"Why am I missing the you and I of long ago? Don't really quiet know, I don't really know."
- SEVENTEEN 'Well'***
Sudah makan?
Balasan lagi dari Jihoon. Aku merasa anak itu sudah tidak terlalu memikirkan masa SMAnya, masa SMA kita baginya. Jadi aku membalasnya seperti biasa.
Belum.
Aku menengok ke sekeliling ruangan dengan dinding cermin ini. Aku tidak percaya aku sudah benar-benar berada di sekolah tari.
Tiba-tiba pintu terbuka. Seseorang muncul dari baliknya membawa dua bungkus makanan dan dua botol air minum.
"Makanan datang," ujarnya mengambil tempat di hadapanku.
Aku bangun dari posisi tidurku dan duduk menghadap makanan yang sudah ditatanya dengan rapi. Kutaruh ponselku di samping dan mengambil sumpit di samping bungkusan makanan.
"Selamat makan," seruku mengambil sepotong ayam berbumbu.
"Ada pesan masuk," ujar orang di hadapanku mengarahkan dagunya ke arah ponselku.
Aku menghabiskan makanan dalam mulutku terlebih dahulu lalu angkat bicara, "Biarkan saja."
Orang di hadapanku mengambil sepasang sumpit yang tersisa di samping bungkusan.
"Bagaimana tentang rencana akhir minggu kita?" tanyanya sebelum mengambil sepotong ayam berbumbu.
***
Soonyoung tidak membalas pesanku. Ia pasti sangat sibuk di sana, pikirku.
Aku melihat ke arah jam dinding. Sudah jam 10 malam. Apa ia tidak lapar, latihan hingga larut?
***
Rumah baruku sangat sepi. Sebelah kirinya tak berpenghuni, di depannya sepi, di sebelah kanannya terhampar area berumput.
Aku sering sekali ditinggal sendiri dan menghabiskan waktuku di dalam kamar, entah mendengarkan lagu, atau tidur. Aku juga sering melihat keluar jendela kamarku.
Pemandangan yang kulihat dari jendela tidak lebih dari langit dan rumput.
Suatu hari sebuah keluarga datang meramaikan rumah di depan. Sebelumnya hanya ada seorang nenek di sana sendirian. Aku melihat dari balik jendela ruang tamu. Ada ayah, ibu, dan seorang anak laki-laki.
Anak laki-laki itu berlari-lari girang memasuki rumah nenek itu. Mungkin mereka baru sekali ini berkunjung. Nenek itu juga menyambut cucunya bahagia. Mereka saling berpelukan. Ah, andai saja... andai saja...
"Ibu pulang! Apa yang kau lakukan di atas sofa? Duduklah dengan benar!"
Sayangnya ibuku pulang dan membentakku. Aku berbalik dan duduk menghadap meja kecil.
"Kau memperhatikan calon teman barumu?"
Ibuku penasaran.
Tapi aku tidak menjawabnya. Aku hanya diam, membuatnya semakin penasaran.
"Ah, sudahlah. Kalau kau mau main, main saja! Ibu mau mandi dulu," celoteh ibuku menjatuhkan tasnya di sofa satunya dan melengos ke kamarnya.
Aku kembali melanjutkan penelitianku. Tapi sayangnya tak membuahkan hasil. Pelataran rumah di depan sudah kosong. Mereka semua sudah masuk. Aku kelewatan.
***
"Tentu saja jadi. Akhir minggu masih lusa. Kau sudah tidak sabar, ya?"
Soonyoung menggodaku lagi. Apa salahnya seorang kekasih menjadi tidak sabar karena menunggu waktu kencan?
"Ada spoiler untuk lusa?" godaku balik.
"Tidak. Kau tidak boleh tahu sampai lusa," balas Soonyoung mencubit hidungku gemas.
Sebenarnya aku tidak tahu siapa yang gemas, Soonyoung atau aku? Aku suka melihat senyumnya sekarang. Sangat... manis? Oh, apa yang kupikirkan?
"Habiskan ayamnya! Kau pasti lapar. Tukang pesan antar harus makan lebih banyak."
Soonyoung menaruh sumpitnya dan memandang ke arahku. Aku melirik ke arah ponselnya yang sedari tadi tak digubrisnya.
Memang ada sebuah pesan di sana, bukan pesan dari operator atau orang tuanya. Aku hafal Soonyoung, orang tuanya akan langsung menelponnya.
"Kau tidak penasaran apa isi pesan baru di ponselmu?" ujarku mengalihkan topik sambil menghabiskan ayam yang kuantar ke ruang latihan.
"Tidak. Sudah kubilang, biarkan saja."
"Kau tidak mau ayam lagi?"
"Tidak."
Saat menyinggung soal pesan itu wajah Soonyoung sempat muram. Ah, tidak, tidak. Pasti karena aku mengabaikan perkataan awalnya, biarkan saja.
"Habiskan, Lee Chan," seru Soonyoung gemas. Ia mengambil sumpit di tanganku dan memasukkan sepotong ayam besar ke dalam mulutku.
Tidak berperasaan.
"Kita masih latihan besok. Kau butuh banyak energi," ceramahnya sekarang.
Aku masih berusaha menelan ayam di mulutku dan menemukan Soonyoung memasang ekspresi geli di wajahnya. Cepat-cepat aku menghabiskan ayam dan berteriak di depan wajahnya.
"KWON SOONYOUNG!! LIHAT APA YANG AKAN TERJADI!!"
Soonyoung masih tertawa memandangku yang sudah mengacungkan sumpit ke arahnya.
"Kau tidak akan membunuhku sekarang, kan? Kau masih ingin berkencan denganku di akhir minggu, kan?"
Argh, aku kalah.
***
Oke. Sekian update kali ini. Maafin Soonyoung, ya...
Happy Holiday for me and everybody who celebrate it!! :)
YOU ARE READING
[√] a Couple of Shooting Stars
FanfictionAda saat di mana kita dapat jatuh ke tempat yang salah. Tak beda dengan bintang jatuh. Tempatnya di luar angkasa, bukan di bumi. Apakah jatuh cinta itu salah? Apakah menunggu itu salah? Apakah berpaling itu juga salah? [ complex-relationship, drasti...