Chapter 18 : Another Promise.

32 4 0
                                    

Hari ini, adalah hari yang kutunggu-tunggu setelah sekian lama berusaha dan membulatkan impian. Toga ini membuat lega batin dan pikiranku. Wisuda bersama dengan teman-teman seangkatan membuat tangis bahagia mengalir begitu saja di sudut kelopak mata tanpa terasa.

Aku bahagia sekali hari ini, Mama, Papa, dan Daniel hadir dihari bahagiaku. Kami sudah banyak mengambil foto bersama hari ini, sekarang di studio foto saat ini ada Jevin beserta keluarganya berfoto bersama. Kami sudah janjian dengan studio foto ini jauh-jauh hari. Papa dan Mama Jevin beserta Kakak perempuannya sangat bangga melihatnya hari ini. Setelah sesi foto keluarga Jevin selesai, kini giliran keluarga kecilku. Daniel langsung mengambil tepat berdiri di sampingku. Dia berkali-kali memujiku hari ini.

"Kakak cantik," Katanya lagi sebelum pengambilan gambar formal pertama, "Kakak bakalan jadi cewek tercantik, dihidup aku," pujinya lagi sebelum pengambilan gambar kedua, "Kakak nanti bakalan nikah sama Kak Jevin?" tanyanya, cukup membuatku tersentak kaget dengan pertanyaan lugunya.

Aku hanya tertawa kecil meresponsnya, setelah pengambilan gambar ketiga, aku dan Daniel foto berdua sebagai Kakak dan Adik yang jarang bertemu, foto ini sebagai bukti persaudaraan kami yang jauh. Setelah selesai pengambilan gambar, Daniel tiba-tiba berlari, lalu menyeret Jevin yang sedang asik selfie dengan kak Sofin, kakak perempuannya itu hanya tertawa kecil melihat tingkah Daniel. Adik gantengku ini, dia menempatkan Jevin berdiri di sampingku untuk pengambilan gambar terakhir.

"Berpose kak, yang cantik!" celetuk Daniel, lalu mengisyaratkan pada fotografer untuk mengambil fotoku dan Jevin.

Senyuman di wajahku benar-benar mengembang dengan sesukanya. Benar-benar tidak bisa kukendalikan kebahagiaan ini. Jevin berpose sangat dekat denganku, apa aku yang berlebihan? Tapi benar! Aku menyukai pose ini, dimana aku duduk di bangku dengan anggunnya, dia berdiri memengangi pundakku dengan lembut dan sedikit mencondongkan badannya kearahku, dengan aku yang memegang ijazah kami berdua, wajah lucupun kami tunjukkan ke depan kamera untuk foto terakhir.

Setelah selesai dengan acara foto-fotoan, kami sekeluarga langsung pulang ke rumah. Karena Mama dan Papa bilang kami harus makan di rumah hari ini. Karena ini acara perdana makan bersama keluarga. Mama masak makanan kesukaan kami bertiga pagi-pagi sekali dibantu Bibi Inah. Daniel datang ke kampusku setelah acara wisuda selesai, karena penerbangannya yang tertunda. Dia menyempatkan diri memakai toxedo pemberianku tahun lalu. Dia terlihat tampan dan sangat dewasa mengenakannya dengan pantovel yang melekat di kakinya.

Kini kami ber-enam sedang menikmati makan siang bersama, aku, Mama, Papa, Daniel, Pak Seto dan Bibi Inah menyantap masakan Mama. Sangat enak, jarang sekali ada momen seperti ini. Kuraih ponselku dalam kantung celanaku, lalu mengambil beberapa gambar kebersamaan kami, dan mempublikasikannya pada akun sosmedku. Jevin terlihat melakukan hal yang sama, dia mengunggah fotonya beserta keluarganya, aku menyukai foto itu mengirimkan tanda merah hati pada fotonya. Diapun menyukai fotoku. Kembali kunikmati makan siang bersama keluargaku.

-oOo-

Jevin mengirimkan direct messages (DM) diakun instagramku. Mengajakku ketemuan di kafe biasa tempat kami berdua sering janjian. Selalu di kafe itu, kafe coffee shop bertemakan keanggunan dan kenyamanan itu jadi bukti bisu perasaanku padanya. Bodoh! Ada-ada aja.

Kami bertemu tepat di parkiran kafe, dan kami masuk beriringan ke dalam kafe dan memilih tempat duduk yang sama setiap ke tempat ini. Jam menunjukkan pukul 8 malam. Untung saja Mama dan Papa mengijinkanku keluar bersama Jevin. Karena Daniel juga ada janji bersama pacarnya, entah sejak kapan dia LDR-an dengan pacarnya itu. Dia sudah punya pacar, sedangkan aku masih disini menjadi bayang-bayang Jevin.

Jevin berdehem padaku, dia melihatku yang sedari tadi melihat keluar jendela. Melihat indahnya lampu kendaraan menghiasi jalanan. Aku mengarahkan mataku melihatnya.

"Aku mau pamit sama kamu Ell." katanya, keningku mengerut tajam melihatnya. "Kamu mau kemana emang?" tanyaku dengan nada yang tajam.

Dia terlihat menarik nafas dalam. "Aku mau keluar negeri, ngelanjutin S2 aku Ell. Mungkin besok lusa bakalan berangkat ke Thailand."

Thailand? Dia dapat beasiswa ke Thailand? Aku pikir akan sama denganku. Bukannya kami sama-sama diberi beasiswa dari kampus untuk ke Beijing? Kenapa dia ke Thailand?

"Kok cepat banget Jevv? Apa nggak buru-buru?" aku tak setuju dengan keputusan yang kudengar, "Disana udah buka pendaftaran kuliah. Aku harus cepat-cepat kesana." dia menjelaskan, wajahnya terlihat sayu, aku mengangguk lemah. "Bakalan nggak ketemu kamu dong." hanya itu yang bisa kukatakan, dia mengangguk, wajahnya terlihat sendu, "Iyaa, tiga tahun." katanya.

Aku tahu tiga tahun, waktu itu akan lama sekali. Bagaimana tanpa melihatmu selama tiga tahun itu? Air mata memudarkan pandanganku. Tak dapat kutahan lagi air mata yang memenuhi sudut kelopak mataku. Mengalir begitu saja, ini kali pertama aku mengeluarkan air mata karena Jevin. Air mata perpisahan.

"Jangan sedih Ell, kita bakalan ketemu kok kalau ada libur semester. Nggak mungkin selama tiga tahun liburnya nggak ada. Kalau liburan, aku bakalan datangi kamu dimanapun." katanya menghiburku.

Aku berusaha tersenyum seraya menghentikan tangisku, "Aku nggak nyangka kita bakalan ngelanjutin S2 diluar negeri seperti ini. Kita bakalan jauh, nggak bisa lagi kita ketemuan begini, atau hangout bareng lagi, atau makan es krim bareng. Kita bakalan beradaptasi sama lingkungan baru, dapat temen baru, dan mungkin kamu.. bakalan lupa sama aku Jev.." kataku terbata-bata, karena tangisku yang belum berhasil kuhentikan.

Aku sebenarnya tak ingin menangis seperti ini di depannya, ini memalukan. Jevin melihatku intens dengan tatapan yakin, matanya terlihat memerah. Apa dia menahan tangisnya? Matanya berkaca-kaca.

"Mana bisa aku lupa sama sahabat aku sendiri, kamu bakalan jadi penyemangat aku selama kuliah nanti. Jangan lupa saling komunikasi aja ya Ell..." katanya menyanggah pernyataan terakhirku.

Jevin menyodorkan jari kelingkingnya. Dia minta kami berjanji untuk kedua kalinya, berjanji akan saling memberikan kabar. Disinilah kami berpisah, dan akan bertemu lagi tiga tahun ke depan, dengan tidak berubah dan saling memberi kabar.

First Love, Maybe... [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang