Pagi ini entah mengapa matahari begitu cerah, seakan mewakili perasaan Dylan. Bahkan keusilan El pun hanya Dylan anggap kicaun burung di pagi hari. Ciuman Vale semalam seolah masih membekas di bibir Dylan. Jika mengingatnya Dylan jadi malu sendiri."Wiiih napa lu Dy?" Genta curiga melihat Dylan yang tidak seperti biasanya, sumringah di pagi hari.
"Semalem Vale ..." Dylan sengaja menggantung kalimatnya, membuat Genta semakin penasaran.
"Apa?" Genta memasang wajah penasaran.
"Hehe gak papa,"
Genta mendengus kesal, Dylan tidak pernah bercanda seperti ini. Genta rasa ada sesuatu yang membuat Dylan sebahagia ini.
"Yakin lo gak mau cerita sama kita?" Dewa kembali bertanya pada Dylan.
"Iya, gue gak kenapa-kenapa kok." Dengan sumringah Dylan menajwabnya.
Tanpa mereka sadari, sedari tadi Kevin mencuri dengar obrolan mereka.
* * *
Hari ini Vale tampak begitu tenang, ia tidak seperti biasanya. Pecicilan ke sana ke mari tidak jelas. Matanya lurus menatap papan tulis di depan. Ia sedang memikirkan bagaimana caranya mengatakan pada Mathew soal hubungannya dengan Dylan nanti.
Tiba-tiba Vale tersenyum, terlintas di pikirannya saat ia mencium Dylan tadi malam. Bagaimana reaksi Dylan yang lari begitu saja sesaat setelah mereka berdua berciuman."Val ..." Mathew melambaikan tangan menyapa Vale.
"Oh ... Math," Vale tersenyum membalas lambaian tangan Mathew.
"Tumben kamu gak keluar kelas?"
Vale meringis, ia sedikit menggaruk kepalanya.
"Gue boleh ngomong sesuatu?"
"Boleh, soal apa?" Tiba-tiba Matthew berfikir soal obrolan Vale dan Dewa di kantin. Matthew mencoba menghindar namun ia sudah terlanjur memberi kesempatan Vale untuk berbicara.
"Gue seneng bisa kenal sama lo."
Jantung Matthew seolah hendak meloncat keluar, dia seolah tau apa yang akan Vale ucapkan selanjutnya.
"Aku juga, Val. Berkat kamu aku bisa jadi diri aku sendiri. Aku gak pernah takut lagi buat menghadapi anak-anak yang sering bully aku, karena mereka tau kamu selalu ada buat aku." Matthew tersenyum manis pada Vale. Matthew harus bisa menahan Vale untuk selalu ada di sampingnya. Vale adalah alasan kenapa Matthew berubah. Matthew lebih membutuhkan Vale dibandingkan Dylan. Dylan punya banyak teman, bahkan banyak yang menyukai Dylan. Tidak seperti dirinya, siapa yang menyukai Matthew satupun tidak ada, yang ada Matthew hanya dihina bahkan dikucilkan. Sekalipun tidak pernah ada anak di kelasnya menganggap kalau Matthew itu ada.
"Aku berharap kamu akan selalu ada buat aku, walaupun cuma sekedar teman ataupun sahabat. Kamu sangat berarti buat aku. Aku gak punya temen, gak punya sahabat buat sekedar diajak main dan ngobrol. Semenjak kamu ada, rasanya aku punya tujuan buat hidup. Aku bisa menikmati kehidupan sekolah, tanpa harus takut dikucilkan lagi." Lanjut Matthew.
Kebimbangan di hati Vale kian bergejolak, kenapa seperti ini. Seharusnya Vale sekarang mengatakan yang sejujurnya pada Matthew kalau dirinya akan mekilih Dylan dan menjauh dari Matthew, tapi seolah mulut Vale terkunci. Dia baru sadar jika dirinya bisa begitu sangat berarti untuk hidup orang lain.
"Aku emang gak pernah berharap lebih, cukup kamu selalu ada di sisi aku, Val." Tangan Matthew menggenggam jemari milik Vale. Vale yang hendak menolaknya tampaknya terlambat. "Ada banyak hal yang mau aku lewatin sama kamu, kalau menurut kamu egois, ini pertama kalinya aku egois selama aku hidup. Kamu matahari aku Val, bagi aku kamu kebahagiaan aku. Kamu alasan kenapa aku masih mau untuk pergi ke sekolah, kamu adalah alasan kenapa aku gak pernah nangis lagi dan mau melawan saat mereka mulai mengejek aku Val. Hal kecil yang kamu lakuin di waktu itu mampu membawa perubahan besar di hidup aku Val. Aku berubah berkat kamu."
Matthew berharap Vale tidak berubah pikiran, Vale tidak perlu pergi ke pelukan Dylan karena sekarang ada Matthew di sisi Vale. Matthew akan membuat Vale tetap tinggal di sisinya, apapun yang terjadi Vale harus menjadi milik Matthew, pikir Matthew.
"Aku gak tau gimana akhirnya aku kalau gak ada kamu Val, mungkin lebih baik aku mati."
* * *
Bagaimana jika sekarang Vale pulang dan bilang pada Dylan kalau dirinya juga tidak bisa meninggalkan Matthew begitu saja. Banyak hal yang harus Vale pertimbangkan. Cintanya pada Dylan lebih besar daripada rasa kasihannya pada Matthew, tapi apa yang akan Matthew lakukan kalau Vale pergi dari hidupnya begitu saja. Selama ini hanya Vale yang menjadi temannya, bagaimana bisa Vale memghancurkan Matthew, kalau Vale melakukannya maka Vale sama saja dengan mereka yang mengucilkan Matthew karena penampilan Matthew.
"Dy ..."
Vale terkejut saat melihat Dylan berjalan mondar-mandir di teras rumahnya. Apa seharian ini Dylan menunggunya, pikir Vale. Seharian ini Vale memang tidak langsung pulang, setelah percakapannya tadi dengan Matthew, Vale mencari angin segar berharap kalau dia akan menemukan cara bagaimana dia harus memghadapi ini semua. Memang benar Dylan punya banyak teman, bahkan tanpa Vale pun Dylan akan tetap bisa menjalani hari-harinya berbeda dengan Matthew kalau Vale harus pergi dari Matthew maka Matthew akan seperti dulu. Vale sama saja membunuh Matthew kedua kalinya. Asal Vale tidak menjauh dari Matthew, Vale masih bisa tetap bersama dengan Dylan.
"Val!"
Vale menoleh saat suara Dylan terdengar memanggil nama Vale. Apa yang harus Vale lakukan, Vale harus siap dengan segala kemungkinan. Jika nanti Dylan akan marah dan sama sekali tidak akan mengenalnya lagi. Vale tau keputusannya ini pasti akan membuat Dylan sakit hati.
"Dy, kenapa lo belom tidur?" Dengan polosnya Vale bertanya, padahal ia tahu kalau saat ini Dylan sedang menunggu keputusan tentang bagaimana hubungan mereka ke depannya.
Dengan wajah sumringah Dylan menghampiri Vale, ia membuka pintu gerbang rumahnya. "Lo dari mana, kenapa baru pulang jam segini?" Bukannya menjawab, Dylan malah balik bertanya pada Vale.
"Oh ... tadi, gue maen sama temen gue. Dia ngajak gue buat keliling naik motor." Jawab Vale bohong.
"Matthew?" Dengan ragu Dylan mencoba menebak.
"Bu-bu-kan, temen sekelas gue Dy."
"Oh ... lo mau masuk ke rumah?"
Apa Vale harus bilang sekarang, Vale tidak tega kalau harus menyakiti Dylan. Vale bisa melihat betapa cerianya wajah Dylan malam ini.
"Soal kemarin," Vale sedikit menggantungkan.
"Lo masih punya waktu kok Val. Lo yakin mau lo obrolin sekarang?"
Rasanya hari inipun tidak berjalan seperti apa yang Vale inginkan. Setelah Vale menjelaskan semuanya apakah Vale yakin kalau semuanya akan baik-baik saja, apakah Vale dan Dylan akan bisa kembali berdiri berhadapan seperti sekarang? Saling menatap satu sama lain dengan senyum? Tapi Vale harus mengatakannya.
"Gue gak bisa ninggalin Matthew ..."
Dylan menelan ludah dalam-dalam, dadanya terasa begitu sesak. Apa kata Vale barusan, dia tidak bisa meninggalkan Matthew?
"Maksud lo Val?"
"Gue gak bisa ninggalin Matthew buat hubungan kita berdua Dy."
Mata Dylan berkaca-kaca, Vale tau saat ini rasa benci pasti sudah menjalar di tubuh Dylan. Dylan pasti akan marah pada Vale.
"Tapi kenapa Val, lo masih bisa pikirin ini semua, lk masih punya waktu." Air mata menetes begitu saja di pipi Dylan.
"Dy ... gue minta maaf,"
Kenapa begitu sesak rasanya, kenapa seolah Vale menghancurkan dirinya sendiri. Kenapa ..
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Love You Season 2
RomanceBisakah seorang Valencio Wijaya bertahan pada pendiriannya? Mencintai seorang Dylan Wijaya apapun itu yang terjadi? sekuel dari cerita "I won't Give up(let me love you)