Chapter 2

2.4K 95 2
                                    

Sudah seminggu sejak ospek berakhir dan perkuliahan juga sudah berlangsung seperti bagaimana seharusnya. Setiap hari Rossah semangat mengikuti perkuliahannya, walaupun masih belum memiliki teman. Ow, kecuali Kevin. Di dalam kelas, Kevin selalu duduk di bangku paling belakang dan tidur. Dia tidak semangat kuliah, tetapi setelah jam istirahat dia adalah manusia paling bersemangat di muka bumi ini, setidaknya itulah yang dirasakan Rossah terhadap makhluk konyol itu.

Anak-anak perempuan di kelasnya sudah memiliki grup masing-masing. Tapi tidak ada satupun yang mengajak Rossah bergabung. Rossah juga tidak cukup keberanian untuk menggabungkan diri dengan mereka. Atau karena gengsinya terlalu tinggi untuk duluan memperkenalkan diri. Tak heran, dia tidak pernah bergaul sebelumnya. Rossah belum pernah merasakan masa remaja bersama teman-teman perempuan lainnya, bergosip, shopping, ngopi bareng, nginap di rumah teman, piknik. Dia selalu sendiri dengan para pengawalnya di samping. Tapi kali ini beda, tidak ada pengawal, tidak ada kakak yang menelepon tiap jam, dia bebas. Yang tidak berubah hanya kesendiriannya.

Bapak Dosen sudah hampir menyelesaikan materi perkuliahannya dan memberikan tugas kelompok kepada mereka untuk di kumpulkan sebelum ujian tengah semester dua bulan lagi. Rossah mendadak panik karena dia belum ada kelompok untuk mengerjakan tugas. Dia melirik kiri dan kanan mencari-cari dengan siapa dia kira-kira dia bisa bergabung. Detik berikutnya Kevin berjongkong di sampingnya.

"Kita satu kelompok yah." katanya.

Rossah yang tadinya panik mendadak lega. Walau dia sebenarnya tidak ingin berkelompok dengan Kevin, tapi setidaknya kini dia punya kriteria untuk mengerjakan tugasnya.

"Baiklah." kata Rossah berlagak terpaksa.

"Ntar jam istirahat kita langsung ke perpustakaan sebelum keduluan yang lain." Usulnya sambil berbisik, masih berjongkok di samping Rossah. Gadis itu mengangguk.

Sesaat Bapak Dosen keluar dari ruang kelas, Kevin dengan sigap menarik tangan Rossah dan meleset ke luar dari kelas dan lari menuju ke Perpustakaan. Rossah hanya punya waktu nol koma nol nol satu detik untuk meraih tasnya dan kemudian terbang di tarik Kevin. Laki-laki itu tidak peduli kalau Rossah sudah ngos ngosan sesampai di perpustakaan yang lumayan besar itu. Kevin mencari dengan serius rak demi rak, buku yang kira-kira di perlukan di berikannya pada Rossah. Hampir seluruh rak tentang desain interior sudah di jamah Kevin dan buku yang di angkat Rossah sudah menutupi dagu nya.

"Aku gak sanggup angkat lagi, Kev." kata Rossah keberatan

"Ini yang terakhir. Sini aku yang angkat." Kata Kevin meletakkan buku terakhir yang sukses mencapai hidung Rossah kemudian mengangkat semua buku itu darinya. Dia menuntun Rossah ke meja panjang dan meletakkan tumpukan buku itu kemudian duduk. Dia menarik kursi di sampingnya untuk mempersilahkan Rossah duduk.

"Untung kita duluan, lihat sekarang mereka kebingungan mencari buku."Kata Kevin sambil menunjuk beberapa orang dari kelasnya yang tampak kebingungan lalu tertawa senang.

"Ya.. ya.. untung ada kamu." Puji Rossah dengan nada cuek sambil mengambil salah satu buku di depan mereka yang setinggi monas.

Selama jam istirahat, mereka membahas dengan serius tugas dan bahan yang akan mereka ambil. Rossah mencatat dan menggambar di buku catatannya, sedangkan Kevin dengan pintarnya memfoto bahan-bahan di buku dengan kamera handphone androidnya. Dia baru sadar kalau Rossah mencatat bahan itu di buku ketika Kevin sudah selesai mendapatkan bahan-bahan yang diperlukan.

"Ross, kamu punya handphone gak?" Tanyanya

"Punya. Kenapa?" Kata Rossa masih melanjutkan kesibukannya mencatat.

"Lihat. Aku memfotonya di handphone." Kata Kevin sambil memperlihatkan galeri di handphonenya. Sekejap Rossah merasa malu dan meletakkan pulpen lalu menutup buku catatannya. Kevin meraih bahan buku di depan Rossah kemudian kembali memfoto bahan yang dirasanya penting.

"Sini Handphone mu, biar aku bluetooth-kan." Kata kevin. Rossah mengambil handphone dari dalam tas dan memberikannya pada Kevin.

"Wow. Iphone enam plus. Kamu ternyata kaya yah, tapi sayang kamu tidak tahu cara memanfaatkannya." ejek Kevin sambil tersenyum.

"Diam." Rossah merajuk dan mengambil kembali iphonenya.

"Aku tidak bisa membluetooth-nya. Terpaksa aku mengirimnya melalui whatsapp saja." Kata kevin sambil membuka aplikasi whatsapp di handphone androidnya.

"Aplikasi apa?" tanya Rossah dan Kevin kemudian takjub tidak percaya.

"Whatsapp." kata Kevin lagi "Kamu tidak punya?"

"Entahlah." Kata Rossah bingung kemudian di berikan Iphonenya lagi pada Kevin. 

Kevin hanya bisa tertawa dalam hati, dia bingung gadis ini entah datang dari jaman apa? Dia menduga selama ini Rossah koma bertahun-tahun dan baru sadar. Orang yang bisa membeli Iphone enam plus pasti ekonominya sudah di atas standart. Tapi orang kaya kok gaptek yah?

Kevin mendownload aplikasi whatsapp kemudian mendaftarkan nomor handphonenya dan mengirim bahan yang di fotonya ke whatsapp Rossah.

"Nah, selesai. Sekarang bahannya sudah ada di galeri mu." Kata kevin sambil mengembalikan Iphone pada Rossah.

"Thanks." kata Rossah singkat dan langsung menyimpan iphonenya ke dalam tas. Dia masih malu untuk mengakui kegaptekan nya. Dia tahu Kevin pasti menertawainya dalam hati. Wajar saja dia tidak tahu aplikasi-aplikasi seperti itu karena biasanya dia hanya tinggal menelepon ke kakaknya atau mengirim pesan dan foto melalui imessage.

Kevin bangkit dan mengembalikan semua buku itu kedalam rak. Rossah tidak membantu dan langsung pergi meninggalkannya. Dia ingin menjauh dari Kevin, masih malu pada kejadian barusan. Sesampai di kantin, Rossah hanya membeli dua potong roti isi keju dan coklat kemudian duduk dipojok.

"Thanks." seseorang tiba-tiba datang dan mengambil sepotong roti yang di meja kemudian duduk di depannya.

"Itu bukan untukmu."Seru Rossah tersinggung

"oh, maaf. Akan ku ganti nanti." Kata kevin sambil menggigit potongan pertama roti coklat itu. Rossah menjulingnya dan melihat ke arah lain.

"Hei, Ross coba lihat cowok yang baru masuk itu." Kata Kevin sambil menunjuk orang yang di belakang Rossah. Dengan malas, Rossah melihat sebentar orang yang di maksud Kevin.

Tampak seorang laki-laki macho, berbadan tegap, tinggi, berkulit coklat dan berjalan maskulin ke arah penjual minuman. Rossah tidak tertarik kemudian berbalik kembali dan memasukkan potongan terakhir roti keju ke dalam mulutnya. Seraya dia melihat mata Kevin bersinar menatap pemandangan laki-laki tegap di belakangnya. Saat itu dia baru teringat kalau Kevin adalah Gay. Sekilas terbersit sebuah ide di kepala Rossah.

"Kamu sudah memakan rotiku, gantinya kamu belikan minum yah." pinta Rossah

Tanpa di minta sekali lagi, Kevin langsung beranjak dari kursinya dan menghampiri penjual minuman. Rossah mengamatinya dari jauh. Kevin tidak melakukan kontak fisik apapun atau setidaknya memperkenalkan diri ke lelaki itu. Rossah kecewa ketika laki-laki itu pergi. Padahal dia ingin melihat bagaimana Gay mendekati sesama pria.

"Mengapa kamu tadi tidak memperkenalkan dirimu? Padahal aku sudah sengaja menyuruh mu kesana." Protes Rossah kecewa sambil membuka botol minuman yang di beli Kevin.

"Aku malu." bisiknya sambil menunduk sedikit "Bagaimana kalau dia normal?"

"So, ada cara untuk tahu apakah dia sama seperti mu?" tanya Rossah penasaran

"Ada. Dari cara pandangnya." jelas Kevin "Kalau dia lebih sering melirik cewek berarti dia normal."

"Kalau kita  sedang jalan bareng dan ada cowok yang melihat kamu berarti dia Gay dong." tebaknya.

"Nah, itu bisa jadi." katanya senang sambil berdecak

"Semoga kamu cepat mendapat pasanganmu." doanya

"Thanks. Aku senang punya teman seperti mu." Kata Kevin seraya bangkit dan memeluk lengan Rossah manja. Rossah mengangkat tubuhnya hendak melepaskan pelukan Kevin yang dianggapnya risih.

"Hentikan, banyak yang melihat." protesnya "Aku mau ke kelas."


Didalam hati Rossah mengatakan kalau mungkin dia bisa berteman dengan Kevin. Walaupun Kevin selalu bertingkah konyol dan membuatnya terasa risih, tapi entah mengapa dia merasa nyaman kalau laki-laki itu ada di dekatnya. Kevin adalah teman pertama di dalam hidupnya.

RossahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang