Vote, vote, vote, pokoknya vote hiks.....
"Bisa kita bicara sebentar?" Vale berucap lembut di hadapan Dylan. Vale kangen sekali, rasanya ia ingin memeluk Dylan lalu menaruhnya ke dalam kotak dan membawanya pergi sejauh mungkin, dan meninggalkan semuanya. Tanpa ada yang tahu.
"Bisa." Dylan mengangguk dan mengerjapkan matanya berkali-kali, ia masih tidak percaya kalau Vale sekarang ada di hadapnnya. "Vin, absenin gue, please!" Setelah itu Dylan mengikuti arah kaki Vale yang berjalan di depannya. Vale mengajak Dylan ke Aula sekolah, yang ada di lantai paling atas gedung sekolah. Untung hari itu aula sepi dan tidak dikunci. Vale dan Dylan duduk saling bersisian.
"Are you ok?" Vale ingin memastikan, ibunya tidak melakukan hal-hal yang aneh atau gila pada Dylan.
Dylan menoleh, menatap Vale yang masih menatap lurus kearah depan. "Hmmm.." Dylan bergumam sembari mengangguk. Dylan tidak mau Vale khawatir. Dylan harus bisa menghadapinya sendiri.
Vale menoleh, kini Vale dan Dylan saling beradu pandang. Tatapan mata mereka saling bertemu. "Bahkan, kalo lo gak baik-baik aja pun, gue yakin lo gak bakalan komplain atau pun ngeluh ke gue kan?" Vale mencoba tersenyum, Vale yakin Dylan sedang tidak baik-baik saja.
"Kok ngomongnya gitu?"
"Please.. bertahan bentar lagi, meski pun gue harus kabur dari rumah, buat pertahanin hubungan kita dan jagain elo, gue bakal lakuin itu." Vale mencoba meyakinkan Dylan, agar Dylan tidak goyah.
Dylan heran sendiri, "ngomong apaan sih, Val?"
Vale menunduk kini ia memainkan tangannya, "gue yakin nyokap gue gak bakal tinggal diam tentang hubungan kita, paling gak gue harus punya tameng dan bersiap buat lindungin elo, Dy."
Gak, Dylan gak mau. Dylan gak mau Vale ngelakuin hal bodoh cuma-cuma buat dirinya. "Jangan lakuin itu!" Dylan sedikit kesal.
"Kenapa?" Vale heran.
"Gue gak mau. Lo juga mesti fokus sama diri lo sendiri, gak usah mikirin gue terus apalagi nyoba buat lindungin gue."
"Kenapa gak mau? Itu bener buat gue, ngelindungin kekasih gue." Vale mencoba menjelaskan.
Dylan membuang muka dari hadapan Vale.
"Huuh... gue gak mau punya sebuah hubungan yang mengharuskan kita buat lindungin satu sama lain. Elo, kevin dan 2 cecunguk itu udah banyak banget nolongin gue. Sekarang gue pingin kita sama. Gue juga pengen ngerasain hal yang baik dan hal yang buruk dalam menjalani suatu hubungan."Vale menatap lekat Dylan, memperhatikan setiap gerak bibirnya.
"Lo tahu?" Vale masih menatap Dylan dengan pertanyaannya itu."Apa?" Dylan menoleh menatap Vale.
"There's just not a single thing that cute about You." Vale berucap dengan nada seriusnya.
Dylan tersenyum mendengar kata-kata Vale."Kenapa senyum?" Vale sedikit mendekat ke arah Dylan. Dylan hanya menggelengkan kepalanya. Vale sudah tidak tahan, Vale menarik Dylan kedalam dekapannya. Vale benar-benar kangen Dylan, Vale kangen wangi khas Dylan. Apalagi bau wangi shampo di rambut Dylan. Pokoknya Vale kangen semuanya, Vale pingin peluk Dylan lama-lama. Menumpahkan semua kangennya selama seminggu ini.
Dylan pun sama, Dylan mendekapkan erat-erat tubuhnya di tubuh Vale. Dylan mengelus punggung tegap Vale.
"Gue sayang banget sama elo." Vale mengecup pucuk kepala Dylan, sambil mengeratkan pelukannya. Dylan bergumam di dalam pelukan Vale "hmmmm..." sembari menganggukkan kepalanya.
* * * *
Dylan sedang mengikat tali sepatunya, sore ini Dylan mau lari sore. Dylan stres, otaknya penuh dengan segala hal yang membutuhkan pemikiran. Dylan penat, Dylan butuh hiburan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Love You Season 2
RomanceBisakah seorang Valencio Wijaya bertahan pada pendiriannya? Mencintai seorang Dylan Wijaya apapun itu yang terjadi? sekuel dari cerita "I won't Give up(let me love you)