ortodoks

86 20 24
                                    

Suasana atap sekolah yang sepi, menjadi mencekam sesaat aku mengucapkan kalimat sakral itu.

Aku merasa sesak seakan udara berhenti memberi pasokan bagi paru-paruku. Bulir-bulir keringat dingin mulai bercucuran membasahi telapak tangan dan kakiku.

Pandangan matanya tajam seakan bisa membunuhku saat itu juga. Seandainya aku memiliki kekuatan sihir, aku akan mengeluarkan mantra obliviate dan menghapus ingatannya akan ucapanku tadi.

"Ehem...." Dehamku, memberinya kode untuk berbicara. Semoga saja dia tipe orang yang peka terhadap kode.

"Tadi lo bilang apa?" Akhirnya setelah beberapa menit terdiam akhirnya dia mengeluarkan suaranya.

"Hmm... Itu, gue--guesukasamakamu," ucapku dengan satu tarikan napas.

"Yaudah mulai sekarang lo jadi pacar gue."

Aku tidak salah dengarkan? Tadi dia bilang kalau mulai sekarang aku tuh pacarnya dia. Ini bukan mimpikan? Kalau iya tolong jangan biarkan aku bangun.

"Serius?" tanyaku setengah takjup dan tak percaya.

"Apa lo mesti gue cium, buat buktiin kalo gue serius?" Yang refleks kujawab dengan gelengan, padahal dalam hati berkata iya.

Ingin rasanya aku teriak untuk mengekspresikan kegembiraanku. Ini Radit loh ya, cowok paling diidam-idamkan menjadi pacar, hampir setiap siswi satu sekolahan.

Kali ini aku mensyukuri pandanganku yang tak ortodoks, bukan lagi saatnya wanita cuma diam menunggu pangerannya datang menjemput. Kalau pangeran tidak datang ya dijemput.

End.

###

Ini apa -_-' aku yang ngasih keyword kok malah aku yang bingung eksekusinya.

Andieeeeer - Pinrang, 6 Desember 2016

#31dayswritingchallenge #day6 #success

December writing challengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang