Chapter 17

965 33 1
                                    


"Halo"

"Halo Kak?" Seru seseorang di balik telepon "Kakak baik-baik aja? Beberapa hari ini kok gak ada kabar?"

"Aku gak apa-apa, Ann," jawab suara berat Richard

"Syukurlah kalau gak apa-apa. Ntar aku kabari Rossah juga, dia juga khawatir banget ama Kakak."

"Baik, terima kasih."

"Kak.."

"Ann, untuk seterusnya kita tidak usah berhubungan lagi. Kita sudahi sampai di sini saja."

"Apa maksud Kakak?" tanyanya dengan suara panik "Aku salah di.."

"Maaf, aku sedang sibuk." Richard memutuskan sambungan dan mengembalkan ke pengawalnya.

Richard terpaksa melakukan ini. Hatinya terlalu pedih untuk membayangkan dia jatuh cinta pada anak dari pembunuh orang tuanya. Dia tidak bisa menerima ini bagaimanapun juga. Dia bersyukur belum menjalin hubungan yang terlalu jauh dengan Anna. Semakin lama, perasaan itu akan semakin kuat dan semakin sakit jika harus di akhiri. Richard kini sudah tidak memiliki perasaan apa-apa lagi dengan Anna. Dia tidak membencinya karena bukan salah Anna, tapi salah orang tuanya. Walaupun begitu, dia tidak bisa menemuinya atau ada hubungan apa pun dengannya. Dia juga akan segera memisahkan Rossah padanya tanpa harus mengatakan sebenarnya pada Rossah. Dia tidak ingin adik nya merasakan sakit yang dia rasakan.

Tadi pagi Richard kembali mimpi buruk, mimpi tentang pembunuh yang dia jumpai di Amerika beberapa bulan yang lalu. Mata yang penuh amarah, seorang pria di tikam di depan matanya, pria yang bersimbah darah, pembunuh bertopeng yang mengikutinya sampai di parkiran.

drrrr drrrr drrrr

Iphone yang sedari tadi di gengamnya bergetar dan membuyarkan lamunannya. Nama adik perempuannya muncul di layar. Rossah pasti sudah menerima kabar dari Anna kalau dia sudah bisa di hubungi.

"Kak! Kakak ngapain sih? Beberapa hari gak bisa di hubungi, dan gak mau jumpa dengan ku. Trus kok tiba-tiba ngomong begitu pada Anna? Dia sedih banget loh Kak. Kakak tega amat sih. Seperti bukan kakak yang ku kenal." Rossah mengomel dan tangisannya pecah "Aku gak tega lihat Anna jadi begini. Dia frustasi banget tau, gak. Kakak juga paksa aku menikah. Walaupun kakak berkuasa, tapi kan gak boleh sesuka hati begitu. Kakak ada pikirkan perasaan kami gak sih?"

Richard menghela nafas "Suatu hari akan kujelaskan padamu, Ross. Percayalah itu keputusan yang tepat." Richard kembali memutuskan panggilan. Dia juga tidak tega mendengar suara perih adiknya. Benar, suatu hari Rossah pasti mengerti mengapa RIchard memutuskan hubungan dengan Anna dan mengapa dia harus menikahkan adiknya pada Bryan. Tujuannya hanya satu, untuk melindungi Rossah, adik satu-satunya yang tercinta.

drrr drrr drrr

Iphonenya kembali bergetar tanda telepon masuk. Baru saja Richard meletakkan Iphonenya di nakas dan hendak pergi mandi. Dia berbalik dengan malas. Kalau saja yang menelepon Anna atau Rossah, dia pasti mengabaikannya. Tapi ternyata yang muncul di layar adalah nomor tidak di kenal. Mungkin client nya.

"Halo."

Sebuah suara yang memakai pengubah suara tertawa di seberang telepon "Richard Dhananjaya."

"Si. siapa?" Kaki Richard bergetar, dia terduduk di sisi tempat tidur.

"Aku orang yang benci padamu." Suara itu kembali tertawa, menertawakan RIchard.

"Mau apa?" Kini suaranya bergetar.

"Aku mau uang."

"Berani sekali kamu."

"Tiga miliyar saja. Kalau tidak, nyawamu bisa ku ambil di mana saja dan kapan saja."

"Brengsek."

"Ku dengar kamu punya adik. Tapi kamu pandai sekali menyembunyikannya. Tapi kalau aku mau, adikmu bisa saja ku temukan." Ancam si penelepon cekikikan.

"Aku tidak punya adik."

"Yah..Yah.. Terserah. Aku tidak tertarik pada adikmu. Aku lebih tertarik pada uang mu." Suara penelepon tiba-tiba berubah serius "Atau nyawamu."

"Katakan SIAPA KAMU?!"

"Di Sungai Guranta dekat air terjun ada sebuah perahu kecil. Dan letakkan uang itu di situ. Aku akan kirimkan petunjuk jalan kesana. Pergi sendiri. Aku beri waktu sampai pukul tujuh malam. Kalau ternyata tidak ada, nyawamu penggantinya."

Sambungan terputus. Tangan Richard terkulai lemas. Dia benci pada dirinya yang ketakutan. Nafasnya tidak beraturan, tubuhnya gemetar, jantungnya berdebar dan keringat dingin mengucur dari dahinya. Setelah hampir setengah jam, Richard memanggil beberapa pengawalnya dan terhubung dengan Kevin dan Bryan. Richard menceritakan semua pada pengawalnya, termasuk Kevin dan Bryan yang memastikan kalau Rossah tidak terancam bahaya.

Dari hasil perundingan, para pengawal akan membawa beberapa polisi dan menunggu di dekat lokasi janjian sekarang juga, setelah uangnya terkumpul Richard akan pergi ke sana sendirian dan meletakkan uang itu di perahu kemudian pergi dan selebihnya di serahkan pada pengawalnya dan polisi. Richard masih sempat merekam percakapan di telepon tadi dan hasil rekaman tersebut di serahkan kepada polisi. Dan akhirnya, tiga orang pengawal dan lima orang polisi sudah berangkat ke lokasi janjian yang sekitar satu jam di perjalanan dan harus berjalan kaki masuk ke dalam hutan sekitar lima belas menit.

Butuh waktu yang lumayan lama untuk mengambil uang tiga milyar dan menyusunnya ke dalam dua buah tas besar. Waktu sudah menunjuk hampir pukul enam dan Richard sudah sampai di depan semak menuju hutan yang merupakan lokasi janjian. Richard harus masuk berjalan kaki dan mencari di mana letak air terjun yang dimaksud itu. Tapi ternyata sesuai petunjuk yang di kirim si penelepon misterius, Richard hanya perlu mencari batang pohon yang sudah di beri tanda silang dan tak lama akan sampai di jalan setapak. Setelah berjalan sekitar sepuluh menit di jalan setapak, senyap-senyap terdengar suara air terjun. Richard mempercepat langkahnya karena langit mulai gelap dan dia tidak bisa mengambil senter karena kedua tangannya menenteng tas besar berisi uang. Richard akhirnya menemukan air terjun itu kemudian dia kembali berjalan menyusuri sungai untuk menemukan perahu yang di maksud. Dia yakin si pelaku pasti sedang bersembunyi dan mengamatinya. Selain itu juga ada pengawal dan polisi yang sudah siap sedia. Richard menemukan perahu yang bertengger di sisi sungai dan terikat di salah satu pohon. Dia naik dan masuk ke dalam perahu kemudian meletakkan kedua tas tersebut di kolong tempat duduk. Ketika hendak berbalik pergi, Richard melihat sebuah koper kecil yang disembunyikan di kolong tempat duduk yang lain. Dia punya firasat buruk pada koper tersebut dan langsung meloncat keluar dari perahu untuk melarikan diri secepat mungkin. Dua detik setelah meloncat, suara keras memekakkan telinga, perahu tersebut meledak, Richard terlempar ke dalam semak-semak dan tidak sadarkan diri.

Uang di dalam tas tersebut berhamburan keluar, sebagian hanyut ke sungai. Seorang polisi yang bersembunyi di atas pohon sedari tadi mengamati sekeliling dan detik-detik sebelum perahu meledak, polisi tersebut sudah siap membidik seseorang di seberang sungai yang bersembunyi di sebuah semak tinggi di balik pohon. Jika tidak jeli, orang tersebut tidak akan kelihatan karena selain bersembunyi, dia juga memakai penyamaran. Setelah perahu tersebut meledak, dan pelaku yang bersembunyi tersebut juga hendak melarikan diri, polisi tersebut sempat menembak kaki kiri dan kanan pelaku. Si pelaku kontan terjerambab dan tidak bisa melarikan diri.

Para pengawal Richard langsung keluar dan menolong Richard yang sudah berlumuran darah di sekujur tubuh, sedang polisi menyeberangi sungai dengan jalan kaki dan menangkap pelaku tersebut. Richard di larikan ke rumah sakit dengan ambulance dan untunglah hanya beberapa luka sobek di bagian kaki, tangan, wajah dan sedikit luka bakar di bagian punggung. Mereka merahasiakan hal ini pada Rossah.

RossahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang