Chapter 4: Never Give Up, Jevin!

81 8 0
                                    

Aku masih memikirkan berulang-ulang kali, kejadian beberapa bulan lalu, saat aku mengajak Jevin dan Clara ke kebun binatang untuk melewati weekend bareng. Aku ingat jelas. Ingat kejadian dimana rasanya aku berhasil membuat Jevin mendapatkan Clara, Clara mendapatkan Jevin. Yeyy !!.

Aku bahagia? Mungkin. Berhubung aku ingat jelas keberadaanku sebagai seorang sahabat bagi Jevin. Aku ngaku, Yes! I'm so happy!, setelah tepat 100 hari, hubungan mereka.. wait, what?! Aku diam-diam menghitung hari jadian mereka! Oke lanjut..

Hari ini, menurutku tepat 100 hari setelah weekend itu, Jevin dan Clara selalu terlihat bersama di kampus, aku ada saat mereka bersama, saat mereka bercandaan aku ada disana bersama mereka. Saat hangout bareng, aku ada bersama mereka. Aku rasa sih, Jevin nggak ngerasa canggung saat bersamaku, ia bersikap seperti biasa layaknya nggak terjadi apa-apa, maupun hal yang tersembunyi diantara aku dan dia.

Selama beberapa bulan ini, jujur aku mengharapkan pernyataan jadian keduanya. Tapi nyatanya pengakuan, sindirian maupun, apapun, dalam bentuk candaan saja sama sekali nggak ada tentang hubungan mereka. Segalanya berjalan seperti biasanya, tapi karena hal-hal itu membuatku nggak nyaman dan sangat-sangat mengganggu.

Menjelang malam, sebelum tertidur, aku hanya menanyakan hal itu dalam pikiranku. Menanyakan apakah Jevin dan Clara sudah menjalin hubungan apa nggak, terus aku masih nggak bisa memberanikan diri buat bertanya pada Jevin secara langsung. Menyindir dirinya saja aku nggak bisa, aku hanya takut kalau-kalau dia merasa tersinggung. Aku hanya berharap dia menyatakan dengan sendirinya.

100 hari? Yaa,... sampai saat ini di ranjang tidurku, aku mengharapkan Jevin mengatakannya. Aku ingin kejelasan ini, kejelasan mereka. Memang rasanya nggak penting mereka menyatakan hal itu, tapi inikan, penting bagiku untuk bisa mengurungkan perasaanku jauh-jauh, agar saat melihat Jevin yang kulihat adalah seorang sahabat, bukan seorang pria yang kusukai lagi.

Jam menunjukkan pukul sembilan malam. Ponselku masih nggak berdering dari tadi siang. Menunggu Jevin menghubungiku, sebenarnya aku bertemu dengan Jevin di kampus hari ini. Cuma sekadar menyapanya aja, dia kelihatannya sangat sibuk. Aku nggak mungkin nanya ke dia tentang hubungannya dan Clara. Aku juga bertemu Clara hari ini, cuma duduk di perpustakaan berdua. Tapi, nggak ada pembicaraan yang dapat mengarahkan pertanyaan tentang hubungan mereka. Dua jam yang sia-sia. Pertanyaan-pertanyaan ini menghantui pikiranku, mungkin aku harus berfikir jernih dan mengendalikan pikiranku.

-oOo-

Hari ini, tepatnya sore ini.. sudah ke 101 hari. Aku sedang duduk di taman kampus bersama Jevin seusai praktik menanam tanaman pada media hidroponik. Jevin kini sedang menceritakan tentang kegiatan yang ia lakukan semalam, bermain game online bersama teman sekelasnya. Menurutku ini membosankan, tapi karena tawanya yang terdengar, dan wajah tampannya membuatku tak mampu beranjak dari tempatku. Ia menceritakan kegiatannya membutuhkan waktu selama 40 menit, aku hanya mengikuti senyumannya, mengikuti tawanya. Menutupi mimik wajahku yang berharap ia menggungkapkan segala yang ingin kuketahui.

"Ell, kamu tau enggak?" tanyanya, "Apa Jev?" aku balik nanya, "Ng.. nggak jadi Ell." dia memalingkan wajahnya, "Apaan sih Jevv. Ngomong aja kali.."

Dia menoleh melihatku, wajah Jevin terlihat serius, mata tajamnya menatapku intens. Entah kenapa, perasaan gugup menghampiriku detik ini juga. Rasanya nggak karuan, Please Jevv... Tell me now!

"Menurut kamu aku sama Clara seperti apa?" tanyanya. Aku sedikit tersentak dengan pertanyaannya, "Seperti apa? Maksud kamu?" aku tenang, "Yaa.. pendapat mu tentang aku dan Clara, Ell."

Jevin baru menayakan hal ini padaku setelah sekian lama? Ada apa dengannya? Apa ini akan menjadi sebuah pengakuan dan Ya! Aku mengharapkan itu.

Aku senyum, "Kalian cocok kok Jev barengan. Kalian serasi banget Jev!!" ucapku bersemangat d idepannya. Wajahnya kembali riang mendegar ucapanku, tapi, ada senyuman serigaian lemah setelah itu. "Kamu salah Ell." Ucapnya, dia kembali melihatku intens.

Keningku mengerut tajam melihatnya, nafasku seperti memburu mendengarkan pernyataan Jevin. Aku salah? Salah apanya. Aku hanya diam, nggak mampu berkata-kata lagi. Yang bisa kuucapkan hanya kata-kata tadi.

Jevin menggenggam erat lipatan tangannya, "Aku dari awal setelah pertemuan kita di kafe yang kamu rencanakan itu, aku ngerasa ada yang mengganjal antara perasaanku ke Clara, sebenarnya, aku sudah meyakinkan diri buat nyatain perasaanku ke Clara, Ell, tapi aku ragu, ragu banget, enggak tau kenapa perasaan ragu itu datang." Jevin menjelaskan, ia menghela nafasnya. Aku masih terdiam mendegarkan ia kembali berbicara, "Dan.. setelah weekend itu. aku malah jadi tambah ragu Ell, memang Clara membuatku nyaman, dia buat aku seperti berharga buat dia.. Beberapa waktu ini, begitu seterusnya, aku nyaman dan aku senang berada didekat Clara, aku mengiginkan dia, Ell." Jevin menghela nafas panjang, "Tapi aku ragu." akunya penuh tekanan.

Aku senyum, agar dia tenang, "Jangan ragu Jevv.. yakinkan kembali diri kamu. Ini memang keputusan yang rumit. Kamu juga harus hati-hati sama perasaan kamu.. jangan sampai menyakiti kamu maupun Clara." aku berusaha tenang.

Nada suaraku terdengar bergetar, aku berusaha menahan gugup ini, gugup yang nggak kuketahui artinya.

"Iya Ell. Aku sudah berusaha. Makanya aku belum menyatakan perasaanku pada Clara."

Belum?! Selama ini? Tapi-kan mereka sering barengan dan semuanya yang aku ketahui seperti pasangan yang saling jatuh cinta pada umumnya. Bagaimana Clara menganggapi ini, Clara pasti menunggu pernyataan dari Jevin, bukan?

"Sejauh ini, aku belum bisa menyatakannya." ungkapnya, "Jevin!" pekikku meneriaki namanya, Ia melihatku dengan tatapan heran.

Angin menerpa kulitku, aku menarik nafas panjang, "Jev, kamu jangan begini dong, Clara itu suka dan sayang sama kamu Jevin, kamu tahu itu kan, jangan buat dia nunggu.. Clara udah nungguin kamu berbulan-bulan ini, jangan nge-gantunggin perasaan Clara seperti itu, aku ini perempuan sama dengannya, aku tahu pasti apa yang Clara tunggu Jev.. kamu, dia nungguin kamu." Nada suaraku meninggi sore itu, orang-orang yang masih ada ditaman melihat sekilas ke arahku setelah mendengar suaraku yang sedikit memuncak, "Pikirkan kembali Jev.." suaraku terdengar tegas kali ini.

Jevin hanya tertunduk mendegarkan ocehanku. Aku kembali berusaha mengatur pernafasanku yang sedikit menyesakkan dadaku beberapa detik lalu. Jevin mengangkat wajahnya keatas, lalu kembali menoleh ke samping intens kearahku. Jevin tersenyum lembut kearahku, aku heran dengan respons itu.

"Akan kupikirkan kembali untuk memiliki dia Ell." Jevin hanya menggungkapkan kata singkat itu, lalu mengelus kepalaku, kemudian beranjak pergi meninggalkanku.

Aku hanya memandangi Jevin pergi, sesaat kemudian ponselku berdering. Kulihat layar ponselku tertera pesan dari Jevin, kubuka pesannya.

"Aku takut memiliki wanita jika hanya akan menyakiti dia dengan sejuta keraguan, Ell. Bantu aku meyakinkan kembali perasaanku."

Kulihat kembali Jevin yang sudah jauh, senyumannya terlihat samar pada pandanganku, ketika dia berbalik. Aku mengangguk mantap menyatakan aku siap membantunya kembali, dia kemudian berbalik kembali melangkah menjauh. 

First Love, Maybe... [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang