Chapter 8

1.3K 52 0
                                    

Tidak heran lagi kalau gadis ini selalu mendapat ranking satu atau dua di kelasnya. Dia seperti kutu yang terjepit di lembaran buku sampai tidak mengenal dunia luar sampul lagi. Hidupnya hanya seputar buku pelajaran dan buku catatan. Di balik poni tebal itu ada sebuah wajah manis yang selalu lupa senyum. Mata polos berkelopak selalu tampak sembab karena terus-terusan melototi huruf-huruf kecil di buku pelajaran sekolahnya setiap malam. Tubuh kurus dan kecil juga akibat kurang gizi karena makan bukan menjadi prioritas utamanya. Tiga sendok nasi dan dua gigitan ayam goreng. Mustahil bisa menjadi daging.

Anna yang SMA tidak punya teman atau dia sendiri yang tidak ingin berteman. Dia merasa berteman hanya buang-buang waktu saja, bergosip, ngomongin cowok,  menebak ukuran penis guru olahraganya, makeup, sedangkan banyak tugas dan latihan yang harus di kerjakan. Apalagi di saat sedang musim-musim ulangan. Sekolah itu yah untuk menuntut ilmu, bukan bermain. Ucapan seorang siswi teladan yang tidak di mengerti siswa pada umumnya di jaman sekarang.

Pikiran kolot itu berlangsung sejak Anna duduk di bangku SMP sampai SMA kelas dua. Sampai di tahun terakhir SMA, ada seorang murid laki-laki pindahan dari kelas lain yang selalu mendapat peringkat lebih tinggi darinya. Anna selalu merasa tidak adil karena dia yang rajin belajar, rela kuper, tiap malam menghapal sampai kurang tidur. Tapi laki-laki kurang ajar yang selalu menggodanya, merampas bukunya, menarik tali bra nya itu yang selalu lebih unggul dari dia. Anna tidak puas, dia geram pada laki-laki yang bernama Ivan itu, dia juga kesal karena dia tampan.

Suatu hari Anna memanggil Ivan untuk bertemu di pojok sekolah yang jarang di lalui orang. Dia mengatakan ketidakpuasan di dalam hatinya, tapi Ivan kemudian menciumnya, merengut bibirnya untuk pertama kali dalam hidupnya. Anna ketagihan. Sejak itu mereka pacaran diam-diam. Hatinya luluh akan gombalan maut Ivan dan pernyataan cintanya.  Anna menjadi lupa belajar, dia menjadi gadis yang haus akan cinta, dia mulai berdandan, menebak ukuran penis Ivan, Ingin selalu di sisinya sampai tidak peduli ketika ranking nya peleset di bawah sepuluh besar. Walau orang tua Anna tidak menuntutnya untuk harus menjadi yang terbaik, tapi akhirnya mereka mulai menyeledikinya karena curiga pada prestasi yang tiba-tiba menurun drastis.

Suatu hari orang tua Anna sepakat pulang siang untuk diam-diam mengawasi anak gadis mereka. Tepatnya hendak mengintip. Hasilnya membuat orang tua Anna mati berdiri. Anna dan Ivan tertangkap basah sedang berciuman liar sambil berguling-guling di atas tempat tidur dengan tiga bungkus kondom yang sudah tak sabaran menunggu di nakas. Tiga kondom?! Kebanyakan untuk anak remaja.
Bukan bukan.
Mereka bukan ingin melakukannya sebanyak tiga kali,  melainkan hendak memakai tiga sekaligus biar lebih aman. Akhirnya setelah orang tuanya melakukan sumpah serapah, memaki-maki anak orang yang hampir melecehkan anak gadisnya yang polos, mereka berdua di pisahkan seperti romeo dan juliet yang melibatkan orang tua Ivan juga. Untung Anna masih perawan.

Walaupun drama percintaan Anna yang tragis telah berakhir, tapi prestasinya tidak pernah meningkat lagi, bahkan terus menurun karena dia menjadi suka membaca novel roman dari pada buku pelajaran. Dia menjadi suka berfantasi kalau dirinya adalah gadis pemeran utama di dalam cerita novel itu.

Hal di luar dugaan terjadi. Ayah Anna di bui dan perusahaannya bangkrut. Anna tidak mengerti karena apa.  Akibatnya Anna dan Ibunya harus menanggung malu karena diguncingi para tetangga dan teman sekolahnya. Di tambah Ayah Anna kemudian meninggal di sel karena serangan jantung, Ibu Anna menjadi stres dan sakit-sakitan kemudian juga meninggal setelah tidak berapa lama. Dia hancur saat itu. Sanak keluarga terus membesarkan hatinya, apalagi saat itu dia masih sekolah. Akhirnya, Anna memaksakan diri untuk mengikuti Ujian Nasional di saat dirinya sedang berkabung.

Sejak itu kehidupan Anna jungkir balik.  Anna pun akhirnya pindah ke kota besar dan tinggal bersama tantenya - adik perempuan ibunya yang masih lajang di usia empat puluhan. Ekonominya lumayan, head teller di sebuah bank yang punya empat cabang di kota itu dan juga baik walau sedikit cerewet. Tapi dia menyayangi Anna sejak keponakannya itu masih bayi.

Anna malu kalau hidupnya terus di tanggung oleh Tantenya, maka sejak seminggu lalu dia kerja sambilan di sebuah toko biskuit yang menjual cookies home made. Owner toko biskuit itu juga merupakan teman kuliah tantenya. Anna yang gigih dan antusias langsung suka dengan pekerjaan barunya. Dia membantu mengaduk adonan, bantu mencetak biskuit-biskuit lucu itu, bantu menghabiskan potongan biskuit yang sompel.

Sedikit demi sedikit dia mulai menyukai kehidupan barunya. Dia mulai menukar novelnya menjadi buku-buku pelajaran. Dia tahu kalau berada di tengah orang yang positif seperti Rossah dan Kevin, dia akan menjadi orang yang lebih Baik. Plus, dia sedang menyukai seseorang. Sejak pertemuan terakhir dengan Richard,  Anna tidak bisa melupakannya. Saat sedang melamun, dia membayangkan wajah Richard dan memutar suara berat dan seksi itu di dalam otaknya. Anna memenjamkan mata dan memonyongkan bibirnya tanpa sadar. Dia merasakan hangatnya bibir Pria tampan itu di udara.

Ting tong
Seseorang melewati bel sensor di depan pintu toko. Anna tidak mendengarnya. Mulutnya masih monyong dan kepalanya bergoyang ke kiri dan kanan. Dia sedang french kiss dengan Richard di udara.

"Mbak. Mbak. Mbak."  wanita itu mulai memandangnya jijik. "Astaga. MBAK!. "

Anna terlonjak dan sadar. Bibir monyongnya sudah kembali seperti sedia kala. Wajahnya merah padam. SHIT! Dia bersumpah gak akan melamun lagi. Eh? Tidak mungkin. Dia bersumpah tidak akan melamun di toko lagi. Anna tidak bisa menatap wajah pelanggan itu karena terlalu malu. Pelanggang itu memesan setengah lusin biskuit bulat dan persegi berlapis gula berwarna pink sambil merengut.

"Terima kasih." dia mencicit sambil menyerahkan uang kembalian

"Lain kali jangan melamun lagi yah Mbak." kata pelanggang wanita itu sambil menyibakkan rambutnya sebelum pergi meninggalkan Anna yang masi tertunduk.
Ting tong.

Kerinduannya pada Richard tidak bisa lagi di bendung. Dia punya perasaan yang menggebu-gebu seperti kebakaran jenggot, segitunya ingin melihat Richard lagi. Otak dia bekerja, ia akan membuat biskuit untuknya. Kemudian meminta tolong pada Rossah untuk bertemu dengan Kakaknya lagi. Sebelumnya Rossah juga sudah berjanji akan menolongnya.

Sejak dia bekerja di toko, sedikit-sedikit dia menghapal resep yang di campur untuk membuat adonan. Dia singgah ke supermarket, membeli bahan kue di tengah perjalanan pulangnya. 

Sesampai di rumah, dia langsung berperang bersama pasukan tepung, gula, coklat, telur di dapur. Pertama-tama dia merapatkan kedua tangannya dan membungkuk dengan hikmah pada barisan pasukan itu "tolong jangan bantet yah." katanya pada mereka. Detik berikutnya Anna mulai sibuk menakar tepung, mencampur semua bahan,  mengocok,  mengaduk, mencetak, sampai bulan yang mengintip dari balik jendela ikut mendoakan keberhasilan biskuit penuh cinta ini sampai ke sosok gagah yang akan memakannya.

RossahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang