SLEEPLESS NIGHT

34.1K 2.6K 79
                                    

People say you don't know what you've got until it's gone. Truth is, you knew what you had, you just never thought you'd lose it. So, appreciate what you have before it becomes what you had.

Sayangnya, Sam baru membaca artikel yang memuat itu ketika dia googling tentang bagaimana menangani cara berduka. Blogwalking sucks, seharusnya Sam tak percaya pada Google untuk membantunya. Bukannya Sam terbantu untuk menghilangkan duka, justru dirinya kini malah makin dipenuhi rasa menyesal. Kadang perasaan itu bisa begitu memenuhi dadanya hingga ia kesulitan bernafas karena menahan tangis. Atau seperti sekarang, kembali membuatnya terjaga sepanjang malam.

Sam menyalakan lampu utama kamarnya lalu berjalan ke arah tumpukan buku, memutuskan untuk membaca bahan praktikum Sains yang akan datang. Entah kenapa fokus menyerap materi-materi pelajaran dapat membuatnya lebih tenang, dan untuk saat ini Sam sedikit berharap jika tulisan-tulisan Biologi itu membuat matanya mengantuk. Satu menit, dua menit, tiga menit, mata Sam melihat ke arah jam yang masih juga menunjukkan pukul dua pagi-hanya jarum panjangnya yang bergerak sedikit. Dengan frustasi ia meletakkan kepalanya di atas buku, terus bertanya pada dirinya apakah kini belajar tak mampu lagi mengalihkan pikirannya?

Mungkin ia butuh minuman hangat untuk mengembalikan fokus. Segelas susu atau teh, apa saja yang penting Sam bisa kembali belajar. Pelan, dia membuka pintu. Ia berjalan ke dapur, menyalakan kompor untuk memanaskan susu yang ada di dalam kulkas. Sampai akhirnya tepat ketika Sam selesai menuang minumannya dalam gelas, ia dikagetkan oleh ibu yang berdiri di hadapannya.

"Nggak bisa tidur lagi?"

"Banyak tugas."

Ibu mengikuti langkah Sam kembali ke kamarnya, beliau masuk lalu duduk di tepi tempat tidur. Sam yang kembali mencoba membaca bahan praktikum berusaha keras untuk fokus, tapi tetap saja otaknya tak bekerjasama. Rekor baru dalam dunia Sam. Setelah Jumat tadi ia berdandan untuk Arav, saling menyapa, kini ia menemukan jika belajar tak lagi mempan untuk menenangkan dirinya. Gelas susu Sam tinggal setengah saat akhirnya dia menyerah dan beranjak dari meja belajar, duduk di samping ibu yang sejak tadi duduk diam memandanginya.

"Sam mau tidur."

"Tidur aja, ibu temani."

Biasanya Sam akan mengelak, tapi kali ini ia menurut. Ibu sudah kembali dari mematikan lampu, ikut berbaring di sampingnya sambil mengusap kepalanya lembut. "Maaf ibu nggak menepati janji jemput kamu waktu itu."

"Nggak masalah."

Kemudian kesunyian yang hanya diisi suara detak jam menyelimuti ruangan. Sam menarik selimutnya, mencoba memejamkan mata. "Bu?"

"Ya?"

"Sam mau tanya sesuatu." Sam membalikkan tubuh, dalam gelap ia berusaha menatap mata ibu sambil bertanya, "aneh nggak ya, kalau Sam masih merasa Lilly ada disini?"

"Selama belum ada yang menemukan pesawat itu harapan itu memang masih ada," kata ibu dengan suara lembut, berusaha menenangkan. "Kamu berdoa aja biar pesawatnya cepat ditemukan."

"Gimana kalau ternyata berita itu membawa berita yang lebih buruk?"

"So, you have to prepare for the worst."

Membayangkan jika penemuan pesawat itu membawa berita jika Lilly tidak bisa kembali bersekolah lagi, tak bisa menjadi temannya lagi membuat tenggorokannya tercekat. "She's only seventeen," kata Sam lirih.

"I know."

"Aku nggak sedih karena kehilangan teman, Bu-kalau sampai misalnya memang itu yang akan terjadi. Aku sedih karena Lilly punya cita-cita yang belum kesampaian." Walaupun perasaannya sedang berkecamuk, tapi Sam mampu untuk membuat suaranya tetap tenang. Ia tak ingin menangis di depan ibu. Percakapan ini ada karena ia ingin ibu tidak khawatir, bukan sebaliknya. "Dia pernah bilang kalau suatu hari kepingin ajak Sam ke rumah keluarganya di Copenhagen. Juga kepingin mutusin Karev karena cowok itu posesif. Dapat nilai A di kelas Bahasa Perancis. Dan melihat Sam akhirnya sukses gantiin ayah di perusahaan."

"She actually said that?"

"She was. Setelah kerja keras dan pengorbanan yang Sam lakuin, dia pengen jadi saksi kalau semua itu membuahkan hasil." Lalu Sam menambahkan, "yah, walaupun waktu itu ngomongnya agak sinis karena aku nggak bisa datang ke acara ulang tahun kakaknya."

"Do you miss her?"

"What kind of question is that, Bu? Of course, I do. I miss her a lot, actually."

"Thank you for sharing this to me, Samara." Ibu mencium pipi Sam kemudian mengusapnya sayang.

"Ayah bilang kalau ibu khawatir, jadi aku cerita. But I'm fine, ibu nggak perlu punya perasaan itu lagi."

"Kamu anak ibu satu-satunya Sam. Ibu akan selalu khawatir, apalagi kamu sekarang mulai renang pagi-pagi lagi."

"Sam renang untuk olah raga, Bu," Sam berusaha berkilah.

"Jangan bohong sama Ibu, Sam. Sampai sekarang ibu juga melakukan hal yang sama kalau sedang penat, banyak pikiran, dan muncul hal-hal yang membuat ibu sedih." Kini Sam telah berbalik memunggungi ibu. Ia bisa merasakan pipinya perlahan basah ketika ibu mengatakan, "mengaku kalau sedang kesulitan dan punya masalah bukan tanda kalau kamu lemah, Samara. You can try to be perfect, but you will never be one, but that's okay. That's life."

Menyudahi tangisnya, Sam memejamkan mata, berusaha tidur. Dengan ibu yang memeluknya sambil terus mengusap kepalanya, beberapa menit kemudian Sam terlelap. Dan malam itu adalah tidurnya yang paling nyenyak sejak Lilly hilang.

___________

Mengedit part ini kebetulan di Yogyakarta lagi mendung sekali, jadi feel sedih sedihnya dapet banget *yha apaan, Li. BTW, jangan malu-malu untuk vote dong, komen-komen juga biar rame ceritanya. Sampai ketemu hari Jumat di part yang semoga lebih happy ya!

After You've Gone [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang