Chapter 1 : Makes Him Happy, Ell!!

370 12 20
                                    

      Siang ini, aku ada janji dengan Jevin. Dia pria yang kumaksudkan, dia amat sangat menyenangkan, sangat tampan, dan sangat ingin membuatku memiliki dirinya. Kami janjian ketemu di kafe ini, sebuah cafe coffee shop yang dekat tempatku sering latihan biola bersama teman-teman club biola. Jevin menghubungiku pagi tadi, dan mengajakku ke kafe ini. Kini, sudah lima belas menit aku menunggunya, dia belum juga datang, mungkin tepat setelah secangkir cappucino yang kuminum ini akan habis.

      Uhum..Yap!! Benar, dia di sana di depan pintu tersenyum lebar ke arahku. Indah sekali senyuman itu, melebur begitu kusadari dia yang perlahan melangkah ke arahku, lalu duduk tepat menghadap melihatku. Wajah tampannya itu membuatku lupa bahwa menunggunya selama lima belas menit terakhir membuatku ingin ke toilet. Niat itu menghilang setelah mata ini melihatnya, sejenak kemudian sunggingan kembali hiasi bibirnya.

        "Sorry Ell, aku tadi ngantarin temen." Dia mencoba untuk tak membuatku bertanya kemana dia, aku senyum, "Lama ya nunggu, sorry deh." Katanya lagi meyakinkan, aku senyum. "Hmm, kamu udah minum.. aku juga mau." Lalu, segera dia menuju ke bar barista. Tak lama membawa dua cangkir cappucino.

        Yaa... dia memberikanku secangkir lagi. Sepertinya dia akan bercerita tentang, hmmm...

      "Ell, dia terima tiket nonton yang aku belikan." Apa yang ia katakan barusan membuat seluruh wajahnya memerah cerah, senyuman riang itu sangat menawan.

          "Oyaa? Wah! Selamat Jevv... aku kirain dia nggak bakalan nerima tiket itu." balasku senyum terpaksa di depannya. Menurutku ini berita buruk, aku memberikan masukan padanya agar membeli tiket nonton, dan berharap "Dia" menolaknya dan Jevin akan mengajakku. Ternyata nggak!

      "Yaa, awalnya dia nolak, tapi dia.. mau dan malam ini Ell, kami jalan bareng, Dan hmm.. makasih ya, sarannya." dia menyatukan kedua telapak tangannya di depanku, lalu menyeruput cappucino miliknya.

         "Iyaa Jev.. sama-sama. Jangan malu-maluin loh yaa.."

     "Uhh.. mudahan deh Ell, gugup banget, Sumpah!" ungkap Jevin terlihat gugup datar di depanku.

    "Ihhh, jangan gugup amat. Bahaya. Nanti gagal tuh. Santai aja Jev.." kataku, lihat, raut wajahnya sangat bahagia sekali, setelah "Dia" gadis yang Jevin suka menerima tiket nonton darinya. Memang sih.. Jevin baru kali ini memberanikan dirinya mengajak "Dia" ngobrol sampai ngajakin "Dia" nonton bareng, itu saran dariku!. Sedikit menyesal memberikan saran itu.

     Pukul delapan, Jevin mengirimiku pesan di whatsapp, "Ell.. aku jalan yak! Doakan kencan pertamaku." aku hanya membacanya, tak inginku balas. Hanya membuatku berharap ingin bersamanya saat ini juga. Lampu meja belajar di mejaku terasa redup kali ini, tiba-tiba ada sebuah sesak di dadaku malam ini. Akh! Apalah, aku hanya ingin malam ini berjalan cepat, atau.. untuk menghabiskan malam ini aku ingin mengingat kembali mengapa aku menyukai Jevin, begitu menyukainya.

         Setahun lalu..

       Jevin Cristen, seorang mahasiswa di jurusan Pertanian sama denganku, aku suka dia, sejak pertama memasuki kampus. Di orientasi kampus, dia membantuku. Membantuku saat senior memarahiku, karena aku terlambat masuk ke kampus, dia juga membantuku untuk menemukan kunci peti permainan konyol kakak tingkat. Dari sanalah aku mulai menyukainya, mengaguminya secara diam-diam. Namun, ternyata kami tidak sekelas, dia mengambil bidang Agronomi, dan aku mengambil Teknologi Pertanian. Sejak saat itu, aku jarang melihatnya di kampus. Yaa kadang aja, kalau kami ngambil matakuliah yang sama.

        Lama-lama, aku muak dengan diriku yang cuma suka-suka dia, terus mengagumi dia begitu saja, mulaiku dekati dia. Karenanya, aku tahu banyak hal tentangnya, tahu apa yang dia suka, tahu apa yang dia sering lakukan, tahu kalau dia belum pernah menyukai satu pun wanita dihidupnya. Kecuali, Mamanya. Jevin menjadikanku teman sejak aku mendekatinya. Kenyamanku berteman dengannya membuatku semakin menyukainya. Dia bagaikan penyemangat dalam hidupku, Jevin membantuku dalam segala hal yang ia bisa.

      Setelah beberapa bulan berteman dengan Jevin, kurasa dia tak berubah sedikit pun selalu menceritakan apa saja, tentang apa saja. Termasuk pertama kali ia menyukai "Dia" adik tingkat yang manis dan imut bernama Clara. Jevin menyukainya sejak pertemuan orientasi, karena aku dan Jevin menjadi salah satu anggota panitia penyambutan mahasiswa baru saat itu. Awalnya, aku sedikit kecewa dengan ungkapan dia, "Ini pertama kali aku menyukai cewek Ell. Dia manis, baik, cantik, dan sangat sopan." Hingga muncul dibenakku, seperti apa pandangannya terhadapku? Baik? Atau Buruk?

        Mulai dari sana, beberapa bulan terakhir ia selalu menceritakan tentang Clara, nanya ke aku gimana caranya ngedekatin Clara dan gimana caranya bisa ngajak Clara ngobrol. Tahu apa yang lebih menyebalkan? Jevin memintaku berteman dengan Clara membuat dirinya dan Clara bisa berteman juga. Aku nggak bisa nolak atas permintaannya, alhasil, aku menjadikan Clara sebagai temanku, seperti yang dia minta. Sebatas adik tingkat, biar Jevin lebih mudah mendekatinya. Aku nggak menyesali ini, selama Jevin juga nggak ngejauhin aku karena kehadiran Clara.

        Kenyataannya, aku bahagia. Sejauh ini Jevin masih berteman denganku. Kami sering hangout bareng ke berbagai tempat wisata, kuliner, menghabiskan waktu di rumah sambil main catur di teras kamarku, kadang dia nemani aku latihan biola, kadang juga berdua saja dan juga mengajak serta teman-teman yang lain. Aku senang posisiku tak berubah saat ada Clara. Jevin masih menjadikanku salah satu teman yang sangat ia butuhkan. Aku berdoa pada Tuhan, semoga saja kami akan tetap seperti ini. Berteman atau bersahabat lebih baik.

First Love, Maybe... [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang