2. Haeun-Selamat Tinggal

2.6K 314 13
                                    

Lagi-lagi aku menghela napas. Entah sudah yang keberapa kalinya aku menghela napas di sini, di taman ini. Sungai yang menjadi objek pemandanganku juga tidak bisa membuatku berhenti meratapi nasibku. Aku sungguh menderita. Rasanya ingin berteriak sampai udara dalam paru-paruku habis, namun tidak bisa. Lagipula tidak akan ada yang dapat mengerti diriku.

Kembali kuingat kejadian kemarin malam, ketika Appa secara tidak diduga mengabarkan kalau aku akan menikah dengan anak dari Tn. & Ny. Yoo. Siapa namanya? Aku tidak begitu ingat. Kalau tidak salah namanya Yoo Kihyun. Ya benar Yoo Kihyun. Aku disuruh menikah dengannya, padahal aku bahkan tidak mencintainya. Bertemu saja tidak pernah dan malam kemarin adalah yang pertama kalinya.

Aku benci bila harus mengingat hal itu lagi. Aku benci harus membayangkan bahwa masa depanku adalah dengan orang lain, bukan Lee Minhyuk. Dan aku benci, bahwa orang tuaku terlibat ini semua, bahkan mereka seakan tidak berdaya untuk menolak perjodohan ini sama sekali. Tentu saja tidak berdaya, karena perusahaan Appa di ambang kebangkrutan. Masa depan perusahaan Appa berarti ada di tanganku. Karena akulah yang akan menentukan, apakah aku akan menjalin kerjasama dengan Yoo.Corp atau tidak, dengan cara menikah dengan Kihyun atau tidak.

Memikirkan semua hal itu membuatku pusing. Aku mengusap keningku perlahan ketika suara itu terdengar di telingaku. Akhirnya ia datang juga.

"Haeun-ah. Maafkan aku datang terlambat. Jalanan sedikit macet. Apa kau sudah lama menungguku?" tanya Minhyuk tanpa henti. Ia masih sedikit mengatur napasnya karena mungkin ia berlari segera setelah turun dari mobilnya menuju ke sini.

"Tidak. Tidak apa-apa, Oppa. Sini duduk." Aku memberi ruang padanya agar dapat duduk di sampingku. Semakin sore, taman ini semakin ramai. Kebanyakan dari mereka datang untuk menikmati angin sepoi-sepoi yang bertiup pada sore hari. Tapi aku tidak dapat menikmati indahnya sore ini.

"Aku mengkhawatirkanmu. Semalam kau tidak mengangkat panggilanku sama sekali. Bahkan kau menonaktifkannya. Lalu pagi tadi kau mengajakku ketemuan. Ada apa, Haeun-ah? Apa sesuatu terjadi di keluargamu?"

Aku bungkam. Aku tidak tahu harus berkata apa. Pikiranku tidak dapat fokus. Aku ingin berkata ini, tapi hatiku ingin berkata itu. Sampai-sampai aku tidak menyadari kalau aku sudah menggigit bibirku dengan begitu keras. Sebentar lagi, aku rasa bibirku akan berdarah.

"Ada yang ingin aku bicarakan." Akhirnya kutemukan suaraku.

"Bicaralah. Aku akan mendengarnya."

Aku sudah bisa merasakan darah terecap di lidahku.

"Kita putus saja ya."

Hatiku berteriak ingin mengatakan, Aku bercanda, Oppa. Aku membohongimu. Aku tidak ingin putus darimu. Ayo kita segera menikah dan tinggal di luar negeri saja karena aku tidak ingin dijodohkan oleh kedua orang tuaku.

Tapi aku tidak bisa berkata seperti itu. Mulutku seakan mengunci hatiku rapat-rapat agar aku tidak bisa mengatakan hal dari hati, dan membiarkan mulutku berbicara seperti apa yang ingin otakku sampaikan. Mulutku membiarkan kepalaku yang bekerja.

"Kenapa? Kenapa kau mau putus denganku?" ucap Minhyuk lirih.

"Karena..."

Pikiranku kembali terngiang akan kejadian tadi malam, setelah keluarga Yoo pulang dari rumahku.

Flashback

Kudengar Eomma mengetuk pintu kamarku perlahan. Aku pura-pura tidak mendengarnya. Kutarik lagi selimutku ke atas sampai menutupi kepala.

"Haeun-ah. Buka pintunya. Eomma ingin bicara padamu."

Aku tidak menggubrisnya.

"Eomma mohon. Sebentar saja."

Falling Slowly | Yoo Kihyun (Monsta X)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang