Dylan

2.5K 356 42
                                    

Jarum jam baru menunjukan pukul 5.30 pagi, tapi Dylan kini sudah berdiri di depan makam ibu kandungnya. Ia menatap batu nisan bernama Cao Lu.

"Apa kabar ma?" Ucapan Dylan bergetar.

"Maafin Dylan karena jarang jenguk mama,
Mama gak marah kan?" Dylan menunduk sejenak, "Dylan harap mama gak marah."
Dylan berdiri mematung menatapi nisan milik ibu kandungnya, ia sekarang merasa sendiri. Tiba-tiba Dylan terisak, ia menutupi mulutnya dengan telapak tangannya. Sebisa mungkin ia menahannya.

"Maafin Dylan ma, Dylan nangis depan mama. Tapi Dylan ngerasa sakit banget sekarang." Dylan kembali terisak, sungguh pengecut. Bukankah seorang lelaki pantang menangis? Hmmm Tapi beda ini masalah hati, siapa pun bisa menangis.

"Dylan gak bisa pertahanin orang yang Dylan sayang, dan sekarang dia malah pergi sama orang laen. Apa cinta itu sesakit ini ma?"

Dylan menunduk kini kedua telapak tangannya menutupi wajahnya, menyembunyikan air mata yang keluar dari matanya. Mungkin dengan menangis hatinya akan sedikit merasa lega, meski tidak merubah keadaan apa pun.
Lama Dylan menunduk, menenangkan setiap detakan jantungnya. Mengatur nafas yang ia hirup dan ia keluarkan. Tubuhnya seakan dihimpit dua tembok raksasa. Berlebihan? Tidak, ini cinta pertama Dylan. Dan sakit yang ia dapatkan, ia tidak pernah membayangkan ini.

"Ma?-" suara Dylan tertahan, ia menggigit bibir bawahnya " Dylan gak boleh nangis kan? Dylan harus tegar kan? Dylan cowok bukan cewek!" Dylan berhenti sejenak lalu melanjutkannya lagi " Tapi ini terlalu sakit, ma!" Dylan tersedu kembali. Tubuhnya lemas ia berjongkok, menyembunyikan kepalanya di balik lipatan kedua tangannya. Ia menangis sejadinya. Mungkin hanya di depan nisan ibu kandungnya ia bisa seperti ini, ia tidak ingin membuat Astha khawatir. Dan ia pun belum siap untuk menceritakan perasaannya pada saudaranya sendiri.

"Semuanya udah berakhir, sepuluh tahun kenangan gue sama Vale seperti gak berarti apa-apa. Semuanya ketutup sama Matthew!" Dylan bergumam sendiri, ia kini sedang duduk di sebuah taman di tepi danau di pertengahan kota. Sepulang dari makam ibunya tadi ia tidak langsung pulang.

Dylan menitikan air matanya lagi, sekali lagi ia menahan sakit hatinya dengan mengigit bibir bawahnya. Menyesali semuanya. Marah pada keadaan.

Dylan mengeluarkan ponselnya, mencari sebuah nama 'Kevin' ia menekannya.

"Ha-halo?"suara Dylan tertahan, tercekat di tenggorokannya.

"Halo? Lo kenapa Dy?"  Suara Kevin nampak khawatir.

Dylan masih diam, hanya isakan yang terdengar, setelah itu Dylan mematikan telfonnya.
Dylan menunduk lagi, meresapi sakit hatinya. Semua kenangannya dengan Vale terbayang begitu saja. Dan seketika ucapan Vale semalam terlintas di pikiran Dylan.

'Gue..... sama lo udah gak ada urusan lagi!'

Dylan menatap lurus kedepan, kini matanya memandang kilauan danau di pagi hari yang terpancar dari matahari pagi.
Ia lalu mengetikan sesuatu di ponselnya.

Tak ada yang lebih indah dari sinar matahari di bulan hujan, Desember
Tak ada yang lebih menyejukkan dari rintik hujan di bulan gersang, Juni
Dan tak ada yang lebih sempurna
Dari sebuah perasaan yang tak terungkap dan terjebak dalam penjara kesetiaan

Terkadang, cinta tak perlu untuk diutarakan
Ada kalanya dia kita biarkan didalam ruang yang bernama hati
Karena hakikat cinta adalah kebahagian
Kebahagian untuk diri kita dan dirinya

Aku mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan awan kepada hujan dan menjadikannya murung

Aku menginginkanmu...
Sungguh, hatiku berteriak memintamu
Namun aku tahu, Tuhan tak pernah memberi apa yang kita inginkan dan apa yang kita minta..
Tuhan selalu memberikan apa yang kita butuhkan dengan sebuah rahasia kebahagian

Let Me Love You Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang