POOL PARTY | Part 2

26.4K 1.8K 33
                                    

Lima belas menit sudah Sam duduk di sofa berwarna cokelat ini, memperhatikan bagaimana Kai begitu lihai bermain tenis lewat Nintendo-nya. Lima belas menit yang diisi Sam dengan memandangi cowok yang punya tinggi sedang itu dari samping sambil mengais informasi tentang Kai yang bisa ia ingat dari cerita Lilly dulu.

Walaupun punya wajah yang lumayan, Kai tak pernah punya berita percintaan dengan cewek-cewek Byron. Maksud Sam yang beneran pacaran sampai diperlihatkan ke publik. Kalau sekedar kabar burung jika Kai sedang dekat dengan si A atau B sih, sering. Itu pun kalau dulu kata Lilly kebanyakan pihak cewek yang salah menangkap keramahan Kai.

Tapi kesalahan itu tak sepatutnya dilimpahkan seluruhnya pada pihak cewek juga. Contohnya sekarang. Sam duduk di ruang yang sama dengan Kai, berdua saja. Bentuk-bentuk keramahan ini bisa saja disalahartikan sebagai tanda jika Kai punya perasaan lebih pada lawan jenisnya. Ditambah lagi-entah Sam yang terlalu anti sosial, atau memang tebakannya benar, jika sepertinya tak ada anak Byron yang tahu jika mata abu-abu Kai sebenarnya hanya warna lensa kontak saja. Wajah Kai memang tak terlalu Asia sekali, sih, mungkin itu kenapa tak banyak yang tahu tentang itu.

Tapi sejujurnya, dengan kacamata seperti ini, Kai jadi punya aura yang berbeda dari biasanya. Dia terlihat lebih serius, lebih dewasa, dan makin kuat kesan darah biru Asthabrata-nya. Atau mungkin itu juga karena dia masih saja serius dengan permainan tenisnya saja.

Sam melirik ke arah pergelangan tangannya, memastikan waktu yang telah ia habiskan untuk hal yang tak penting ini. Sebenarnya Sam tak mau terlihat seniat sampai bawa bathing suit segala. Tapi tadi sore ternyata ibu sudah memesankan, jadi mau tak mau dia harus membawanya walaupun dari awal Sam hanya berniat untuk sekedar setor muka lalu pulang. Ada Lilly saja kecil kemungkinan jika Sam mau ikut berlama-lama menghadiri acara seperti ini, apalagi datang sendiri?

"I'm gonna take off."

Belum sempat Sam beranjak dari duduknya, cowok itu langsung berhenti bermain, merespon kalimat tadi dengan, "Wait, wait, wait! Lo nggak kasihan sama gue yang sendirian disini?"

"Disana ada puluhan orang yang bisa lo ajak duduk disini." Yang siap menemani aktivitas Kai bermain tenis tanpa mengeluh, Sam yakin itu. Dari lusinan cewek yang ada di luar, kenapa justru dirinya yang dipilih?

"They're not fun. You fun."

Tapi Sam sudah membulatkan tekadnya untuk pulang. Keinginannya untuk mencari tahu kenapa Kai memilih mengurung diri disini daripada menikmati pestanya memang masih ada. Tapi mengetahui alasan itu tak akan memberikan keuntungan apapun untuknya, kan? Mending dia pulang, menulis pengalaman ini pada buku hariannya.

"I'm going."

"No, please."

Dengan sedikit lancang, Kai menarik tangan Sam yang sudah berbalik hendak berjalan menuju pintu. Jelas saja hal itu membuat Sam sedikit terkejut, matanya langsung menatap tangan Kai yang menggengam pergelangan tangannya dengan tajam sambil berkata, "Don't touch me."

"Sorry," Kai melepaskan tangan Sam lalu tersenyum samar terlihat tak enak. "But please, stay. Let's play tennis, you can borrow my mom's clothes if you don't feel comfortable wearing that dress."

Comfortable? Yang membuat Sam tak merasa nyaman dan aneh dalam waktu yang bersamaan adalah perlakuan Kai pada dirinya. Dia jadi benar-benar ingin tahu saja motif apa yang ada dibalik pendekatan yang terasa tiba-tiba ini. Makanya, setelah itu Sam akhirnya memutuskan untuk bertanya, "Why the hell are you here?"

"Ha?"

"Pesta lo ada di kolam renang, kenapa lo disini?"

Kai menggaruk kepalanya, menampakkan wajah santai ketika beralasan, "Terlalu ramai, lo tadi udah buktiin sendiri, kan? Gue nggak terlalu suka aja."

"Kalau memang lo terganggu, kenapa harus mengadakan acara-acara seperti ini?"

"Seperti yang lo bisa lihat, rumah gue besarnya naudzubile begini, yang nempatin cuma gue," katanya tanpa terdengar sama sekali sombong. "Jadi alasan kenapa gue ngadain party biar makhluk-makhluk lain-you know, nggak merasa kalau rumah ini bisa jadi milik mereka."

Sam mengernyitkan dahinya, kedua alisnya bertaut, senyum miring mengejeknya juga muncul ketika mendengar alasan bodoh itu keluar dari bibir Kai. "You know you sound stupid aren't you?"

"Beneran! Gue serius!" Kai menampakkan wajah sedikit tersinggung yang membuat Sam jadi agak percaya jika cowok itu memang tipikal yang paranoid dengan hal-hal mistis seperti yang disebutkannya tadi. "Biasanya jam sebelas gue akan pergi ke kamar dan keramaian di bawah bakal bikin gue lebih nyaman untuk tidur. Gue jadi ngerasa nggak sendirian dan kalau nanti ada sesuatu yang tiba-tiba muncul dari lemari atau kolong tempat tidur, gue bisa lari ke mereka atau mungkin teriak."

Penjelasan panjang lebar yang disertai raut wajah serius tadi tetap membuat Kai tampak bodoh di mata Sam. Tak ada yang masuk akal dari kalimat panjang itu. Tak ada yang bisa mengusir rasa ragu dari diri Sam. Untuk menuntaskan rasa ingin tahunya, lagi-lagi Sam bertanya, "Lo sebenarnya mau apa sih, Kai?"

Wajah Kai semringah mendengar pertanyaan yang seharusnya tak mengundang ekspresi tersebut. Dengan mata berbinar seperti kebanyakan anak-anak ketika mendapatkan permen, ia berkata, "You called me by my name! Gue nggak tahu kalau dipanggil nama aja bisa bikin senang begini."

Nggak penting sekali. Menangkap jika Kai akan membelokkan pembicaraan, Sam langsung berbalik, mengucap selamat malam, lalu berjalan menuju ke pintu. Tapi baru tiga langkah, Sam kembali mendengar suara Kai yang kali ini mengatakan, "Mama gue ada di pesawat yang sama dengan Lilly." Mendengar itu, seketika Sam berbalik untuk melihat ekspresi Kai. Namun, tak ada kesedihan seperti yang biasanya akan muncul ketika sebuah berita buruk disampaikan. Wajah cowok itu datar, bahkan ia kini malah tersenyum sambil berkata, "Nggak ada yang tahu selain lo, dan sebenarnya gue nggak mau kasih tahu ini karena yah, nggak penting, kan? Tapi lo memaksa."

Mengerti bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang cukup penting tanpa kejelasan selama beberapa minggu belakangan ini, hati Sam jadi cukup tersentuh. "I'm sorry about your mom."

"Kita belum tahu keadaan pastinya, let's stay positive." Lalu ia mengambil remote Nintendo dari meja, menyodorkannya pada Sam, "So, you wanna play tennis, bowling, or boxing?"

"Gue mau pulang."

Walaupun fakta tadi cukup mengejutkan dan membuat Sam tersentuh, tapi tak berarti dirinya setuju menemani cowok itu menghabiskan malam. Sam punya banyak cerita untuk Lilly, jadi ia harus segera pulang. Lagipula, Sam juga tak yakin jika fakta bahwa mereka sama-sama sedang menanti kabar tak pasti akan membuatnya nyaman berbicara tentang perasaannya pada Kai.

After You've Gone [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang