Chapter 8: Butterfly
"I still can't believe it. All of this seems like a dream. Don't try to disappear!"
- BTS 'Butterfly'
***
"Ini baru satu malam," protes Soonyoung menarik lengan baju ibunya.
"Kita harus cepat kembali, ayahmu harus bekerja besok. Lagipula kita bisa kembali ke rumah itu kapan saja," balas ibunya berusaha menjelaskan sesingkat mungkin.
"Rumah itu," ujar ayahnya memastikan apa yang baru saja didengarnya.
Ibunya mengangguk, "Ibu tidak boleh tinggal di sana sendirian."
Soonyoung menoleh ke arah neneknya yang baru saja terlelap. Neneknya itu mabuk darat, ia menghindarinya dengan cara tidur.
"Itu yang terbaik untuk sekarang," jelas ibunya, "Aku sudah mengemas barang-barang ibu, jadi tinggal membayar jasa pengiriman."
Ah, iya. Bagaimana dengan janjinya pada anak di depan rumah neneknya? Apa yang harus dilakukannya?
"Ibu... apa malam ini..."
"Kau malam ini harus belajar," suruh ibunya menoleh ke belakang.
"Aku?" gumam Soonyoung.
"Besok kau ada ujian, kan? Ibu sudah melihat jadwal akademikmu."
Soonyoung diam saja. Itu artinya tidak ada yang bisa ia lakukan.
"Maafkan aku," benaknya.
***
Tidak ada suara apapun yang menyambutnya sekembalinya Soonyoung dari acara akhir minggunya. Rumahnya tampak lengang.
"Ibu! Ayah! Aku pulang!" serunya memanggil kedua penghuni rumah.
Neneknya sudah tiada sebelum ia lulus SMP. Rumah ini jadi jauh lebih sepi semenjak ibunya juga ikut bekerja. Ia sendiri selalu berada di luar rumah sampai malam.
Soonyoung menutup kembali pintu rumahnya. Ia tidak menguncinya, kalau-kalau ibu dan ayahnya belum kembali.
Mengingat kencan kali ini yang terhitung berhasil, ia seharusnya merasa senang kali ini. Tapi tidak. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Bukan, bukan Jihoon. Jihoon tidak lebih dari seseorang yang ditolaknya di tahun terakhir SMAnya.
Ia menghempaskan tubuhnya di atas ranjang dan memandang ke langit-langit kamar. Pandangannya bergeser ke arah jendela kamar yang sekarang tertutup tirai. Sebelum ini, ia gagal melakukannya, melihat langit, memandang bintang yang berpendar di sana.
"Bukan gayaku..." gumam Soonyoung.
Kalau dipikir-pikir hal itu tidak sepenuhnya salah. Jarang sekali anak sekolah tari sepertinya tertarik pada hal-hal berbau sains seperti bintang. Bukan seperti itu, yang menarik hanya pada bagian pemandangannya.
"Lupakan," lanjut Soonyoung lagi tiba-tiba beranjak dari posisi berbaringnya. Ia memandangi pintu kamarnya yang masih terbuka. Tidak ada tanda-tanda kehadiran orang lain selain dirinya di rumah ini.
Soonyoung bangun kembali dari ranjangnya dan berjalan keluar kamarnya. Ia mengambil tempat di depan televisi, tempat biasanya seluruh anggota keluarga berkumpul.
Semasa kecil, mereka selalu berkumpul di sana. Sekarang hanya tersisa dirinya seorang diri.
"Menyedihkan."
***
Setelah enam tahun berlalu, akhirnya Jihoon menginjak usia SMAnya. Kali ini ibunya mengijinkannya untuk pergi sedikit lebih jauh dari rumah dan memakluminya pulang telat.
Minggu-minggu pertama SMAnya dihabiskannya untuk mengenali satu-persatu murid di sana. Setidaknya ia bisa mengenali murid seangkatannya.
BRUK! Jihoon tidak sedang memperhatikan ke depan ketika ia sibuk dengan buku di tangannya.
"Maafkan aku," ujar orang di hadapannya lantas memungut bukunya yang jatuh.
Jihoon tetap berdiri di tempatnya. Ia tidak ingin momen-momen romantis di film mendramatisir hidupnya
Orang itu kembali bangun dan menyodorkan buku yang baru saja diambilnya pada Jihoon. Jihoon memperhatikan wajah asing di hadapannya itu.
"Soonyoung-ah! Ayo cepat! Kita akan terlambat," seru seseorang lain yang dikenalnya, Jeon Wonwoo anak sekelasnya.
Sepertinya ia melupakan orang yang baru saja dipanggil Soonyoung dari daftar murid satu kelasnya. Tunggu! Soonyoung? Apa dia tidak salah dengar?
"Kwon Soonyoung! Jangan memulai pendekatan pagi-pagi!" seru Wonwoo menarik tangan Soonyoung dari hadapan Jihoon.
Jihoon hanya memandang orang yang baru saja mengembalikan bukunya itu. Sejenak pikirannya terlempar ke sebuah hari di masa kecilnya, Soonyoung, Kwon Soonyoung, anak kecil yang mengingkari janjinya
***.
Hari demi hari SMAnya terus berlalu. Jihoon tidak terlalu ambil pusing dengan suatu hari di masa kecilnya. Ia bahkan tidak berniat untuk menanyakannya. Tapi entah kenapa ia merasakan sesuatu yang dinamakan penasaran kepada sosok Soonyoung. Tanpa sadar ia sering tertangkap basah memperhatikannya di kelas.
Soonyoung sering kali menoleh ke arahnya, membuatnya sadar akan apa yang baru saja dilakukannya.
"Jihoon," ujar murid yang duduk di depannya tiba-tiba berbalik. Itu Junhui, murid pindahan.
"Hmm," balas Jihoon menoleh ke arah Junhui.
"Kau mengerti yang dijelaskan Guru Park barusan?" tanya Junhui menunjuk deretan angka dan rumus di papan tulis.
Jihoon mengangguk singkat dan memulai penjelasannya. Lupakan soal Soonyoung yang memergokinya sejenak!
"Terima kasih," ujar Junhui setelah penjelasan Jihoon lalu kembali menghadap ke depan.
Jihoon kembali mencuri pandang ke arah Soonyoung. Orang itu sekarang sibuk dengan pekerjaan di hadapannya. Jihoon kembali menoleh ke atas mejanya. Selama kegiatan 'secara-tidak-sadar-memandangi-Soonyoung'nya, Guru Park meninggalkan banyak soal yang harus ia kerjakan.
"Kenapa aku seperti ini?" gumamnya sepelan mungkin.
***
To be continued
Author bakalan jarang update, ya.. karena ini masa2 ujian...
Bukan jarang sih, lebih tepatnya very slow update
Happy reading! ^^
YOU ARE READING
[√] a Couple of Shooting Stars
FanficAda saat di mana kita dapat jatuh ke tempat yang salah. Tak beda dengan bintang jatuh. Tempatnya di luar angkasa, bukan di bumi. Apakah jatuh cinta itu salah? Apakah menunggu itu salah? Apakah berpaling itu juga salah? [ complex-relationship, drasti...