti?
Jangan tolol, Kihyun! Kau tidak mungkin mulai jatuh hati padanya, kan? Ia menerima perjodohan ini karena semata demi orang tuanya.
Lalu bagaimana denganku? Apa alasanku untuk menerima perjodohan ini? Tidak ada jawaban yang muncul dari pikiranku. Tapi yang pasti jawabannya bukan lagi demi kedua orang tuaku seperti yang kusebutkan di awal. Jawabannya berubah, mungkin semenjak bertemu langsung dengan Haeun dan mengetahui kalau Haeun itu adalah dia.
TBC~
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling Slowly | Yoo Kihyun (Monsta X)
Fanfiction[COMPLETED] In Haeun "Ajari aku untuk mencintaimu." Yoo Kihyun "Perlahan tapi pasti, aku akan membuatmu mencintaiku." In Haeun (OC) || Yoo Kihyun || Lee Minhyuk Please don't be silent reader 🙏 11.11.2016-22.12.2016