Pagi itu Sam bangun dengan mood yang luar biasa jelek. Belum pernah ia merasakan seperti ini sejak pagi ketika tahu Lilly hilang. Dan untuk pertama kali dalam hidupnya, Sam ingin membolos sekolah saja. Ia nggak mau bertemu dengan orang-orang, terjebak dalam keramaian yang akan membuatnya makin pusing, apalagi dia ingat jika hari ini ada pelajaran civic-semacam PKn dan IPS dijadikan satu, semacam dua hal yang paling tidak disukai Sam bersatu untuk membuat rasa malasnya makin bertambah.
Namun tentu saja, Sam tetap turun ke ruang makan dengan rapi mengenakan seragam sekolah. Rasa malas yang masih juga membuatnya ingin minta ijin ibu untuk membolos satu kali saja itu masih ada. Dan Sam tahu ibunya justru akan senang mendengar jika dirinya ingin melepaskan kewajiban untuk muncul di sekolah dan belajar. Ia bisa mendengar ibu mengatakan, "Yakin kamu mau bolos? Kalau ibu sih, senang-senang aja. Sejak dulu kamu paling rewel kalau nggak sekolah, bahkan sakit pun dibela-belain masuk. Yakin betah di rumah seharian?"
Yah, hal-hal semacam itu, lah.
"Pagi, Samara," sapa ibu yang sudah duduk dengan semangkuk oatmeal di depannya itu. Beliau masih sibuk dengan tablet-entah mengurusi apa, hingga sarapannya belum tersentuh.
"Pagi, Bu." Sam duduk di sisi meja makan lainnya, mengambil roti gandum dan mengoleskan selai blueberry di permukaannya. Bahkan sarapan hari ini tidak ada yang spesial. Ia ingin minta si mbak untuk membuatkan telur mata sapi dan bacon-makanan yang hampir selalu menjadi favoritnya di kala sedang PMS yang menyebabakan mood swing, tapi terlalu malas untuk bicara.
"Gimana semalam date-nya? Ibu tadinya mau telepon, nggak sabar mau dengar cerita first date ala Samara. Tapi takut dimarahi kamu."
Dengan susah payah Sam berusaha menelan sarapannya. Ia sedikit berharap jika pertanyaan itu dilontarkan ibu lebih awal, jadi dia ada alasan untuk tidak menjawab dengan segera karena sedang mengunyah.
Ia bisa melihat ibu memandangnya dengan sangat antusias. Seperti dirinya semalam sebelum Kai muncul kemudian tak beberapa lama setelahnya diikuti oleh Arav. Antusias. Kencan pertama seharusnya kan menyenangkan. Walaupun diselimuti oleh rasa gugup tapi menyenangkan.
"Fine," jawab Sam singkat.
Mendengar itu jelas ibu langsung memandangnya sebal dan berkata, "First date bareng cowok yang kamu suka itu harusnya lebih dari fine, Sam. Come on, masa kamu nggak mau cerita sama ibu?"
"Memang nggak ada yang bisa diceritain."
"Kamu memangnya kemana semalam?"
"Restoran Chinese food kesukaannya Arav."
"Cocok dong sama kamu yang suka makanan Chinese. Makanannya nggak enak?"
Sam berusaha mengingat makanan yang dipesannya semalam dan berakhir tak mengingat betul bagaimana rasanya. "Enak," yah, setidaknya dia nggak menambah dosa dengan memberikan reputasi jelek pada restoran itu.
"Arav telat ya, jemput kamu?"
Telat? Dia lima belas menit lebih awal datang dan sekarang Sam berharap jika waktu bisa diputar kembali, mending Arav telat aja sekalian. Jadi biar dia bisa mengusir Kai terlebih dahulu, atau meladeni apapun yang diinginkan si tengil menyebalkan itu tanpa harus Arav melihatnya.
"Cowok telat emang nyebelin sih," kata ibu menyimpulkan ketika Sam tak juga menjawab.
"Nggak, Arav justru datang lebih awal."
Masih juga belum menyerah, ibu kembali bermain tebak-tebakan untuk mengorek cerita 'Kencan Pertama Samara' semalam. "Dia garing? Nggak seru? Ya, kelihatan sih, waktu itu. Ibu juga bilang apa, mending yang pernah ke rumah. Cocok buat ngimbangin kamu yang diem begini."
KAMU SEDANG MEMBACA
After You've Gone [Sudah Terbit]
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] After You've Gone "Karena kamu hidupku jadi berwarna" oleh Ardelia Karisa _______________ Jika dianalogikan, kehidupan Sam itu mirip dengan masakan barat yang berbumbu minimalis. Tapi, tidak lagi setelah satu orang paling b...