Vale berdiri mematung, ia tidak pernah melihat Matthew seperti ini sebelumnya. Apakah selama ini Matthew memendam dalam-dalam rasa bencinya lalu meluapkannya dengan cara seperti ini?
"Kamu gak usah lihatin aku kayak gitu, ini caraku buat balas dendam ke mereka-" Matthew merasa Vale butuh jawaban dari semua yang di lihatnya barusan. "Sekarang aku udah gak bisa nahan semuanya. Ini terlalu sakit. Aku coba buat pertahanin semuanya, supaya kamu gak ngejauh dari aku. Aku pura-pura gak bisa renang waktu aku terpeleset ke kolam renang , aku fikir dengan cara begitu kamu bakal ngerasa bersalah dan tetep tinggal di samping aku. Aku tahu alasan itu belum cukup kuat buat nahan kamu, aku berpikir lagi apa aku harus nyoba buat bunuh diri supaya kamu percaya dan gak lergi dari aku. Tapi semuanya percuma. Mungkin kamu ada di sisiku tapi hati kamu tetep buat Kak Dylan." Matthew mengungkapkan semuanya, ia sudah lelah untuk berpura-pura.
"Maafin gue!" Vale menyesali sikapnya selama ini, ternyata bukan hanya dia saja yang terluka tapi semuanya.
"Jadi, sekarang aku pingin denger dengan baik apa yang kamu pingin ucapin ke aku waktu itu." Matthew sudah menyerah ia tidak ingin menyiksa perasaan Vale dan perasaannya sendiri.
Vale menunduk, sungguh harusnya ia bahagia saat ini karena Matthew mau melepasnya. "Dia itu cowok yang pendiam. Dia gak bisa deket sama sembarang orang." Vale mulai bercerita tentang Dylan. "Dia punya dunianya sendiri, dan dari dulu orang yang paling deket sama dia cuma gue. Walaupun gue sama dia sering berantem, tapi itu lah alasan kenapa kami selalu bersama. " Vale meneruskan kalimatnya.
Matthew masih mendengarkan dengan seksama, pipinya sudah basah oleh air mata. Ia tahu sekarang bagaimana perasaan Vale pada Dylan.
"Dia selalu ngusir gue, dia bilang kalo gue ini cuma pengganggu tapi saat itu gue bakal balik lagi ke dia. Gue gak pernah beneran pergi dari dia, karena gue tahu dia juga sama kayak gue. Cuma gue satu-satunya yang dia punya." Vale sudah ingin menangis, satu kedipan saja maka air matanya akan mengalir. Ini kedua kalinya ia menangis karena Dylan.
"Tapi sekarang mungkin bagi dia gue bukan apa-apanya lagi. Dia gak butuh gue lagi. Dan gue tahu siapa yang lebih ngebutuhin gue saat ini. Lo, lo bilang lo bisa berubah karena gue, dan lo bisa bahagia karena gue-" Vale berhenti sebentar, dadanya terasa sesak "Tapi tetap aja gue gak bisa melenyapkan sesuatu yang tumbuh sedari dulu. Sesuatu yang membuat kita berada dalam posisi sekarang. Cinta, Ya gue mencintai Dylan-" Kini Vale sudah benar-benar menitikan air matanya. Dylan menatap Matthew lalu maju satu langkah "Matt, tolong lepasin gue." Ucap Vale.
Matthew menangis di hadapan Vale.
"Maafin gue karena udah ngelakuin hal yang kejam ke lo!" Ucap Vale penuh sesal.
"Memang kejam bukan?" Tanya Matthew sambil tersenyum di sela tangisnya.
"Maaf!" Ujar Vale lagi.
"Aku gak akan maafin, tapi..... pergilah ke tempat Kak Dylan sekarang. " Matthew memalingkan wajahnya, ia kini sudah merelakan Vale.
Vale mendongak mendengar ucapan Matthew, ia lalu mengangguk dan segera berbalik keluar dari kamarnya. Ia berlari satu tujuannya menemui Dylan sebelum semuanya terlambat.
* * * * *
Di tempat lain Dylan dan Kevin sedang duduk bersampingan. Dylan masih teringat ekspresi Vale tadi saat Dylan pergi dengan Kevin. Mukanya terlihat muram sekali.
"Dy?" Panggil Kevin.
"Eh? I-iya Vin?" Dylan tersadar dari lamunannya, ia kemudian mengambil sesuatu dari tasnya. Sepasang gantungan kunci berbandul huruf K. "Ini!" Dylan menyodorkannya ke arah Kevin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Love You Season 2
RomanceBisakah seorang Valencio Wijaya bertahan pada pendiriannya? Mencintai seorang Dylan Wijaya apapun itu yang terjadi? sekuel dari cerita "I won't Give up(let me love you)