Chapter 26 : New Life, in New Town.

24 4 0
                                    

"Ellisa.."

Aku kenal betul suara berat serak itu. Kuarahkan pandanganku pada suara yang memanggilku. Keningku mengerut tajam menyadari Aldi sedang berdiri di ambang pintu. Seragam itu, beratas putih dan berbawah hitam, dengan pantovel? Dia melamar pekerjaan disini juga? Dia kini telah duduk disampingku.

"Ellisa apa kabar?"

"Ehm, baik."

Aku belum bisa memikirkan pembahasan yang cocok untuk dibahas saat ini. Aku masih terfokus untuk mempersiapkan diriku mengikuti interview pekerjaan pagi ini, dan tiba-tiba Aldi muncul entah darimana dan melamar di perusahaan ini?

"Semoga wawancaranya lancar.."

Aldi menepuk punggung tanganku. Kulihat dia sekilas, dia tersenyum ke arahku. Dia terlihat gugup, sama halnya denganku. Harusnya wawancara dimulai pukul delapan, ini sudah lewat setengah jam dari jadwal. Apa yang dilakukan orang-orang di dalam sana? Tak lama, aku dikagetkan oleh kehadiran Jevin. Dia meng-sms-ku tadi pagi mengatakan dia akan terlambat, dia tersenyum ke arahku. Senyumannya beralih pada Aldi yang duduk disebelahku.

"Lohh, kupikir kamu kerja di kotamu All.." kata Jevin, lalu duduk disampingku.

"Orang Tuaku pindah ke kota ini empat tahun lalu.." Aldi menjelaskan.

"Ohh gitu, semoga wawancaranya lancar.." kata Jevin.

Aneh rasanya duduk ditengah mereka berdua disini. Tak lama, sosok Papa muncul dari ambang pintu. Papa sangat keren dengan balutan jas kantoran yang ia pakai. Aku tersenyum pada Papa, berdiri dan menghampiri Papa memberikan salam.

"Ell, kamu nggak mesti ikut wawancara beginikan? Ngeyel banget." kata Papa memegang pundakku.

"Papa, harus adil.. Ell-kan mau kerja jadi pegawai, bukan jadi atasan. Beda sama Daniel, Papa harusnya ngajarin Daniel-kan Paa.."

"Eihh.. yaya sudah, kamu susah dibujuk. Masalah Daniel, masih sulit untuk buat dia mau nginjak kakinya di perusahaan ini. Jumat nanti, Papa dan Mama bakalan bawa dia ke kota ini."

"Ohh.. oke deh Paa.. bawa dia cepat ya Paa.. Ell nggak bisa tinggal di apartemen sebesar itu sendirian."

Papa mengangguk, lalu mengelus bahuku sesaat. Kemudian dia menghilang dari balik pintu. Aku kembali ke tempat duduk, sesaat mata ini melihat pegawai perusahaan yang sedang mengawas dekat pintu ruangan disisi lain ruangan. Mereka tampak berbisik, ahh.. palingan tentang aku yang mendatangi Papa tadi, mereka tidak tahu kalau Papa punya aku dan Daniel. Dasar Papa, sok misterius jadi atasan. Digosipin begitukan lucu. Sepertinya Aldi dan Jevin juga ingin bertanya, mereka membungkam bibir begitu kugelengkan kepalaku.

Namaku, dan nama empat pelamar lainnya dipanggil memasuki ruangan interview. Aku duduk pada deretan kedua, dan Curiculum Vitae-ku kini dipegang salah satu pegawai Papa yang bertuliskan Manager pada pin persegi putih yang ada di sisi kiri bajunya. Masing-masing pewawancara, mewawancarai kami berlima. Aku menjawab sebisaku, tanpa pengalaman, hanya bermodal ijazah master pertanian, aku dinyatakan lulus. Bukan lulus karena Papa pemegang perusahaan ini, aku lulus karena usahaku meminta Papa agar diam tidak memberitahu siapa aku diwawancara ini.

Begitu selesai dan kertas lulusku sudah ditangan, aku keluar dengan senyum kebanggan. Aldi dan Jevin melihatku senang, aku harus menuju ke kantor Papa memberitahukan ini.

"Jevv.. All.. aku tinggal bentar ya."

Kedua lelaki ini hanya mangguk-mangguk begitu aku meminta ijin meninggalkan mereka. Mereka tahu jawabannya. Segera kupercepat langkahku menuju kantor Papa di lantai sembilan, pertama kali aku kemari mataku sudah disambut interior cantik pada dinding lift ini. Begitu pun saat kutelusuri lobi menuju ruangan Papa, lebih mengagumkan lagi ruangan kantor Papa, interiornya megah dan berwarna merah maroon beradu dengan warna gold. Ruangan ini terlihat elegan sekali.

First Love, Maybe... [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang