Aku kembali ke dalam kamar setelah menemani si cengeng Desember sarapan pagi. Awalnya aku kesal setengah mati melihat dia yang suka menangis. Tapi lama-kelamaan itu jadi hiburan tersendiri bagiku.
Yah, aku suka lihat dia nangis. Mata bulatnya akan sembab, hidungnya memerah, dan bibirnya yang merah penuh akan dia gigit jika sedang dalam ketakutan saat aku bentak. Pokoknya lucu, aku ngerasa kayak punya mainan baru di rumah.
Tangan kanan ku segera meraih ponsel saat berdering di atas nakas. Dan itu telepon dari Naomi. Aku sudah meminta maaf padanya karena sudah mengacaukan semua rencana pernikahan kami. Tapi dia belum bisa menerimanya. Naomi bilang dia sangat mencintaiku dan tidak mau kehilangan diriku.
Demi Tuhan, aku juga cinta sama dia. Tapi takdir berkata lain, jadi mau bagaimana lagi coba? Desember hamil dan sedang mengandung benih dariku. Sekarang aku dan dia sudah terikat dalam pernikahan. Itu sangat sakral, tidak boleh bermain-main. Karena di sana aku sudah berjanji, bukan dengan manusia melainkan Tuhan. Untuk menjaga dan menjadikan Desember satu-satunya wanita untukku.
Sungguh itu beban yang sangat berat. Sulit bagiku untuk menyukai Desember, karena dia bukan tipe wanita idamanku. Jauh banget levelnya jika dibandingkan dengan mantan-mantan kekasihku.
Point pertama, aku suka wanita yang cantik. Biar nggak malu-maluin kalau dibawa ke pesta saat kenalan sama teman atau rekan kerjaku. Kedua, dia harus pintar. Itu wajib banget! Karena dia akan melahirkan calon anak-anak aku di masa depan. Dan yang terakhir, dia harus bisa pintar bikin aku turn on. Kan percuma cantik tapi gak bisa bikin aku nafsu. Aku butuh istri yang bisa memuaskan kebutuhan biologisku. Suami nggak akan ngelirik perempuan lain dan nggak akan jajan di luar, asal sang istri pintar service di atas ranjang. Kalau suaminya masih selingkuh juga, itu artinya dia adalah pria gila!
Walaupun aku pria yang jahat dan juga sombong tapi aku sangat anti yang namanya perselingkuhan dan perceraian. Bagiku hidup itu hanya sekali, menikah sekali dan mati pun sekali.
Sebenarnya aku tidak berniat mengucapkan kata 'Cerai' untuk Desember. Itu hanya ucapan emosi sesaatku saja. Alasan utama aku membencinya itu karena dia memiliki keluarga yang cacat mental, yaitu Bapak kandungnya sendiri. Aku tidak pernah membayangkan memiliki mertua seperti dia. Aku malu dan jijik.
Sungguh, jika Desember bukan anak dari pria itu. Aku mungkin akan menerima Desember menjadi istriku. Dan belajar untuk membuka hati untuknya. Kalau masalah fisik, itu masih bisa didandani biar cantik nantinya. Banci aja bisa cantik, masa cewek tulen kayak dia nggak bisa? Pasti bisa kan?
Huffttt....
Aku menghela nafas. Aku pusing memikirkan ini semua. Bagaimana nasib pernikahan kami nantinya? Ditambah lagi dengan Naomi yang merengek manja karena tidak mau putus.
Tadi dia menghubungiku sambil menangis pilu. Dia bilang sudah 3 hari tidak masuk kerja karena demam dan sekarang sedang di opname di rumah sakit. Naomi memintaku untuk menjenguknya pagi ini. Aku mau bertemu dan melihat keadaannya. Tapi aku baru menikah semalam, masa iya pagi ini aku datang menjenguk mantanku sendiri? Apa kata orang nantinya. Jadi aku bilang padanya, kalau aku tidak bisa datang. Itulah sebabnya Naomi terus mengirim pesan dan menelponku hingga detik ini.
Begitu suara panggilan telepon itu mati, aku segera mengirim pesan padanya.
Me
Aku nggak bisa datang pagi ini Omie, besok aja ya.Satu menit kemudian dia membalas pesanku.
Naomi
Janji ya? Aku tunggu.
Love you Langit♥♥Aku meletakkan ponsel di atas nakas kembali.
****
Sudah ke tiga kalinya aku menguap karena mengantuk, padahal ini baru jam 8 malam. Aku, Papa, Mama dan abang Pramuda sedang menonton sebuah acara televisi yang ada di ruang tengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, December!
Algemene fictie(HELLO SERIES #1) Desember adalah namaku dan bulan kelahiranku. Tepat di hari ulang tahunku yang ke 20, Tuhan menguji hidupku. Di sanalah awal mula perjalanan kisahku yang penuh dengan air mata, dan aku yakin kalian tidak akan sanggup untuk berada d...