Chapter 18

1K 44 0
                                    

Hari yang mewajibkan Rossah kembali shopping besar-besaran. Seperti biasanya Kevin setia membuntutinya dan mengangkut semua belanjaannya terus mengangguk-ngangguk teratur setiap Rossah keluar dari fitting room. Hari ini Bryan mengajak Rossah dinner romantis di rumahnya untuk merayakan hari ke seratus jadian. Sebenarnya Bryan ingin membooking sebuah restoran. Tapi Rossah tidak suka suasana di restoran, maka Bryan kemudian memutuskan untuk masak sendiri dan merayakan di rumah saja. Rossah senang bukan kepalang mendengar keputusan Bryan.

Satu-satunya yang tidak bahagia adalah Kevin. Sejak Rossah resmi berpacaran dengan Bryan, dia adalah orang yang tersiksa menunggu Rossah pulang kerumah hingga larut malam dan batinnya juga menderita karena membayangkan kemana mereka pergi dan apa yang mereka lakukan. Hatinya selalu teriris setiap melihat Rossah pulang dengan wajah berseri-seri, bersenandung dan bahkan selalu menceritakan ulang isi kencan mereka pada Kevin.

Hari ini Rossah bolos kuliah dan malam juga bolos kerja sambilan. Dia sudah sibuk berdandan sejak selesai mandi tadi sore. Mengikalkan ujung rambutnya, make up lengkap, berulang kali gagal memasang bulu mata palsu, ganti-ganti warna lipstik, mengganti warna kuku, gonta ganti pakaiannya sampai akhirnya dia memutuskan memakai mini dress body shape berwarna pink polos.

Kevin yang sedari tadi mondar-mandir menunggu Rossah sampai-sampai sudah menghabiskan delapan gelas air sampai tidak sabaran. Belakangan ini menjadi kebiasaan Kevin. Pertama melihat Rossah keluar dari kamar mandi memakai mantel mandi dan masuk ke kamar, satu sampai dua jam kemudian keluar dengan wujud manis, cantik yang tidak bisa di ungkapkan kata-kata yang sanggup membuat jantung dan nafas nya berhenti sebentar. Tapi kali ini dia hampir memuncratkan air yang memenuhi mulutnya karena baru kali ini Rossah memakai mini dress yang memamerkan lekuk tubuhnya dengan sempurna, rambutnya juga baru kali ini di gerai dengan model ikal di ujung. Kevin terpaku menatap makhluk manis di depannya, ingin sekali dia memeluknya dan tidak akan pernah melepaskannya lagi. Kevin melangkah mendekat, seperti biasa Rossah memutar-mutar tubuhnya menanyakan pendapat pada Kevin. Semakin dekat, semakin tercium wangi parfum kesukaan Rossah. Jantung Kevin berdetak kuat, dan cepat, tangannya yang memegang gelas sedikit gemetar, matanya tidak bisa lepas dari Rossah. Kevin bahkan tidak sanggup lagi mengangguk walaupun Rossah berkali-kali menanyai pendapatnya.

"Gak cocok yah, Kev? Tatapan mu aneh deh. Apa aku ganti aja?" Rossah hendak berbalik dan kembali ke kamar. Detik berikutnya lengannya di tahan oleh Kevin.

"Cocok kok. Kamu cantik." Kevin tersenyum tipis. Di lubuk hatinya yang paling dalam dia iri karena seberapa cantiknya Rossah hari ini bukan di tujukan untuknya, tapi untuk orang lain. Dia ingin sekali mencegah Rossah untuk pergi dan tinggal di rumah bersama nya sepanjang malam.  Seperti biasanya dia hanya bisa melambaikan tangannya dan mengantar gadis yang di cintainya pergi bersama laki-laki lain.

Kevin berbaring di atas sofa sambil menatap jam. Pukul delapan. Masih ada sekitar empat jam lagi Rossah baru akan pulang. Dia memilih memenjamkan mata dan tidur sejenak agar waktu lebih cepat berlalu. Di balik kelopak matanya muncul sosok Rossah yang memanggilnya, memutar-mutar tubuhnya, tersenyum bahagia, berbicara dengannya, sampai tak terasa Kevin terlelap. Di dalam mimpinya sayup-sayup mendengar seseorang sedang menangis tapi tidak melihat siapa-siapa. Kevin mendadak terbangun dan membuka matanya, Rossah sedang berlutut di sebelahnya dan menangis sejadi-jadinya.

"Kenapa Ross?!" Tanyanya panik. Dia takut Rossah dalam bahaya atau ada orang yang mengincar seperti yang di alami Bossnya beberapa bulan yang lalu.

"Kev.. Kev.." Rossah terisak-isak dalam tangisnya.

Kevin mengangkat tubuh Rossah duduk di atas sofa "Tenang, Ros. Katakan padaku ada apa."

"Bryan jahat. Aku putus dengannya." Rossah menatap Kevin dengan tatapan terluka di balik bulu mata yang susah payah di pasang, maskara dan eyelinernya meleleh ke pipinya bersama air matanya. Sosok cantik Rossah beberapa jam yang lalu berubah total, tapi Kevin tidak keberatan. Dia memeluk gadis itu dan menepuk-nepuk punggungnya pelan.

"Ada apa? Bukannya tadi masih baik-baik saja?" Di balik kekhawatirannya muncul perasaan lega setelah Rossah mengatakan putus dengan Bryan.

"Dia menyentuhku. Dia jahat, Kev." Rossah semakin menenggelamkan wajahnya di dada Kevin. Sedikit malu mengatakannya tapi dia tidak bisa tertutup dengan Kevin "Dia bilang mau meniduriku."

"Tapi dia kan pacarmu." Kevin mengatakannya dengan terpaksa.

Rossah menggeleng-geleng "Tidak.. Tidak.. Aku tidak rela. Aku gak suka padanya."

"Apa? Kalau gak suka kenapa harus pacaran dengannya?"

"Karena aku suka kamu, Kev. Tapi kamu Gay." Sesaat kemudian Rossah melepaskan pelukannya dan beranjak dengan cepat. Dia malu sudah mengakuinya, dia juga takut Kevin akan membencinya. Dia memarahi dirinya yang terlalu gegabah. Sebelum dia hendak bersembunyi di kamarnya, lengannya di tarik. Dia sudah hapal dengan gerakan ini dan tatapan mata orang yang menarik lengannya. Dia berbalik, menundukkan kepalanya tidak berani menatap Kevin. Tapi kedua pipinya kemudian angkat oleh dua buah tangan hangat dan besar. Sebelum Rossah sempat mengedipkan mata, bibirnya sudah di sambut oleh bibir yang hangat. Mata Rossah kabur antara air mata, bulu mata dan jarak yang begitu dekat. Rossah sebenarnya masih belum sadar pada apa yang sedang terjadi, tapi dia memilih memenjamkan dan pasrah menerima apa yang di lakukan laki-laki yang selama ini diam-diam dicintainya.

Kevin yang pertama tersadar kemudian melepaskan bibinya dengan mendadak dan cepat. Dia melangkah mundur dan meninggalkan gadis yang siap-siap mengejarnya. Rossah sempat berlari menghadangnya.

"Kev. Kamu ngapain tadi? Bilang kalau kamu bukan gay! Bilang kalau kamu juga suka padaku!" Rossah mengcengkram kedua lengan Kevin menatapnya dengan penuh harap.

"Kamu salah paham, Ross." Kevin kembali hendak pergi

"Gak mungkin salah paham, Kev. Kamu tadi menciumku. Aku senang kamu bukan gay. Jujur Kevin, please."

Rossah menarik leher Kevin dan menciumnya dengan agresif. Kevin ingin menghindar tapi di sudah menunggu saat-saat seperti ini begitu lama dan menunggu dengan sangat menderita. Kevin tidak ingin melewatkan moment ini begitu saja. Dia memeluk pinggang Rossah dan berciuman dengan hangat. Rossah menarik leher Kevin dan menuntunnya masuk kedalam kamar Kevin dan menjatuhkan diri ke tempat tidurnya yang kecil. Rossah tidak rela dirinya di sentuh Bryan, tapi dia sangat berharap sentuhan Kevin lebih dari apapun. Tidak ada yang lebih bahagia lagi dari kenyataan Kevin bukan gay dan saat ini dia dan Kevin sedang bersentuhan selayaknya sepasang insan yang sudah haus akan kerinduan yang selama ini di pendam.

Setiap kali Kevin menyentuh Rossah, dia semakin merasa bersalah. Ketika Rossah membisikkan "Aku cinta padamu, Kevin." tubuhnya bergetar. Dia sudah tahu dia salah, tapi tubuhnya bertindak sebaliknya. Dia ingin sekali mengatakan "Aku juga cinta pada kamu, Rossah." Suaranya tercekat, tidak sanggup untuk mengatakannya karena dia tahu dia tidak mungkin bisa membahagiakan Rossah, di samping Bossnya tidak akan menyetujui hubungan mereka. Di dalam diri Kevin saat ini di penuhi beratus-ratus juta perasaan bersalah.

Kevin terjaga sepanjang malam memeluk gadis yang tertidur di balik selimut dan tanpa mengenakan pakaian apapun. Dia menggunakan tubuhnya menghangatkan tubuh Rossah sambilan menikmati dengkuran halus yang paling merdu dari lagu apapun yang ada di ingatannya. Dia ingin menikmati detik-detik terakhir bersama gadis ini dan menyimpannya ke dalam memory ingatan yang paling dalam.

Besok bawa passport Rossah dan kita jumpa di bandara.

RossahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang