Chapter 37 : This is the Right Decision

26 5 0
                                    

Mama sama terkejutnya sepertiku. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku tidak berhak marah atas pernyataanya. Aku- aku tidak- tidak pernah tahu kalau dia sedang mendekati perempuan. Karena- karena aku tidak pernah bertanya. Aku sudah tidak bisa menahan sesak didadaku. Aku berlalu begitu saja ke toilet, melepas nafas kasarku.

Kami bahkan tidak pernah membahas tentang perempuan yang dia maksudkan. Kenapa Jevin menyembunyikan dariku? Apa itu terlalu privasi untuknya? Kenapa rasanya aku sangat kecewa? Aku- aku.. tidak bisa menerima ini Jevin! Aku menangis. Yaaa.. sesak di dadaku menghasilkan air mata, mengalir dengan ria di pipiku. Tanpa bisa kutahan sama sekali. Bagaimana ini? Aku harus bagaimana? Aldi-kah lelaki yang harus kuterima kini?

Untuk alasan tertentu, aku langsung menuju kantor A2. Meraih tasku dan meninggalkan kantor sebelum jam istirahat. Aku mengirimkan pesan pada Mama, mengatakan aku ada perlu diluar untuk dua jam kedepan. Aku takut mereka khawatir karena tidak kembalinya diriku ke ruangan Papa setelah setengah jam di dalam toilet tadi.

Aku melarikan diri dari situasi yang sedang tidak baik bagiku. Aku harus mencari ketenangan dan untuk sementara aku harus pulang. Pulang ke rumah. Dua jam kemudian, kukirimkan kembali pesan pada Mama mengatakan kalau aku pulang ke rumah. Untungnya Mama mengerti, dan memintaku menenangkan diri. Bibi Inah memelukku begitu aku tiba di rumah. Katanya dia merindukanku, rumah ini sepi sekali tanpaku katanya.

-oOo-

Menuju ke kedai Fadli adalah tujuanku. Kenapa? Karena aku ingin mengetahui sesuatu darinya. Karena dia adalah sahabat Jevin, walaupun aku juga sahabat Jevin bukan berarti aku tahu segala-galanya. Buktinya, aku tidak tahu dia sedang mendekati seorang perempuan. Jevin boleh menyimpan rahasia seperti itu padaku, jadi aku tidak berhak marah padanya.

"Tumben kesini? Kenapa Ell?" Fadli meletakkan secangkir cappucino latte di hadapanku, "Aku penasaran.. bisa luangkan waktu mu?" kulihat sekeliling, tidak terlalu ramai pengunjung, Fadli mengangguk, lalu duduk di depanku, "Kenapa Ell? Ini tentang Jevin?" tanyanya, aku mengangguk, Fadli tertawa kecil, kenapa dengannya?

"Aku nggak paham apa yang terjadi diantara kalian, dan juga aku tidak tahu aku bisa membuang rasa penasaranmu itu apa nggak."

"Yaa, nggak ada yang terjadi sih, cuma aku penasaran.. ada yang tidak kuketahui dan aku mau mengetahuinya darimu.."

"Apa itu?"

"Jevin mendekati perempuan, siapa?"

Fadli kembali tertawa kecil seperti tadi.

"Bukannya kamu sahabatnya? Kenapa nggak tanya sendiri?"

"Iyaa emang, tapi nggak semuanya bisa kutanya.."

"Ohh yaa paham."

"Jadi?"

"Seingatku sih.. dia itu.. memang lagi dekat sama perempuan, cuman, aku nggak tahu siapa dia, udah lama banget dia cerita kalau dia ada dekati perempuan." Fadli mengingat-ingat.

"Sejak kapan?"

"Lama pokoknyaa.. kapan yaa.. dua tahun lalu sebelum aku ke Beijing pokoknya."

"Seriusaann?! udah lama banget berarti.."

Jadi???? proses yang dia bilang itu adalah????

"Yaa mungkin sekarang mereka udah barengan.."

"Mereka nggak bakalan nikah kan?"

"Yaa tergantung Ell.."

Aku menghela nafas kasar, Fadli terlihat berfikir.

"Tahu apa yang lebih membuatku penasaran?"

First Love, Maybe... [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang