Adaptasi Again

527 7 0
                                    


Semakin hari seorang Reyhan yang dokter spesialis jantung semakin sibuk.
Pagi jam 8 sampai jam 12 siang ia bertugas di rumah sakit pemerintah, jam 1 siang sampai jam 4 sore ia bertugas di rumah sakit swasta, sedang sore jam 5 sampai jam 9 malam ia menerima pasien di rumah.

Jadilah ia sangat sibuk. Sampai Wildanpun sering protes papanya tidak ada waktu lagi bermain dengannya. Hanapun sering merasa jengkel dibuatnya.
Pasalnya Rey suaminya itu jika di hubungi selalu tidak pernah diangkat. Alasan hp berada di taslah, banyak pasienlah, baterai habislah, inilah itulah.

Memang Hana sudah memperkirakan dulu konsekuensi diperistri oleh dokter. Hanya saja ia masih harus adaptasi dengan kesibukan suaminya. Belum lagi kehamilannya yang menginjak trisemester awal. Lebih sensitif kalau mendapati hal yang kurang berkenan di hatinya.

Hana masih bisa bersabar, tapi itu tidak lama. Karena saat ini Hana sangat butuh perhatian suaminya, seperti istri istri yang lain jika sedang mengandung.
" Mas......" panggil Hana. Ia ingin sekali dipeluk suaminya.
"Sayang, mana tas aku, eh buku yang kemarin di nakas mana sih, aduh mana hp lupa di cas lagi, loh kertas kertas disini kenapa berantakan! Aku berangkat dulu ya....cup...." kehebohan Reyhan seperti biasa.
Belum juga Hana menyampaikan keinginannya, akhirnya Hana justru sibuk membantu mencari apa apa yang di butuhkan suaminya. Ketika suaminya dengan tergesa gesa pamit bekerja Hana hanya melongo. Rey hanya mencium kening Hana sekilas.

Pernah suatu saat, Hana ngidam ingin makan sate padang. Ia sms Rey agar pulang kerja sekalian membelikan sate padang.
Eh, sampai rumah Rey lupa. Dan sudah tidak ada kesempatan lagi buat Reyhan keluar rumah, pasien di rumah sudah ada yang mulai antri. Reyhan hanya istirahat setengah jam saja.
Hanapun tidak akan tega mengingatkan.

Menikah itu memang sulit. Apalagi dengan mengurusi Wildan . Hana yang semula hanya mengurus diri sendiri, sekarang harus mengurus Wildan dan suaminya yang ternyata tidak punya banyak waktu.
Secara umum, baik Hana maupun Reyhan termasuk golongan yang dikatakan sholihah dan sholeh. Mereka juga bukan yang suka neko neko. Namun sungguh manusiawi jika Hana dan Rey kadang beda pendapat.

Hana terus berpikir, mencoba mendalami dan mencari titik terang dalam masalah ini.
Ia merenung di balkon kamarnya. Sementara Wildan kemarin minta diantar ke rumah eyang Djoyo mama Hana. Sungguh ia betah di sana. Mungkin banyak lingkungan yang menarik buat dia. Wildan walau masih kecil ia sangat supel, sehingga di rumah mama Hana pun ia banyak teman.

Kembali ke masalah rumahtangga. Hana harus mencari solusi. Ia merasa selama ini kurang memperhatikan suaminya.
Hari ini Hana berencana membeli beberapa baterai hp. Ia akan mengecas baterai baterai itu semua, dan ketika suaminya suka lupa ngecas hp, Hana tinggal mengganti dengan baterai yang penuh.

Satu demi satu ia mencoba meringankan pekerjaan suaminya. Dengan begitu suaminya tidak akan memikirkan hal hal kecil yang menyita waktunya.

-------------

Reyhan pov

Aku merasa agak tenang sekarang. Semua pekerjaan tertangani dengan baik.
Pasien terakhir barusan selesai.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 11 malam.
Tiba tiba aku teringat Hana istriku. Pasti dia sudah tidur.
Oh iya....sate....sate padang. Beberapa hari yang lalu Hana memesannya. Kenapa aku baru mengingatnya sekarang. Padahal sudah empat hari yang lalu ia pesan. Aku mencari istriku.

Ceklek

Hana sudah tertidur pulas. Perutnya sudah mulai membuncit sedikit di kehamilannya yang masuk bulan ke empat.
Aku pandangi wajah istriku yang cantik seperti putri indonesia.

Cup

Aku cium keningnya. Ia menggeliat. Hana itu walaupun tidur sangat nyenyak, ia selalu mudah terjaga jika ada yang mengusiknya. Ia membuka mata dan tersenyum. Oh senyum Hana membuatku makin bersalah.
Enam bulan pernikahan kami, Hana nyaris tidak pernah marah ataupun manja.
"Sudah selesai pasiennya?" Tanyanya. "Iya, sayang...masih kepingin sate padang nggak?" Tanyaku. Ia mengangguk. "Sudah malam mas, kita istirahat saja," katanya lagi. " Nggak takut ngiler?" Ucapku sambil mengatup kedua pipinya. "Mas, ngidam itu menurutku nggak ada sangkutpautnya sama bayi ngiler. " katanya.
Aku tersenyum. " Kalau gitu kita tidur yuk, besok kan mas libur, kita jalan jalan, jemput Wildan juga," kataku.
"Besok kita beli sate padang ya," bisikku.
Aku bersyukur memiliki Hana. Aku tidak salah pilih menjadikannya istriku. Wildan juga tidak salah pilih menginginkan ibu gurunya menjadi mamanya, iya...ibu guru Hana. Aku tersenyum jika mengingat pertama kali aku tertarik padanya gara gara Wildan menginginkan mama seperti bu guru, bu guru Hana.



Alhamdulillah selesai juga....mungkin ceritanya kurang bagus ya....
Maklum masih belajar menulis...
Kritik dan saran di tunggu ya...


Aku Ingin Mama Seperti Bu GuruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang