Nama ku Kevin Ferdinand, sejak berusia delapan bulan aku di buang oleh orang tuaku dan tinggal di panti asuhan yang didirikan oleh keluarga Dhananjaya. Selain aku, masi banyak sekali anak yang sama tidak beruntungnya dengan aku di panti asuhan ini. Sampai usia empat tahun, kami masih diasuh oleh suster-suter yang merawat kami dengan kasih sayang dan perhatian. Kami di beri makan yang cukup, susu sehari tiga kali, kami di beri kebebasan untuk bermain sepuasnya.
Saat menginjak usia lima tahun, mimpi buruk terjadi. Kami di pisahkan dengan suster-suster yang kami sayangi dan teman-teman yang berusia di bawah kami. Total lima belas orang anak berusia lima tahun saat itu menaiki mobil bak terbuka dan masuk ke dalam hutan belantara yang jalannya juga tidak bagus. Di antara kami ada yang ketakutan dan muntah dan hampir semua dari kami menangis. Kami di paksa tinggal di sebuah gubuk dan tidur di atas papan tak berbantal. Setiap malam kami tidur bermodalkan jaket dan selimut tipis, tidak pernah lagi merasakan kehangatan, keceriaan. Setiap hari yang kami hadapi adalah seorang paman berwajah coklat dan tegas yang menyebut dirinya kapten dan dia sangat galak. Tidak ada yang tidak takut padanya. Kapten tersebut bernama Ferdinand. Dari situ lah nama belakangku berasal. Semua anak di bawah asuhannya memiliki nama belakang Ferdinand.
Kami di ajari bekerja dalam tim di usia enam tahun. Aku, Terry dan Simon. Yang kami lakukan setiap hari adalah menggali, mengambil air, menebang, berburu. Buruan pertama kali kami adalah kelinci. Awalnya kami menikmati kegiatan berburu kelinci, berlari-lari mengejar kelinci, mengendap-ngendap, menyiapkan umpan kemudian berhasil menangkapnya. Tapi kesenangan kami berakhir saat kami menunjukkan kelinci itu pada Kapten karena dia menyuruh kami untuk membunuhnya untuk di jadikan makan malam. Terry yang sedang mengelus kelinci itu di pelukannya menangis. Kami bertiga tidak tega untuk membunuh makhluk malang dan lucu itu. Akhirnya malam itu kami memutuskan melepaskan kelinci itu dan bertekad tidak akan makan malam dan kemudian kami menyesal karena kelaparan.
Saat berusia sepuluh tahun kami berhasil membunuh serigala, sampai sekarang aku dan Terry masih menyimpan gigi taring serigala yang waktu itu. Usia dua belas tahun, akhirnya kami di keluarkan dari hutan dan di kenalkan dengan dunia modern. Kebanyakan Ferdinand masuk ke dalam militer dan kami bertiga dipilih menjadi pengawal keluarga Dhananjaya. Kami di ajari sopan-santun, tata krama, dan setia kepada majikan. Bahkan di paksa untuk membaca, menulis, berhitung. Tidak mudah saat itu karena kami sudah terbiasa di alam liar. Tapi kami tidak pernah membantah apa yang di perintahkan, itu adalah didikan kapten ferdinand. Selama sepuluh tahun beradaptasi dan mempelajari semua yang ketinggalan, usia dua puluh dua tahun, kami bertiga resmi menjadi pengawal Boss kami, Richard Dhananjaya yang waktu itu berusia dua puluh lima tahun dan adik perempuan yang berusia lebih muda sepuluh tahun darinya. Beberapa tahun setelah itu kami kehilangan Simon. Dia mengorbankan nyawa untuk menangkap pelaku pembunuhan di Amerika Serikat. Dia khawatir nyawa Boss diincar, maka di diam-diam mengikuti pembunuh itu. Naasnya, pembunuh itu melakukan bom bunuh diri saat Simon sedang bergelut dengannya. Saat itu aku sedang menyamar untuk diam-diam mengawal Rossah.
Menurut ku, Rossah adalah gadis yang kesepian, lebih sering murung dan melamun. Tapi saat melewati beberapa waktu, Rossah sudah punya teman dan tidak kesepian lagi, dia menjadi gadis yang ceria, sederhana, terbuka dan manis. Perasaan iba ku padanya sirna, semakin aku melindunginya, semakin aku ingin memilikinya. Aku cemburu saat dia pacaran dengan calon tunangannya. Setiap kali mereka pergi, aku ingin sekali membuntuti mereka, melihat apa yang mereka lakukan, mendengar apa yang mereka bicarakan dan ingin melindunginya jika dia di perlakukan tidak sepantasnya.
Benar saja, suatu hari dia mengatakan padaku kalau dia di perlakukan tidak pantas, sel di dalam diriku mendidih. Aku ingin membunuh bajingan itu, seperti dulu bagaimana aku berburu. Aku sudah membayangkan skenario bagaimana aku mencabik-cabik bajingan itu satu bagian per bagian. Aku tidak rela Rossah yang sudah terlanjur kucintai menjadi milik orang lain. Malam itu sisi buasku bangkit. Sisi yang tidak pernah kulampiaskan kemanapun, kulampiaskan pada gadis yang kucintai. Tidak peduli apakah aku pantas atau tidak, tidak peduli apakah aku berhak atau tidak. Akibatnya Rossah tersakiti oleh sikapku. Aku lebih bajingan dari tunangannya, aku pergi dan meninggalkan semua perbuatanku. Rossah menyiksa dirinya yang sedang hamil, memilih untuk pergi selamanya membawa buah hati kami.
Tuhan itu baik, dia selalu menjaga Rossah dan lebih baik dari pengawal manapun. Tapi sebenarnya Tuhan lebih baik kepadaku, Dia memberi ku kesempatan untuk menjadi seorang lelaki yang bertanggung jawab kepada keluarga kecil ku, Rossah dan Hana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rossah
RomancePunya teman tinggal bersama di rumah kontrakan pasti rasanya seru. Tapi bagaimana kalau tinggal bersama seorang Gay sampai tidak sengaja jatuh cinta padanya?