Dibalik orang yang selalu tersenyum, selalu menyebarkan aura positif, biasanya ada sebongkah kesedihan yang dia simpan rapat-rapat. Kesedihan yang hanya diketahui orang terdekat, atau bisa jadi hanya dia bagi pada dirinya sendiri. Konsep klise yang berulang kali Sam dapatkan dari internet, obrolan dengan Lilly, bahkan hanya sekedar curi dengar ketika manicure itu tiba-tiba memenuhi kepalanya.
Turun dari mobil, bukannya Sam diantar menuju ke tempat hura-hura, dia malah diajak masuk ke dalam rumah oleh Mbak Nita yang memperkenalkan diri sebagai asisten pribadi Kai di rumah. Setelah naik tangga, langkah Sam terhenti sejenak ketika Mbak Nita membuka pintu kayu yang terlihat kokoh ini. Untuk beberapa saat Sam berdiri di ambang pintu disuguhi pemandangan rambut ikal Kai yang panjangnya hampir menyentuh bahu sebelum akhirnya cowok itu menoleh dengan cengirannya yang khas. Cengiran menyebalkan yang beberapa waktu belakangan jadi santapan Sam sehari-hari karena Kai selalu saja mengekor kemana-mana.
"You made it!" Katanya lalu menyuruh Sam masuk dengan gestur tangan. "Gue kira lo nggak bakal datang, makanya gue udah siap tidur begini."
Bukan setelah piama bermotif garis-garis yang mendapat perhatian lebih dari Sam, tapi kacamata yang bertengger di hidung cowok itu. Kini mata abu-abu yang menjadi trademark seorang Kai Asthabrata hilang digantikan dengan mata cokelat tua khas orang Asia yang dibingkai dengan frame kacamata berwarna hitam. He looks like a total nerd. But a cute one.
Oh, what the heck.
Ada apa dengan Sam hari ini hingga ia melunak seperti ini? Memperbolehkan Arav mengantarnya itu satu hal yang patut disyukuri. Menyenangkan ibu dengan menjadi anak patuh ketika belanja adalah kewajiban yang tertunda. Tapi memperbolehkan dirinya mengamini label cute untuk Kai yang telah disematkan anak-anak Byron sejak dulu adalah hal yang sepertinya perlu dibinasakan.
"Gue tahu lo pasti nggak bakal suka dengan suasana ramai di luar, makanya gue suruh Mbak Nita buat giring lo kesini." Kai mengambil remote Nintendo, menyodorkannya pada Sam dengan santai sambil mengatakan, "temenin gue main tenis, yuk. Lo bisa, kan?"
Sam sudah sampai beli vintage dress demi menghormati tema 60-an pool party ini, membawa swimsuit, tapi kini ia malah disuruh menemani main tenis? "Gue datang kesini buat menghadiri pool party lo. Bukan nemenin main tenis."
"Oh, tadi lo dateng langsung kesini? Belum lihat party-nya?" Lalu dengan cekatan ia menyuruh Mbak Nita untuk, "Tolong anterin Sam lihat-lihat suasana di kolam renang dulu. Apa maunya dia, turutin aja."
Mendengar suruhan itu Sam langsung mengernyitkan dahi, "kenapa bukan lo aja?"
"Anak-anak di luar pakaiannya rapi banget kayak lo begitu. Nggak enak gue keluar udah pakai baju beginian," kata Kai sambil mengangkat kedua bahunya.
Malas berdebat, Sam akhirnya mengikuti Mbak Nita berjalan menyusuri rumah bergaya Spanyol yang tak sedikitpun tampak norak ini menuju ke kolam renang. Kai pun tadi tampaknya juga sudah menutup kemungkinan bagi Sam untuk bertanya alasan apa dibalik semua hal yang tampak aneh ini karena langsung asyik kembali mengayunkan tangan, bermain tenis lewat game konsol.
Setelah melewati lorong taman yang dihiasi dengan tanaman rambat, kini Sam bisa melihat jelas suasana pool party yang diadakan Kai. Ukuran kolam renang di rumah ibu yang bisa Sam arungi dalam dua kali ambil nafas jelas kalah jika dibanding dengan yang ada di depannya. Sepengelihatan Sam, tak ada dekorasi khusus seperti yang ia kira bakal memenuhi setiap sudut tempat ini. Yang ada hanya jejeran meja yang menyediakan makanan dan minuman. Jadi, boleh dibilang pesta ini sederhana, tak semewah yang Sam bayangkan. Namun tanpa banyak pernak-pernik pesta saja, pool party ini begitu semarak. Kolam berukuran olympic itu dipenuhi oleh manusia, baik yang sedang asyik bermain lempar bola atau bersantai di atas ban berbentuk angsa dan semacamnya sambil menikmati minuman. Jacuzzi dipilih oleh beberapa pasangan untuk bersantai. Ada juga yang lebih memilih untuk menggoyangkan badan sesuai dengan ritme lagu She Loves You milik The Beatles yang sedang diputar.
Sesekali mata Sam mengenali anak-anak Byron yang datang, tapi banyak juga yang terlihat asing. Jangan salah, Sam memang tak banyak punya teman di sekolah, tapi memorinya sangat tajam dalam mengingat wajah seseorang walaupun tak kenal nama. Hal ini lumayan membantu ketika ia berpapasan dengan anak Byron yang cukup ramah hingga menyapanya seperti sekarang ini.
"Samara!" Kata si cewek yang sudah jelas punya darah Kaukasia dengan wajah pucat yang kini terlihat kemerahan, warna mata biru terang, dan freckless bertaburan di sekitar area hidung itu. "You don't know me, don't you?"
Untungnya pertanyaan itu dibungkus oleh nada sindiran yang friendly. Jadi, Sam pun berusaha untuk menunjukkan sebentuk senyum samar ketika menjawab, "Nope. But we're definitely in the same English class."
Cewek itu tertawa saja mendengar jawaban Sam, mengatakan, "Love your dress! And have fun, Sam!" lalu pergi begitu saja dengan dua gelas tinggi berisi minuman di tangannya.
Setelah hampir lima belas menit berkeliling, Sam bisa ambil kesimpulan jika pool party ini cocok dengan cerita-cerita yang diberikan Lilly dulu. Meriah, bertabur orang-orang penting (Sam tak tahu pasti siapa wajah-wajah asing itu, tapi tentu saja mereka datang dari kalangan elit juga, kan? Kalau nggak, mana mungkin bisa kenal dengan Kai.), dan absennya sang pemilik hajatan ini.
Boro-boro mengobrol, menemukan Kai adalah hal yang sangat sulit dilakukan. Kalau pun Kai menunjukkan batang hidungnya, ia juga hanya menyapa sekedarnya, tak terlalu jauh larut dalam pembicaraan. "Entah karena party-nya dia selalu rame atau tingkat kesadaran gue yang selalu rendah, selama dua tahun ini gue nggak pernah absen ke party-nya Kai, baru dua kali gue bertemu langsung dan saling sapa sama dia."
Waktu itu cerita Lilly tadi tak terlalu menarik untuk Sam. Tapi sekarang, remah-remah informasi itu yang membuatnya jadi yakin jika sebenarnya Kai tak se-easy going, suka party, seperti yang selama ini dilabelkan padanya. Ia juga punya sebongkah cerita yang disimpan seperti orang-orang pada konsep klise tadi. Dan seperti biasanya, kecurigaan Lilly pada anak yang selalu ramah tapi dalam waktu bersamaan juga menjaga jarak ini mungkin akan benar. Ada sebuah kisah yang ada dibalik diri Kai si biang pesta. Walaupun tadinya tak ingin memupuk rasa ingin tahunya, tapi ketika Sam kembali ke ruang multimedia, duduk sambil mengamati Kai yang sudah sedikit berkeringat karena permainan tenisnya jadi ikut bertanya: sebenarnya apa yang disembunyikan Kai dibalik cengiran menyebalkannya itu?
__________
Maafkan update yang terlambat dua jam tiga puluh menit dari hari Jumat ini, teman-teman pembaca! Aku benar-benar nggak punya ide, mampet semampet-mampetnya, jadi seharian tadi malah plesiran. Nggak kuat lagi duduk di depan laptop.
Jam sebelas malam tadi sebenarnya udah pulang, tapi tadi nyempetin bersihin muka lah, liat timeline Twitter yang lagi bahas MAMA lah, keasyikan sampai sempet nge-tweet tentang EXO pula jadinya makin telat deh. Maaf ya, maaf sekali. *sembah sujud*
Untungnya setelah drama kehidupan 212 ini, aku bisa mengakhirinya dengan damai, dengan posting bagian yang semoga bisa bikin kalian nggak malu-malu buat vote yah, biar nggak kalah sama jumlah views-nya *perhitungan amat sih, Li.
Anyway, semoga kalian menimati bagian yang kugarap secepat kilat ini, ya. Komen-komennya ditunggu! Dan aku janji nggak akan update tuelat buanget kayak gini lagi *wink*
KAMU SEDANG MEMBACA
After You've Gone [Sudah Terbit]
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] After You've Gone "Karena kamu hidupku jadi berwarna" oleh Ardelia Karisa _______________ Jika dianalogikan, kehidupan Sam itu mirip dengan masakan barat yang berbumbu minimalis. Tapi, tidak lagi setelah satu orang paling b...