Dylan menangis, lagi. Dia berhenti tepat di hadapan nisan ibunya, Cao lu. Setelah membentak Astha tadi, Dylan berlari dari rumah tanpa memperdulikan teriakan Astha yang memanggilnya."Maaf ma, Dylan balik lagi dan nangis lagi." Dylan tersenyum dalam tangisnya. "Pasti mama malu punya anak kayak Dylan?" Tanya Dylan lagi.
Langit mulai berganti, kini terang sudah lenyap dan digantikan langit kelam malam. Dylan masih duduk dengan segala pemikirannya. "Kenapa keluarga mama mesti dateng? Dylan udah bahagia punya mom, walau pun dia laki-laki. Dylan bahagia dengan kehidupan Dylan sekarang. Dylan gak mau ikut mereka ma." Dylan mengeluh lagi di depan nisan Cao lu.
Ia tahu, tidak ada gunanya mengeluh di depan nisan ibunya, namun setidaknya ia bisa mengeluarkan unek-unek di hatinya.Dylan beranjak keluar dari pemakaman. Ia kini duduk di sebuah bangku di pinggiran danau yang berada persis di sebrang jalan dari pemakaman. Ini adalah tempat ternyaman Dylan saat hatinya sedang runyam. Memandangi cahaya lampu jalanan yang terpantul di air danau. Ia menatap lekat kearah danau, menikmati ombak yang dibuat oleh angin yang melintasi air danau. Sedikit memberikan ketenangan.
Dylan melirik pergelangan tangannya, ia Ia lupa tidak memakai jam, jam berapa sekarang? Batin Dylan. Dylan bahkan tidak membawa ponselnya saat pergi. Tapi yang jelas malam semakin larut. Dylan menaikan kakinya keatas bangku, lengannya bertumpu pada kedua lututnya lalu menopang kepalanya. Ia akan merasa sendiri disaat seperti ini. Tiba-tiba sekelebat kenangan masa kecilnya muncul di pikirannya. Ia teringat saat sang kakek menolaknya dan tidak mau membawanya kembali ke Macau.
"Kenapa tidak kau saja yang mati?!"
"Kau anak pembawa sial!"
"Karenamu aku kehilangan anak kesayanganku!"
"Dean! Aku tidak bisa membawa anak ini kembali ke rumahku. Aku tidak ingin kesialan menimpa keluarga Lu lagi!"
Kata-kata itu terngiang di telinga Dylan. Ia masih ingat, dulu ia menangis di depan kakeknya. Ia menarik-narik lengan kakeknya untuk ikut pulang ke Macau, namun sang kakek dan keluarga Lu menolaknya mentah-mentah dan terus mencacinya.
Sekarang, keadaan terbalik mereka yang meminta Dylan dari tangan Dean. Apa semudah itu kah untuk menentukan nasib seseorang? Kau menolaknya lalu mencacinya. Dan sekarang saat apa yang mereka tolak sudah berubah menjadi kebutuhan, mereka datang dan mereka ingin memungutnya lagi. Apa mereka tidak memikirkan perasaan Dylan?
"Lo disini?"
Suara itu mengagetkan Dylan, seketika semua lamunannya terbuyar. Dylan menoleh menatap seseorang yang sedang berjalan mendekat, menghampirinya.
"Perasaan gue emang gak pernah salah, lo pasti lagi di sini. Nangis dan bermelow-melow ria." Kevin duduk di samping Dylan yang kini sedang mengusap kedua pipinya.
"Hmmm... kenapa lo tiba-tiba kesini?"
"Huhh?? Gak takut lo kalo tiba-tiba ada setan dari kuburan bangun dan nakutin elo?"
Dylan sedikit tersenyum "garing!!" Jawab Dylan.
Kevin tertawa mendengar jawaban Dylan. "Vale nyariin elo. Dia bilang lo kabur dari rumah!"
"Eh?" Dylan menatap Kevin.
"Iya-" Kevin mengangguk. "Vale bilang dia di kasih tau orang tua lu buat nyariin elu, dan entah kenapa yang dia tuju pertama bukan Dewa atau Genta tapi gue. Apa gue itu spesial buat elo? Sampe-sampe Vale aja curiga kalo pacarnya lari ke gue Hehe" Tanya Kevin dengan nada menggoda.
"Dasar!!" Hanya itu jawaban Dylan. Kenapa selalu Kevin yang datang disaat Dylan sedang sedih? Bahkan Kevin juga tahu dimana tempat menyendiri Dylan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Love You Season 2
RomanceBisakah seorang Valencio Wijaya bertahan pada pendiriannya? Mencintai seorang Dylan Wijaya apapun itu yang terjadi? sekuel dari cerita "I won't Give up(let me love you)