Chapter 27 : Work with Them, Jevin and Aldi.

24 4 0
                                    

Hari pertama kerja. Bukan hal buruk disambut tumpahan cappucino hangat yang sekarang membekas pada bajuku, dress ini kelihatan buruk sekali. Seseorang menabrakku sepuluh menit lalu dan membuatku berakhir di toilet ini membersihkan daerah bajuku yang terkena tumpahan tadi. Seperti tadikah sibuknya dunia kerja sampai lelaki tadi berlari sambil membawa gelas cappucinonya? Benar-benar, aku belum menginjakkan kakiku memasuki ruangan bidang pemasaran yang akan menjadi tempat kerjaku nanti, aku malah berakhir di toilet seperti ini. Setengah jam ini berkutat membersihkan baju bagian perut hingga lututku, sudah mendingan daripada yang sebelumnya, bau dari cappucino sudah kututupi dengan dua semprotan parfum cerry blossom milikku, tidak salah aku membawanya pagi ini.

Pukul sembilan. Sudah terlambat masuk ruangan, aku harus cepat masuk. Walaupun aku anak Papa, bisa saja mereka tidak memberikan keringanan. Kutelusuri lobi dan menemukan ruangan bertuliskan pemasaran, begitu kubuka pintu ini beberapa pegawai magang sepertiku sudah berdiri berbaris, kami yang masuk kebidang ini ada tiga belas orang termasuk aku yang berdiri paling belakang, aku masih sibuk menyeka bagian bawah dress ini. Pemimpin di depan sana sedang memberikan arahan. Bukannya itu lelaki tadi? Huh? Kepala tim? Kuberikan senyumanku padanya saat matanya menemukan pandanganku. Dia terlihat terkejut.

Celingak-celinguk sesaat, Jevin yang ada deretan selangkah di depan dan berdiri pada barisan kedua di ujung, berdehem begitu dia menyadari aku mencari dirinya. Dia masuk di tim yang sama denganku, kebetulan apa lagi ini. Dia tersenyum, hari ini dia dengan baju kemeja berdasinya, terlihat sangat dewasa dan tampan. Tak berhenti bibir ini menggeser pipi untuk tersenyum. Kepala tim menyadari ketidak fokusanku, dia berdehem kemudian menutup arahannya. Jevin, aku, dan enam pegawai lain mendapat ruangan A2 dan yang anggota magang lainnya dibagi di ruangan bertuliskan alfabet dan angka lainnya di ruangan ini.

Jevin menyenggolku begitu kami mendapat tempat duduk sejajar, "Kemana aja? Kok bisa telat?" kuputar kursi beroda ini menghadap Jevin, "Tadi ada urusan di toilet." dia menegerutkan keningnya,"Kenapa? Sakit perut?" Aku berdiri dari tempat dudukku, dan menunduk kearah dressku, "Kok bisa?" makin tajam keningnya mengertu, setengah senyum melihatku, "Kepala Tim tadi yang nabrak, siapa namanya... Pak Lukas." Jevin tertawa singkat, lalu melihat kiri-kanan, kemudian mencondongkan badanya ke arahku, lalu setengah berbisik, "Mungkin dia buru-buru mau sambutan seperti tadi, kamu korban kopinya hari ini."dia kembali duduk tegak, "Emang bakalan ada korban lagi?" kutanya.

Jevin mengarahkan matanya menuju seorang wanita berpakaian blush biru laut sedang bergerutu dan menyeka bajunya yang terdapat noda sama seperti yang ada di dress milikku. Aku dan Jevin tertawa seketika, tanpa terdengar oleh orang di dekat kami.

"Oyaa, Aldi mana?" tanyaku, menyadari Aldi tidak terlihat berdiri bersama dengan kami ditengah ruangan tadi, "Dia dibagian periklanan, ruangan kantornya disebelah kantor kita." jelas Jevin.

Jadi, aku kerja diruangan ini bersama Jevin setiap hari? Dan kami di tim yang sama? Senangnya!!. Hari ini hari pertama, pertama bekerja, pertama kena tumpahan cappucino, pertama ditegur kepala tim, pertama senang karena akan menghabiskan setiap hari bersama Jevin.

Kepala Tim terlihat memasuki ruangan, kemudian meminta kami berkumpul di tengah-tengah ruangan seperti tadi. Dia kembali melihatku, datar. Aiihhh, ada apa dengan tatapan tidak mengenakan itu. Dia menceritakan sedikit tentang bagaimana pekerjaan kami dan apa yang harus kami lakukan, beberapa draft bermap merah dibagikan pada setiap kami, lalu diminta untuk mempelajarinya. Katanya, tiga hari kemudian akan ada proyek dari perusahaan. Dan kami diminta untuk memasarkannya secara kreatif dan se-efisien mungkin. Butuh satu jam dia duduk di depan menjelaskan segala yang kami perlu ketahui, setelah itu kami kembali ke tempat masing-masing.

Seorang lelaki berkacamata sedari tadi melihat satu-satu dari kami, membuka mulut untuk meminta kami berkenalan. Mereka menanggapi ramah, dan kembali kami berkumpul di tengah ruangan seperti tadi, bedanya kali ini kami berdiri melingkar. Satu-satu mereka memperkenalkan diri, ada Genta pria berkacamata tadi, ada Hely wanita dengan blush biru tadi, ada Wemma wanita paling munggil diantara kami, ada Floria wanita blasteran Australia, ada Jordi pria jangkung lebih jangkung dari Jevin, yang terakhir ada aku dan Jevin. Mereka melihat dengan ingin bertanya-tanya, mereka mengangguk merespons perkenalan kami.

-oOo-

Istirahat makan siang tiba, aku masih membaca draft map merah ini sedari tadi. Jujur, tidak kupahami sama sekali draft yang isinya mengenai pemasaran ini. Sama sekali bukan bidangku, kenapa aku bisa ditempatkan dibidang pemasaran? Tak apa sudah, jika dengan Jevin sudah cukup untukku. Aku tersenyum kecil, mungkin membuat Jevin sekarang menabrak bangkuku dengan bangkunya. Aku terkaget dan menoleh heran padanya. Dia mengelus perutnya berputar, dia pasti lapar. Kututup map merah ini, dan berdiri menarik lengannya. Dia tersenyum, lalu berdiri bersamaku.

Di ambang pintu ruangan utama ruangan pemasaran ini, sosok Aldi tersenyum. Keningku mengerut melihatnya sudah menunggu dengan memperlihatkan kerutan juga di keningnya. Aku masih menggandeng lengan Jevin, mungkin itu yang menyebabkan kerutan tajam di dahinya. Ck. Biasa aja kali, Jevin melihat sekeliling lalu pelan melepas tanganku dari gandengan tadi. Aku menyadarinya, lalu melangkah lebih dulu untuk menghampiri Aldi.

Siang ini dihari pertama kerja, kami akan makan di kantin kantor. Yang kuyakini pasti penuh dijam makan siang. Nyatanya dugaanku salah, kami dapat tempat duduk disudut ruangan dengan bangku berbentuk sofa, masih lengang kantin ini. Atau, mungkin pegawai lain memilih makan di luar kantor. Yaa.. wajar istirahat makan siang sampai dua jam, masa iya ngehabisin waktu sebanyak itu cuma di kantin ini.

Aldi dan Jevin masih berdiri di bar kantin, memesan makan siang dan mungkin beberapa dessert. Aku duduk disini menunggu pesanan minuman, kaca kantin ini terkesan transparan, bisa melihat keluar sana dengan leluasa. Tanpa bisa dilihat orang dari luar. Aku suka dengan interior kantor ini, pasti Mama yang punya ide ini.

Jevin kembali membawa nampan dengan paket makan siang lengkap. Geprek. Aku tersenyum lebar menerima makan siang ini, dengan hiasan keju diatasnya, cabai merah tiga biji dipirik halus. Jevin masih ingat kesukaanku. Aldi makan soto ayam, dan banyak sekali kolnya. Jevin dan aku suka makanan yang sama, kami sama-sama menyukai beberapa jenis makanan lokal di kota seberang. Untungnya di kota ini, menu makanannya sama. Yaa iyaalah.. Indonesia. Dimana aja bisa ketemu soto, geprek, lalapan, dan makanan lainnya.

Sedari tadi sesekali Aldi bergumam merasakan soto yang ada di hadapannya. Seenak itukah soto itu sampai-sampai dia menikmatinya sambil senyum-senyum? Iseng kusendoki sotonya yang masih berhiaskan kol itu, kucicipi sesaat, cukup membuat senyumanku mengembang. Enak! Jevin melihatku, lalu melakukan hal yang sama. Dia merespons sama.

"Heleeh! Ya kali'! mau sotoku. Nyicipnya gitu-gitu." ringut Aldi. Aku tertawa diikuti Jevin.

"Kamu sih, makanya kok gitu banget." kataku lalu menyambar lagi sesendok sotonya.

Demi pertahanan, Aldi menggeser mangkok sotonya. Dia menggeleng mengedek.

"No! Kuhabiskan dulu, kalian cicip kuahnya aja." ledeknya, kemudian tertawa.

Aku tertawa, disusul Jevin.

Makan siang ini berlangsung nyaman dan konyol. Aldi cepat-cepat menghabiskan sotonya sebelum aku benar-benar akan ikutan makan semangkuk dengannya. Jevin sudah selesai dengan makanannya, lalu memakan cake choco green tea yang ia bawa tadi. Aku suka menghabiskan waktu ini bersamamu Jevin, masih kamu yang membuatku senang menikmati keseharianku, dan membuatku bersemangat menyukaimu setiap hari.

First Love, Maybe... [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang