Valencio

3.1K 343 18
                                    

Sore itu Vale berdiri di balkon rumahnya, dengan sekaleng softdrink di tangannya. Tangannya menahan tubuhnya untuk bersandar di tepian balkon,  menatap langit sore dengan mega merahnya.

Kini pandangannya beralih, menatap rumah yang ada di sampingnya. Rumah Dylan, dulu kapanpun ia bisa masuk kesana, tanpa rasa canggung dan tanpa meminta izin. Merecoki Dylan, mengerjai Dylan, dan menjajah kamar Dylan. Itu dulu, sekarang? Untuk pergi ke rumah Dylan ia butuh alasan, ia butuh ini itu sebagai tameng menghadapi Dylan kalau-kalau Dylan bertanya.

Canggung! Ya itu yang kini Vale rasakan, Vale merasa kini jarak diantara Dylan dan dirinya sungguh sudah panjang. Ditambah dua minggu terakhir ini Dylan sama sekali tidak menyapanya, bahkan Dylan terlihat Asyik menikmati harinya dengan Kevin. Bagaima Vale tidak berpikir jika Dylan sekarang sudah bahagia tanpanya? Bukankah dari dulu menurut Dylan, Vale itu cuma pengganggu dan tukang rusuh? Jadi wajar bukan kalau Dylan lebih memilih Kevin? Dan lalu melupakan dirinya?

Vale menghela nafasnya dalam-dalam. Kalau boleh jujur ia kangen dengan Dylan. Meski kini ada Matthew, toh posisi Dylan gak bisa terganti. Vale tidak bisa berbohong kalau Dylan punya posisi spesial di hatinya, bukan sebagai saudara tapi seseorang yang lebih dari itu.

Vale meneguk softdrink yang ada di tangannya, tiba-tiba tatapan matanya menangkap sebuah mobil yang akhir-akhir ini sering mondar-mandir ke rumah Dylan. Mobil itu berhenti di depan rumah Dylan. Tampak Dylan keluar dari mobil itu dan di ikuti Kevin. Mereka terlihat berbicara sebentar. Tak lama Kevin masuk kembali ke mobilnya dan Dylan melambaikan tangannya sembari tersenyum. Setelah mobil Kevin menjauh, Dylan segera masuk ke rumahnya. Mata Vale tidak berhenti menatap Dylan. Ia masih berpikir bagaimana cara untuk bicara dengan Dylan. Baru saja ia hendak menelpon, ponselnya sudah bergetar.

"Halo?"

Suara Dylan terdengar gugup di sebrang telfon, "ha-halo Val?"

"Ada apa?" Vale merasa kaku sekali, seakan dia berbicara dengan orang asing.
Lama, tidak ada balasan dari Dylan. Vale masih menatap Dylan yang kini sedang berdiri di teras rumahnya.

"E-eng itu, anu..." Dylan menggantungkan kalimatnya.

"Halo? Dy? Kenapa?" Vale mengulang pertanyaannya, sungguh Vale benci dengan keadaan ini.

"Itu, malam ini lo mau nonton sama gue gak?"

Vale menyunggingkan senyumnya, "ok. Jam 7 malam!" Klik! Vale memutuskan sambungan telponnya. Dylan terlihat bengong dengan jawaban Vale, memangnya kenapa kalau Vale menyetujuinya? Bukannya Dylan juga harusnya senang?
Vale masih menatap Dylan yang kini sudah berjalan masuk ke dalam rumah.

Vale kemudian masuk ke rumah sembari bernyanyi, entahlah kenapa perasaanya terasa bahagia.

* * * * *

Pukul 18.30 Vale sudah siap, hari ini ia terlihat keren. Entahlah ia berdandan agak lama. Padahal hanya untuk pergi bersama Dylan. Ia hampir mengobrak abrik isi lemarinya hanya untuk mencari baju apa yang harus ia pakai.

"Koh, lo kayak anak perawan aja deh!" Deni yang melihat tingkah kokonya seperti orang gila mulai tidak sabar untuk tidak berkomentar.

"Adik gue yang manis dan cantik, gue mau kencan jadi gue mesti cakep. Ya, walaupun sebenarnya gue udah cakep dari lahir, paling gak gaya gue harus cool!" Vale berucap sembari berkaca di depan cermin mencoba kemeja satu persatu.

Deni rasanya ingin muntah mendengar kokonya berucap.
"Semerdeka elo dah koh! Ngomong-ngomong lo gak pernah maen lagi ya sama Koh Dylan?"

Let Me Love You Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang