Chapter 9 : Move On (?)

76 8 0
                                    

Rencana Move On-ku, akan kumulai minggu ini, kini aku berada di sebuah perusahaan pengelolah tanaman pangan di provinsi kota seberang. Cukup menyenangkan berada di tempat ini, dibantu oleh pekerja ahli di Laboratorium Pengelolah Pangan dan tak lupa, seorang pria bernama Aldi Rendra. Dia sama-sama sedang melaksanakan penelitian sepertiku. Jadi, hampir setiap hari kami bertemu.

Di laboratorium inilah tempatku dan Aldi melaksanakan penelitian. Dia pria yang cukup tampan dan humoris, dia selalu meminta bantuanku begitupun sebaliknya. Dia benar-benar baik hati, tutur katanya saja sangat sopan, dan sangat teliti. Terkadang kami makan siang bersama, dan pulang bersama. Berhubung tempat tinggalku dan dia hanya seperti kos-kosan berjarak dua kamar, dia selalu menanyakan "Kamu bisa pulang sendiri? Atau barengan sama aku aja?" saat kami hendak pulang dipukul delapan malam dia selalu menanyakannya. Benar-benar pria bertanggung jawab.

Tapii~, satu hal yang kuherankan dari kesenanganku terhadapnya. Aku tidak menyukai dia, maksudku.. aku tidak memiliki rasa ketertarikan apapun padanya. Padahal, dia terlihat sempurna. Berjalan bersamanya saja nyaman, langkah kakiku mampu kusempurnakan dengan langkah kakinya. Tatapan matanya saja sangat hangat, tapi perasaan ini. Rasa gugupku tak ada didekatnya, jantungku tak berdetak kencang saat dia melihatku. Tidak seperti dengan Jevin, Shit! Jevin again. Yaa.. itulah kenyataannya. Aku tidak bisa berbohong dengan perasaanku.

Tentu saja, saat ini Jevin juga sedang melakukan penelitiannya ditempat lain, aku sengaja tak mengabarinya sejak awal aku memulai penelitian. Dia kadang mengirimiku pesan, tapi tak kubalas. Aku hanya tak mau saja membangkitkan kembali perasaan berharapku, tapi tetap saja perasaan bodoh ini semakin membara jika aku hanya memikirkan dia. Mungkin butuh dua bulan lagi untuk menyelesaikan penelitianku, dan rencana move on-ku.

Malam ini, Aldi dan aku sedikit larut menyelesaikan pekerjaan kami. Rasa lapar menghampiri perut rampingku, Aldi juga terlihat seperti itu. Jika kutawarkan dia makan diluar apa dia mau? Tapi, aku malah dikagetkan oleh deheman Aldi.

"Ellisa, kamu bisa masak mie nggak?" tanyanya, aku menahan tawaku, "Iya bisa lah All.. masa iya masak mie doang nggak bisa." kataku, "Kalau gitu, masakan aku mie dong." Pintanya. "Aku lapar banget, kamu juga pasti laparkan?" tanyanya, "Iyaa sih, tapi aku nggak punya mie di kamar." seingatku, "Tenang aja, aku ada kok."

Kami pun dengan cepat melangkah pulang, rasa lapar ini seperti menuntut untuk cepat pulang. Sesampai di kamarku, Aldi kembali membawa dua bungkus mie rebus dari kamarnya, dan kami masak bersama di dapur kecil dalam kamarku, dapur dan kamar hanya di pisahkan tembok begitupun dengan kamar mandinya. Setelah selesai masak, Aldi menyiapkan mangkuk dan sedikit nasi dari leskuker-ku. Kami pun menikmati mie rebus ini, sangat enak ternyata. Aku jarang makan mie, mungkin karena ini seperti pertama kali. Hanya tunggu wajah ini mengembang besok paginya.

Aldi makan dengan lahapnya, begitu pun denganku. Butuh waktu sebentar saja untuk menghabiskan makan malam kami. Mie telah habis, dan kenyang yang mengisi suasana kami saat ini. Sejenak terdiam, Aldi menatapku hangat..

"Ellisa, kamu sudah punya pacar?" tanyanya, membuatku terkejut, aku memastikan senyumanku tidak sedih, "Belum punya All." jawabku, seraya menyeringai padanya, "Ohh, kenapa belum punya?" dia kembali bertanya. Aldi malah menanyakan hal seperti ini membuatku tak betah duduk didekatnya, "Aku cuma nunggu satu pria, cuma itu nggak pernah berhasil. Jadi aku belum bisa ngebuka hati untuk siapapun." kataku, menjelaskan apa yang aku rasakan.

Sekarang pikiranku melayang, memikirkan Jevin di luar sana. Aku merindukan dia, itu yang aku rasakan kini. Bersama dengan Aldi membuatku teringat akan Jevin yang pernah menanyakan hal serupa padaku dua tahun lalu, jawabanku "Aku tidak ingin pacaran." mungkin bisa saja kata-kataku saat itu menjadi penghalang Jevin untuk menyukaiku. Ahh! Apaan sih aku, berharap lebih. Memang sejak awal Jevin tak pernah menyukaiku, apa yang kutunggu kalau begitu. Jika memang kata-kata itu menjadi penghalang Jevin menyukaiku, maka jawabanku tadi bisa menjadi penghalang untuk Aldi menyukaiku.

Aihhhsss.. Move On-ku! Sebaiknyaa kuralat kata-kataku.

"Ellisa, jika aku bisa membuatmu membuka hatimu bisakah aku masuk?" pertanyaan Aldi mengagetkan lamunanku. Dia memberi kode?

"Aku akan membiarkan kamu masuk, menetap tanpa harus pergi." ujarku, sambil tersenyum manis padanya, entah kenapa aku menjawab seperti ini, seperti memberikan peluang untuknya. Tapi.. ya sudahlah. Aku akan mencoba membuka hatiku untuknya.

"Benarkah? Kalau begitu, mulai sekarang aku-" ujarnya terpotong. Aku menatapanya serius, dia mau nembak apa gimana sih. Aku jadi penasaran.

"Dekati kamu, PDKT maksud aku." ucapnya menjelaskan, aku terkekeh geli mendengarnya, dia tertawa malu melihatku, "All, segitunya kamu. Kan dari kemarin-kemarin kita udah dekat."

"Aku cuma mau maksud perasaanku ini tersampaikan dengan baik, tanpa berbelit-belit." ujarnya menjelaskan.

Aku mendengarkan kata-katanya, sepertinya dia menyinggungku. Atau aku tersinggung oleh kata-katanya. Aku merespon Aldi hanya dengan senyuman, ia terlihat serius dengan ucapannya. Tatapan matanya sangat tajam dan menusuk, membuatku kaku menatapnya.

"Oyaa, udah larut malam. Baiknya kamu balik ke kamar. Aku juga udah ngantuk banget." kataku mengingatkannya, "Ohh, iyaa. Sampai ketemu besok Ellisa. Mimpi indah." ucapnya lalu membuka pintu kamar dan melangkah keluar.

Aku belum sempat membalasnya, aku segera membuka pintu menyusulnya. Dia masih berjalan menuju ke kamarnya.

"All, mimpi indah." ujarku, tersenyum manis padanya. Dia pun begitu. Dia melambaikan tangan padaku, apaan sih lebay banget. Aku hanya membalasnya dengan melambaikan tanganku juga, ikutan lebaykan.

Malam ini, kulewati dengan membuka hatiku untuk Aldi. Aku tidak terlalu yakin sih dengan kemauanku kali ini. Tapi yaaa sudahlah, aku akan berusaha mencoba membuka perasaanku ini. Kira-kira kalau aku dan Aldi benar-benar cocok, aku mungkin bisa menghilangkan perasaanku pada Jevin. Ya bisa saja, karena Aldi akan menjadi prioritasku. Pikirku, kini seraya menyelimuti tubuhku di atas tempat tidur yang lumayan empuk ini. Memikirkannya saja membuatku menguap. Sepertinya aku harus tidur, dan bersiap menghadapi masa PDKT dengan Aldi. Apaan sih aku, tapi itu kenyataannya Ell.. kamu sudah mengakui itu tadinya.

First Love, Maybe... [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang