Chapter 4

1.8K 83 0
                                    

Saat ini Richard berada di Amerika, dia di undang oleh sebuah perusahaan perhiasan yang terkenal untuk hadir dalam pameran perhiasan yang di gelar setahun sekali di negara yang berbeda-beda setiap tahunnya. Tahun ini desainer menciptakan perhiasan kalung, gelang dan anting-anting yang sangat berbeda dan lebih mewah dari tahun-tahun yang lalu. Para undangan yang hadir sekitar seratus orang dan merupakan orang-orang yang berpengaruh di kota dan negara mereka masing-masing. Tak heran jika para pengawal dan sekuriti menjaga ketat tempat itu.

Satu persatu model muncul di panggung panjang dan berjalan dengan elegan sambil memamerkan perhiasan yang mereka kenakan. Lampu sorot dan blitz kamera mengenai para model cantik dan mereka tetap mengekspos gaya mereka dengan elegan dengan balutan perhiasan di tubuh mereka. Ketika acara pameran hampir selesai dan desainer muncul di panggung di ikuti para model cantik yang berjalan di belakangnya. Lampu menjadi terang benderang diikuti tepuk tangan dari para undangan yang tidak habis-habisnya merasa kagum.

Detik berikutnya lampu di dalam ruangan itu padam. Sekeliling menjadi gelap gulita, para undangan otomatis riuh dan dua pengawal Richard yang sedari tadi berdiri di belakang kursinya langsung sigap melindunginya.

"Boss baik-baik saja?" tanya pengawal satu

"Aku tidak apa-apa. Hanya disini gelap sekali." Kata Richard lalu mengambil Iphone dari balik kantong jasnya dan menyalakan senter kemudian menyorotnya ke lantai.

Di luar dugaan, sorotan senter dari iphone Richard langsung mengenai seseorang bertopeng hitam yang sedang menikam salah satu undangan. Richard dan undangan lain yang di dekatnya kontan kaget dan seketika terdengar teriakan ngeri dari orang yang di sebelah. Pembunuh bertopeng hitam itu melotot Richard dengan tatapan marah, seorang pengawal yang entah muncul dari mana langsung hendak menangkap pembunuh itu, tapi ternyata dia bukan pembunuh yang amatir, dengan sigap dia meloloskan diri dari tangkapan dan dia punya kabel di punggungnya yang tersambung ke langit-langit. Detik berikutnya tubuhnya terbang keatas dan menghilang di kegelapan.

Tangan Richard yang sudah gemetaran tidak sanggup menggerakkan senternya mengikuti hilangnya pembunuh itu. Di dalam otaknya terus terbayang mata marah dari pembunuh yang melotot padanya. Beberapa menit kemudian lampu di dalam gedung itu kembali terang dan para tamu undangan kontan berteriak melihat seorang laki-laki bule setengah baya yang bersimbah darah di  lantai. Semua orang yang di sana langsung lari dan pengawal Richard juga menuntutnya ketempat yang aman.

"Kita kembali ke hotel saja. Cepat keluarkan aku dari sini."Perintah Richard dengan suara gemetaran.

Tanpa di suruh dua kali lagi, dua pengawal Richard menuntun nya keluar dan hendak menuju ke tempat parkir. Pengawal di sebelah kanan Richard memberikan perintah melalui headphonenya kepada supir yang sedari tadi menunggu di parkiran untuk segera menjemput mereka di pintu darurat. Dengan bantuan kedua pengawal dan supir yang tiba tepat waktu, akhirnya Richard dengan selamat masuk ke dalam mobil. Ketika mobil mereka berbelok, dari kejauhan tampak seorang berpakaian serba hitam dengan topeng hitam di wajahnya sedang mengacungkan pistol ke arah mobil mereka yang melaju ke arahnya. Richard hampir terkena serangan jantung melihatnya, dia tahu itu pembunuh yang tadi. Seorang pengawal memberikan perintah 'TABRAK' pada supir yang tampak hendak berusaha untuk mengerem. Ketika mobil semakin mendekat, napas Richard seperti hendak berhenti dan dua detik sebelum mobil mengenainya, pembunuh itu kembali melayang ke atas dengan seutas tali kabel.

Setelah kejadian itu, Richard tidak kembali ke hotel melainkan langsung menuju ke bandara. Asistennya menelepon pihak hotel untuk segera mengantarkan koper Bossnya ke bandara. Richard duduk di ruang tunggu di temani kedua pengawal dan seorang asistennya. Perasaan Richard sudah sedikit lega karena dia pikir tidak mungkin pembunuh itu mengikutinya sampai ke bandara.

Drr.. Drr.. Drr. 
Iphone di balik saku jasnya bergetar dan sukses membuat Richard kembali kaget. Dia mengambil Iphonenya dan menghela napas lega ketika melihat nama penelepon di layar.

"Halo."

"Aku baru saja dari hotel hendak mengunjungi Kakak. Tapi resepsionis bilang kalau kakak baru saja check out." Kata suara lelaki muda di seberang telepon.

"Barusan terjadi suatu hal dan aku harus pulang sekarang. Sekarang aku di Bandara." katanya serius

"Apakah serius? Berapa jam lagi pesawat terbang?" tanyanya khawatir

"Dua jam lagi."

"Mungkin aku sempat mengantar kakak. Aku segera ke sana." katanya lalu menutup teleponnya kemudian melajukan mobil sportnya menuju tol.

Bryan Asthon --- putra tunggal satu-satunya di keluarga Ashton dan juga pewaris tahta kerajaan Ashton yang memegang alih semua perusahaan desainer pakaian di amerika. Sama seperti Rossah, indentitas Bryan juga di sembunyikan. Sampai sekarang Bryan sudah mempunyai lebih dari sepuluh identitas. Kadang menjadi Satpam, bellboy, karyawan supermarket, mahasiswa miskin, dan lain lain. Hanya beberapa orang saja yang tahu identitasnya,  salah satunya adalah Richard. Karena semenjak Ayah Richard masih muda, beliau pernah menjadi pembantu kepercayaan kakek Bryan sebelum Ayah Richard menggelut dan membangun perusahaan sendiri.

Keluarga Bryan masih lengkap, dari Kakek,  Nenek,  Nenek tiri,  Ayah dan Ibu beserta Paman, bibi, saudara perempuan, dari Nenek tirinya. Karena itulah Bryan lebih santai di bandingkan Richard walau mereka hanya berbeda beberapa tahun saja.

Kecepatan mobil sport memang tidak bisa diragukan lagi. Jarak tol ke bandara dengan kecepatan mobil biasa akan memakan waktu satu setengah jam. Tetapi Bryan hanya butuh waktu satu jam kurang untuk sampai di bandara. Dia memarkir mobil sportnya yang langsung menjadi pusat perhatian orang-orang di sekitar. Tapi tidak ada yang tertarik dengan Bryan, mengapa? Karena saat itu Bryan sedang mengenakan jumpsuit panjang dengan kaos putih yang terkena bercak oli, ciri khas seorang montir. Orang-orang akan berpikir kalau Bryan adalah seorang montir yang baru saja memperbaiki mobil dan hendak mengembalikan ke pemiliknya. Begitulah dia menyembunyikan identitasnya. Tak jarang dia juga mengubah namanya. Diseragam jumpsuit montir yang dia kenakan sekarang, tersablon nama 'Yogi' di bagian dada kirinya.

"Kakak!" serunya saat menemukan Richard yang sedang duduk di antara dua pengawal yang berdiri di samping kiri kanannya. Richard menoleh ke arah suara yang memanggilnya.

"Cepat sekali kamu sampai." Richard merangkulnya. Dia tersenyum melihat gaya pakaian Bryan. Dia tahu kalau Bryan sedang menyamar. Ditambah rambut yang acak-acakan dan wajah sedikit kotor, tidak akan ada yang tahu kalau dia anak orang kaya.

"Apa yang terjadi, Kak? Kok mendadak pulang? Kita bahkan belum makan malam bersama." Tanyanya bingung

Richard kemudian menceritakan kejadian tadi siang padanya. Bryan tertegun mendengarnya, pembunuh merupakan momok yang paling mengerikan bagi mereka. Apalagi orang tua Richard juga merupakan korban pembunuhan. Bryan memaklumi ketakutan Richard.

"Baiklah, Kak. Kakak sebaiknya juga lebih waspada lagi."Katanya menghibur "Bulan depan aku wisuda. Setelah itu aku janji akan berkunjung ke tempat Kakak dan calon tunanganku." Bryan nyengir lebar begitu juga Richard.

"Adikku yang keras kepala ngotot ingin kuliah. Sekarang dia ikut jejakmu menyamar dengan nama keluarga mama demi kuliah." Kata Richard sambil menghela napas. Bryan tertawa mendengarnya. Dia senang calon tunangannya punya kesamaan dengan dirinya.

"Aku sudah tidak sabar ingin mengunjunginya."Katanya semangat.

"Saranku, jangan memperkenalkan dirimu sebagai calon tunangannya." usul Richard

"Aku tahu itu. Tenang saja kak. Itu keahlianku."Nyengirnya.

RossahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang