Prasangka

459 6 0
                                    


Hana memperhatikan dirinya di depan cermin. Memang tubuhnya tidak banyak berubah. Tapi dengan kondisi hamil sembilan bulan, tetap saja tidak proporsional. Anehnya Reyhan semakin gemas akhir akhir ini. Seksi abis katanya. Hana tersenyum melihat pantulan dirinya di cermin meja riasnya.

Ingatannya kembali pada ucapan bi Inah tentang omongan tetangganya. Yang ia tahu setahun lebih dua bulan mendampingi suaminya, ia tidak melihat yang aneh aneh. Malahan sangat manis menurut Hana. Apalagi tetangganya itu juga bukan sekali ini saja menyebarkan gosip kurang baik. Belum lama bu Fian juga jadi korban gosip. Hana merasa tidak perlu menanggapi berita itu, selama ia tidak melihat keanehan suaminya.

Hana beringsut berdiri dari depan kaca rias menuju ranjangnya. Ada tumpukan baju putih putih disana. Ia meraih baju baju itu, untuk memindahkannya ke keranjang baju kotor. Karena berwarna putih, akan sangat mudah menemukan warna lain di baju itu. Matanya sedikit membelalak diiringi jantungnya yang tiba tiba berdetak lebih cepat. Ada cap lipstik di bahu belakang kanan baju kerja suaminya.

Hana tertegun sesaat, tapi ia tetap melangkah menuju kranjang baju kotor. Kemudian Hana menuju sofa di ruang keluarga. Ia memijit pelipisnya.
Tidaklah menyenangkan menerka nerka seperti sekarang ini.

Tiba tiba Hana merasakan kesakitan di perutnya. Ia meringis menahan sakit. Mungkinkah ia akan segera melahirkan, batinnya. "Bi,bi Inah!" Pekiknya

______________

Walaupun seorang dokter, Reyhan tetaplah manusia. Ia cemas, mondar mandir, sebentar duduk sebentar berdiri. Kadang ia menangkupkan dua tangan di bibirnya. Sesekali ia remas rambutnya. Wajah gantengnya berantakan.
"Rey, duduklah. Kita tunggu sambil berdoa," ucap mamanya.
Reyhan duduk disamping mamanya.
Tiba tiba...

Ceklek

"Dokter Reyhan, istri anda melahirkan putri cantik," ucap dokter Tiwi, dokter kandungan yang membantu proses kelahiran bayi mereka.
"Alhamdulillah," Reyhan tersenyum panjang.
"Kami bisa menjenguknya dokter," mama Reyhan tampak ingin segera melihat cucunya.
"Ini, kami akan memindahkan ke ruang perawatan," kata dokter Tiwi.
Setengah jam kemudian Hana dipindahkan ke ruang perawatan.
Reyhan mencium kening istrinya. "Makasih sayang, kamu telah melahirkan putri kita," bisik Reyhan menatap mesra istrinya.
Hana tersenyum kecil. Tampaknya ia masih mengingat noda lipstik yang menempel di baju kerja suaminya. Namun Hana belum mau menanyakan hal itu ke Reyhan. Seperti yang sudah sudah. Jika ada sesuatu yang mengganjal di hati Hana, ia tidak serta merta histeris. Ia menunggu sampai tepat waktunya. Bahkan lebih sering masalah itu selesai dengan sendirinya.
" Wildan kapan diajak melihat adiknya mas Rey? Ia pasti senang melihat adiknya," ucap Hana sambil bersandar duduk di ranjang rumah sakit.
" Nanti sore aku ajak ia ke sini. Sayang, tapi ingat, ia minta adik laki laki lo," ucap Reyhan tersenyum jahil ke Hana.
"Ya....nantilah," ucap Hana salah tingkah. Rehyan terkekeh geli.
Reyhan mencium punggung tangan istrinya. "Sayang, aku bahagiaaa banget bisa memiliki istri seperti kamu. Kita memang tidak pacaran sebelum menikah. Tapi semua sangat indah. Dan jauh lebih indah pacaran kita setelah kita menikah. Kamu tahu, sebagian temen temen dokterku mereka kadang mengeluh istrinya banyak menuntut, cemburuan juga.
Tapi kamu, membuat aku nyaman bekerja," ucap Reyhan panjang lebar.
"Mas, aku nggak sebaik yang mas kira. Aku manusia biasa. Kadang juga ada rasa cemburu, ingin diperhatikan," Hana menggigit bibir bawahnya.

Tok...tok...

Dokter Tiwi tersenyum.
"Bagaimana bu dokter, apa sudah enakan? ASInya apa sudah keluar?" Tanya dokter Tiwi.
"Keluar sedikit dok, berwarna kuning," ucap Hana.
"Kapan istri saya bisa saya bawa pulang dokter Tiwi?" Ucap Reyhan. "Oh, dua hari lagi kalau tidak ada keluhan. Dokter Reyhan, saya mau minta maaf," ucap dokter Tiwi.
"Beberapa hari yang lalu saat membantu persalinan seorang ibu yang kemudian meninggal dunia itu," ucap dokter Tiwi.
"Maksudnya apa ya dok, iya saya ingat itu. Saya berada disana untuk mengecek jantungnya. Kalau tidak salah ia juga mengidap penyakit jantung ya dok?" Ucap Reyhan.
Hana hanya memperhatikan obrolan dua dokter ini.
"Iya dok, saat itu suami ibu itu histeris tidak terima, ia berontak ketika kakaknya menahan histerisnya. Akhirnya tubuh saya terdorong ke bahu anda, lalu...," ucap dokter Tiwi menggantung.
" Lipstik saya menempel di baju anda dok. Saya lupa memberitahu anda waktu itu. Iya saya takut itu jadi pertengkaran keluarga," ucap dokter Tiwi mengarahkan pandangannya ke Hana.
Hana tersenyum. Hampir saja ia mencurigai suaminya.
" Istri saya ini beda dari yang lain dok," ucap Reyhan sambil mengusap kepala Hana.
Hana tersenyum lagi tersipu malu. " Nggak pa pa dok," ucap Hana akhirnya.
"Kalau begitu saya pamit, putri kalian cantik sekali," ucap dokter Tiwi dengan senyumnya.
"Silakan dok, terimakasih dok," ucap Reyhan.

Setelah kepergian dokter Tiwi Reyhan duduk di sebelah istrinya. "Aku tidak melihat noda lipstik," ujar Reyhan. "Aku melihat," sahut Hana.
Reyhan menatap istrinya. "Dan kau tidak menanyakan kepadaku," tatapnya intens. " Belum," ucap Hana.
Reyhan memeluk istrinya. "Aku jadi makin sayang sama kamu," bisik Reyhan.
" Maafkan aku ya mas, hampir saja aku mencurigaimu," bisik Hana di pelukan Reyhan.

" Aku jemput Wildan ya," ucap Reyhan. Hana mengangguk.
Reyhan mencium kening istrinya kemudian melangkah keluar.
"Assalamu'alaykum sayang," kata Reyhan.
"Wa'alaykumussalam juga sayang," jawab Hana dengan senyumnya.

Hana bangun dari tempat tidurnya menuju box bayi dimana putri kecilnya sedang menggeliat. Ia tersenyum bahagia. Tiba tiba pandangannya tertuju pada sepotong kertas.
Ia meraih kertas itu. Sepertinya itu struk transferan suaminya. Tapi pada siapa suaminya transfer. Jumlahnya satu setengah juta.
Apalagi ini!!




Susah banget buat konflik. Bawaan suka menghindari konflik, ya begini ini jadinya.

Makasih yang mau baca, apalagi mau voment....






Aku Ingin Mama Seperti Bu GuruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang