Desember ~ 11

33.3K 3K 168
                                    

Air mataku terus jatuh menetes yang diiringi dengan suara isakanku. Takut, bingung, cemas, dan malu. Itu yang aku rasakan saat ini.

Sekarang aku sedang duduk di ruang keluarga Prasaja. Tadi tuan Pramuda langsung membawaku keluar dari kamar tuan Langit. Aku tidak tahu bagaimana nasib tuan Langit setelah kejadian tadi.

Aku benar-benar terkejut saat melihat Pak Krisna meninju serta memukul putra nya sampai babak belur seperti itu. Aku pikir keluarga tuan Langit tidak akan membelaku, karena mereka orang kaya. Tapi ternyata aku salah. Tidak semua orang kaya itu sombong, masih ada yang baik dan rendah hati seperti Pak Krisna Prasaja.

Kepalaku masih menunduk ke bawah menatap ke dua kakiku di lantai. Aku tidak berani melihat Pak Krisna dan tuan Pramuda.

"Kapan putraku Langit melakukan hal yang tidak terpuji itu?"

Aku mendongak dan melihat Pak Krisna saat mendengar pertanyaan nya. "Satu bulan yang lalu. Waktu Pak Krisna dan Ibu Meta pergi ke Palembang."

"Dan sekarang kamu hamil?"

Aku mengangguk pelan.

Lalu aku mendengar suara hela nafas panjang dari Pak Krisna. Yah, dia pasti kecewa karena akan memiliki cucu dari perempuan pembantu sepertiku.

"Papa... pernikahan Langit dan Naomi harus dibatalkan," Ujar Pramuda pada Pak Krisna.

"Yah itu yang Papa pikirkan saat ini Pram. Langit harus bertanggung jawab atas perbuatan nya kepada Desember."

"Papa jangan bertindak gegabah dulu," Sahut Ibu Meta yang tiba-tiba datang dari arah belakang tempat dudukku.

"Maksud Mama apa?" Tanya Pak Krisna.

Ibu Meta menatapku dengan pandangan yang sulit untuk aku artikan.

"Desember mungkin hamil. Tapi kita tidak bisa percaya begitu saja, kalau janin yang sedang dikandungnya adalah benih dari Langit."

Aku meringis mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Ibu Meta.

Apakah aku wanita yang seperti itu di matanya selama bekerja menjadi pembantu di sini?

"Jangan berkata seperti itu Ma. Pram tahu benar, kalau Desember adalah wanita baik-baik," Ucap Pramuda membelaku.

"Kalau dia memang wanita baik-baik, seharusnya dia datang dan mengadu kepada kita satu bulan yang lalu. Kenapa baru sekarang? Kan itu aneh Pram! Mungkin benar Langit pernah menidurinya karena efek mabuk. Tapi kita tidak tahu, apakah setelah itu Desember juga tidur dengan pria lain kan? Siapa yang bisa menjamin coba?"

"Astaga Mama!!"

Aku sedikit terkejut mendengar suara bentakan dari Pak Krisna tadi.

"Mama itu wanita terhomat dan berpendidikan. Tidak seharusnya Mama berfikir sejelek itu tentang Desember. Dia sudah bertahun-tahun bekerja dengan kita. Dia anak yang sopan, santun dan pekerja keras. Mengapa Mama tega mengucapkan kalimat seperti itu!" Bentak Pak Krisna lagi.

"Zaman sekarang orang bisa melakukan apapun Papa demi mendapatkan uang. Pokoknya Mama mau dilakukan test DNA. Kalau benar itu anak nya Langit, baru Mama setuju mereka berdua menikah. Tapi, kalau sampai itu bukan anak Langit. Desember harus dituntut dan masuk penjara!"

Aku kembali menunduk dan menangis. Di sini aku yang menjadi korban. Akulah pihak yang tersakiti, tapi kenapa seolah aku yang menjadi tersangka utama?

Aku memang bodoh!

Seharusnya aku tidak perlu datang kemari untuk meminta dinikahkan. Seharusnya aku pergi saja dari kampung ini. Itu lebih baik.

Aku menghapus air mataku dan menatap mereka. "Saya tidak bermaksud untuk menghancurkan kebahagian dikeluarga ini. Yang dikatakan oleh Ibu Meta benar. Seharusnya saya datang meminta pertanggung jawaban satu bulan yang lalu saja. Maka dari itu, saya minta ma-maaf. Saya yang salah, saya yang bodoh dan sa-saya... saya memang wanita kotor," Ucapku dengan suara gemetar.

Hello, December!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang