Desember ~ 17

39.7K 3.4K 378
                                    

Sepertinya aku datang di waktu yang tidak tepat. Aku sudah mengganggu kebersamaan mereka berdua. Bagaimanapun karena kehadiranku, mereka menjadi gagal menikah. Aku bahkan tidak sempat untuk mengucapkan kata maaf padanya.

"Des, saya lapar. Kenapa malah berdiri dan bengong gitu sih," Ujar mas Langit.

"Mas nggak ada niatan mau mengejar mbak Naomi?" Tanyaku seraya mulai membuka kotak bekal makanan yang aku masak dari rumah tadi untuknya.

"Kamu mau lihat saya ngejar dia?"

"Bukankah seharusnya seperti itu? Mas Langit dan mbak Naomi kan saling mencintai."

"Saya mengejar dia, lalu kami berdua selingkuh. Kamu adalah pihak yang tersakiti. Sementara saya adalah pihak brengseknya. Seperti itu mau kamu? Sorry, Des! Saya bukan pecinta novel menye-menye ataupun sinetron yang termehek-mehek," Ucap mas Langit.

"Tapi kan, pada akhirnya setelah saya melahirkan nanti. Mas Langit akan menceraikan saya dan menikah juga dengan mbak Naomi."

"Saya tidak akan menceraikan kamu. Walaupun kita berdua tidak saling mencintai. Kita harus tetap menikah karena bayi yang ada di dalam kandungan kamu itu. Mau tidak mau, kamu harus ikut terjebak bersama saya, menjadi istri saya untuk selamanya. Karena saya tidak suka dengan kata kegagalan ataupun perceraian. Kamu paham?" Tanyanya padaku.

"Jadi ini semua hanya masalah gengsi? Mas Langit tidak akan menceraikan saya hanya karena Mas tidak suka dengan kata kegagalan?"

"Dengar Des, pernikahan itu bukan untuk main-main.  Kawin-cerai-kawin-cerai, kamu pikir saya binatang yang suka cari mangsa betina? Saya manusia yang punya otak dan pikiran. Walaupun kadang saya suka khilaf saat berdua dengan pasangan saya. Tapi saya masih bisa mengontrol nafsu untuk tidak menidurinya. Yang terjadi pada kamu malam itu, karena saya benar sangat mabuk. Saya minta maaf," Ujarnya pelan.

Aku menatap ke arahnya tanpa berkedip. Setelah satu bulan sejak kejadian itu, baru hari ini mas Langit mengucapkan kata maaf padaku.

Dia berdehem sejenak. "Terserah kamu sih, mau maafin saya atau tidak. Saya tidak akan ambil pusing," Katanya lagi.

Aku masih diam dan menunduk sambil menuangkan nasi putih di atas piring. Hari ini aku memasak sesuai permintaannya. Udang sambal pedas manis serta sayur wortel yang ditumis.

"Ini Mas, silahkan dimakan," Kataku dengan memberikan piring itu padanya.

"Kamu nggak lihat tangan kanan saya diinfus? Kalau darahnya naik karena kebanyakan gerak gimana? Bisa benerin infus kamu?" Tanya mas Langit.

"Nggak tahu mas," Jawabku menggeleng. "Saya kan bukan perawat."

"Mama pergi kemana? Biasanya Mama yang nyuapin saya."

"Mama belum pulang, masih mengajar disekolah. Yaudah biar saya saja yang suapin," Kataku.

Dia pun mengangguk. Lalu aku memberikan satu sendok suapan  padanya. Biasanya memang mama mertuaku yang menyuapinya makan selama dia dirawat di sini.

Aku tersenyum saat melihat mas Langit yang begitu lahap memakan masakanku. "Mas suka?" Tanyaku.

"Hem.. lumayanlah,"Jawabnya.

Aku memberinya air minum yang hangat setelah selesai makan.

Dia menatap gerak-gerikku yang sedang membereskan tempat makannya tadi. "Biasanya di tiga bulan kehamilan, si Ibu akan mual ataupun muntah. Tapi kenapa saya tidak pernah melihat kamu mengalami itu, Des?"

"Pernah Mas, saya pernah mual dan juga muntah. Tapi itu waktu di minggu pertama. Selebihnya tidak pernah lagi," Jelasku ke mas Langit.

"Oh... anak baik berarti dia. Tidak mau menyusahkan Ibunya."

Hello, December!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang