Chapter 8 : That Feel, damn! Move Now!

67 8 0
                                    

Pagi ini, Jevin memintaku untuk menemaninya menemui Clara. Jevin telah meminta Clara menunggu di kedai tempat nongkrong mahasiswa, terdekat dari kampus. Disalah satu bangku, dekat dengan bar, Clara menunggu sambil melihat buku menu di tangannya. Jevin menggenggam erat pergelangan tanganku, membawaku duduk tepat di depan Clara. Jevin terlihat sangat serius dengan tatapannya pada Clara, gadis itu hanya tersenyum padaku dan Jevin.

"Silahkan duduk Kak.." ucapnya, "Clara apa kabar?" tanya Jevin terdengar canggung, "Baik aja Kak, kalau kakak gimana?" Clara balik bertanya, "Kakak baik juga." balas Jevin, "Cla.." lanjut Jevin.

Clara terlihat menanti lanjutan panggilan dari Jevin, aku yang terlihat penasaran ingin rasanya menjauh dan membiarkan mereka berbicara. Tak sadar, rasanya Jevin menggenggam tanganku di bawah meja, dia memegang dengan erat. Sedetik kulihat kearah Jevin yang ada di sampingku. Dia berusaha tenang.

"Kakak, mau ngomong jujur ke kamu, kakak suka sama kamu Cla. Sebenarnya kakak dekati kamu, karena kakak mau kenal kamu lebih dalam dan mau jadikan kamu pacar kakak." ungkap Jevin, Clara terlihat ingin menyanggah, "Kakak tahu ini terlambat, tapi.. untuk kenyamanan hati, kakak nyatakan perasaan ini. Maaf Claraa... kalau kakak tidak secepat yang kamu inginkan dalam menyatakan perasaan." lanjut Jevin, dia menunggu respons dari Clara, yang masih terlihat tak percaya Jevin mengungkapkan perasaannya.

"Jadi sekarang perasaan kakak gimana ke aku?" tanya Clara, entah kenapa Clara harus menanyakan hal itu, mestinya dia tak menanyakannya sekarang. Apakah dia hanya akan menyiakan jawaban dari Jevin nantinya? Atau Clara masih mengiginkan perasaan Jevin? Dan dia bakalan putus dengan si kaca mata itu? Claaa... apa yang kamu fikirkan?

Jevin terlihat ragu, aku menatap Jevin intens. Sesaat kemudian, matanya melihat kearahku. Kuyakinkan dia, "Perasaan kakak ke kamu, udah memudar Claa.." ungkap Jevin. "Mungkin tidak ada lagi." lanjutnya.

Clara menghembuskan nafas lembut. "Baguslah kak, aku senang dengernya. Aku takut perasaan kakak masih ada sedangkan perasaan aku ke kakak udah mulai nggak ada." balas Clara tersenyum.

"Jadi kita impas. Sekarang kamu nggak usah mikirin perasaan kakak lagi Claa.." kata Jevin, ia sudah mulai melepas genggaman tangannya tadi.

"Iyaa kak, huh.. lega banget rasanya. Makasih ya kak, udah ngungkapin perasaan kakak ke aku. Makasih juga buat kak Ell, udah usaha banget dekatin aku sama kak Jevin. Seneng punya kakak seperti kalian." ungkap Clara.

"Sama-sama Cla.." balasku singkat. Jevin juga mengatakan hal yang sama, "Kalau gitu, aku permisi dulu yaa kak. Aku ada janji." ijin Clara padaku dan Jevin, "Iyaa Claa, hati-hati yaa.. Semangat Cla.." balas Jevin, Clara mengacungkan ibu jarinya pada Jevin.

Setelah Clara terlihat menutupi pintu kedai, dan ada dua cangkir cappucino yang tak kami pesan sebelumnya datang, Clara pasti memesannya untuk kami.

"Jev.." panggilku lembut, Jevin masih melihat kearah pintu kedai, Jevin melihat kearahku, merepons panggilanku. Dia tersenyum, senyuman manis dari bibirnya yang memudar akhir-akhir ini terlihat sangat menawan kali ini. Jevin kemudian berdiri lalu pindah duduk tepat didepanku, "Jev.." panggilku lagi, untuk memastikan dia menyatakan kelegaannya.

"Iyaa Ell, aku lega banget sekarang." balasnya, tersenyum kelegaan.

Kemudian, tak ada pembicaraan lagi. Aku menyeruput cappucino di depanku, dan melayangkan pandanganku di dalam kedai ini, lumayan ramai. Jevin pun menyeruput cappucinonya, ia terlihat tenang dan sepertinya tak akan ada pembicaraan lagi setelah secangkir cappucino ini habis.

Kuraih ponselku di kantong tasku, dan membuka aplikasi Line. Melihat apakah ada info penting yang dapat membuatku beranjak dari tempat duduk ini. Kuusap lembut layar ponselku, yup! Tak ada secercah pesan yang bisa membuatku pergi. Hanya obrolan tak penting di ruang obrolan grup.

"Ell, kok risih begitu?" tanya Jevin mengagetkanku. Dia menyadari ketidak tenanganku, "Ngh.. ini, ada info di grup, tapi nggak penting." jawabku ngelantur, "Ohh, aku kirain kenapa." balasnya singkat.

Aku agak sedikit binggung disini, Jevin tak membicarakan apa-apa lagi dan aku sangat kaku, membicarakan apa aku pun binggung. Kurasa wajah bosanku terlihat dimata Jevin. Sepertinya aku harus benar-benar pergi, pearasaanku sangat kacau sekarang.

"Jev.. aku pergi dulu yaa. Aku ada kesibukan." kataku dengan cepat, lalu segera pergi, Aku hanya melambaikan tanganku setelah menutup pintu kedai, Jevin hanya tersenyum.

"Ini perasaan kok kacau banget, apa sih yang aku harapkan? Udah deh Ell, jangan bodoh. Perasaan Jevin nggak bakalan bisa beralih ke kamu, kalaupun iya kamu bakalan jadi tempat pelampiasan parahnya pelarian!. Perasaan dia ke Clara udah nggak ada, jangan harapkan apa-apa Ell, jangan! Lupain aja perasaan kamu ke Jevin. Cukup teman oke! Cukup teman!" gerutuku sambil berjalan menuju parkiran.

Aku hampir menangis, mengingat diriku yang mengiginkan seorang pria yang tak pernah menyukaiku. Cinta yang sedih, mungkin ini cocok untuk perasaanku saat ini, "Ya Tuhan, aku lupa kalau aku ke sini dibawa Jevin. Motorku dikampus." gerutuku penuh kesal, menepuk kepalaku, aku berbalik badan dan hendak kembali ke dalam kedai, tapi Jevin sedang berjalan kearahku.

Dengan wajah memerah terlihat menahan tawa. Yaa.. dia tertawa setelah tepat di depanku, "Aku tahu kamu bakalan balik, yuk aku antar ke kampus. Sok sibuk banget deh." katanya mengejekku, aku hanya menyenggolnya dan ikut tertawa.

"Tapi antarkan aku ke perpus aja yaa, disana aku ada janji." ucapku berbohong. Ngga ada janji-janjian disana, Jevin hanya menganggukkan kepalanya.

Jevin telah mengantarku tepat di depan perpustakaan, aku pun langsung memasuki gedung perpustakaan megah ini. Setelah kulihat Jevin pergi, aku kembali keluar dan menuju kedai kopi di dekat gedung perpustakaan ini. Aku binggung dengan diriku, sedikit kacau. Kejadian di kedai tadi membuatku banyak berharap. Damn! Perasaan ini.

Aku kembali meminum secangkir cappucino yaa cappucino lagi dan lagi, melayangkan pandanganku keluar kedai. Melihat beberapa mahasiswa sedang berjalan dengan santainya, ada pula yang berjalan dengan tergesa-gesa. Ini mungkin adalah hari sibuk bagi mereka, ini hari yang membosankan menurutku. Tidak ada kegiatan peralihan untukku saat ini. Les biola pun ditunda minggu ini, perkuliahan udah nggak ada. Kegiatanku benar-benar kosong. Entah sampai kapan perasaan berharap ini akan bertahan.

Move On?! kata-kata ini melintang tajam di pikiranku, mungkin ini jawabannya. Aku bisa saja menghilangkan perasaan berharapku dari Jevin jika aku punya pacar. Eh? Tapi siapa? Aku terlalu fokus dengan Jevin, perasaan ini tidak ada untuk orang lain. Mungkin, jika saatnya penelitian nanti aku pasti bakalan ketemu sama pria yang bisa buat aku senang dan bahagia. Tunggu sebulan lagi, aku akan jauh dari Jevin untuk memperbaiki perasaanku. Maaf Jevin, aku harus move on darimu.

First Love, Maybe... [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang