Pagi ini sebelum pulang dari Medan, mas Langit mengajakku untuk melakukan pemeriksaan kehamilan dengan dokter Chokie Sp.OG.
Sungguh, apa yang terjadi semalam itu adalah salah paham. Aku tidak membayangkan melakukan hubungan badan dengan Jonathan. Tidak. Aku mengingatnya karena, aku merasa bersalah kepada mas Langit karena dulu aku lebih memihak Jo daripada dia saat mereka berkelahi waktu itu.
Melihat perubahan positif yang terjadi pada diri mas Langit. Jadi, tadi malam aku memutuskan untuk membuka hati padanya dan berniat melupakan Jo. Namun, secara tidak sengaja aku malah menyebutkan nama itu. Sehingga membuat mas Langit marah.
Aku menoleh dengan rasa was-was ke arahnya yang sedang fokus menyetir. Aku ingin minta maaf dan menjelaskan semua padanya tapi aku takut untuk membuka suara. "Hem... mas Langit aku mau...."
Dia mengangkat tangan kirinya ke atas, isyarat untuk menyuruhku diam. "Mau minta maaf kan? Udah basi Des! Males aku dengarnya," Ujarnya tanpa menoleh.
"Biar aku jelasin dulu."
"Nggak usah!"
"Tapi...."
Dia langsung menatapku dengan kilatan emosi. "Ngerti bahasa Indonesia nggak sih?! Aku bilang enggak ya enggak! Awas kalau kamu bicara lagi! Aku bakalan tabrak truk yang ada di depan mobil kita! Mau kamu?"
Aku menggelengkan kepala karena takut dengan ancamannya itu. "Enggak. Yaudah aku diam aja Mas."
Dia menatapku kesal. Lalu kembali fokus menyetir. Ya Tuhan, bagaimana ini? Mas Langit benar-benar marah padaku. Dia juga sudah kembali membentakku.
Aku masih memandangnya dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Aku tidak mau mas Langit jadi jahat seperti dulu lagi.
"Kepala aku udah pusing Des! Jadi nggak usah nangis!" Dia memperingatkanku lagi dengan bentakannya.
Aku mengangguk seraya menahan isakan tangis yang hampir lolos keluar dari bibirku. Tanpa bisa dicegah, air mataku mulai menetes ketika aku sudah membalikkan badan ke arah kaca jendela mobil. Menangis dengan tanpa suara. Hanya itu yang bisa aku lakukan saat ini.
Setelah lima belas menit diperjalanan dari hotel, kami pun tiba di rumah sakit. Dokter Chokie dan asistennya yang bernama Titanium itu sangat ramah sekali kepadaku. Begitu selesai melakukan pemeriksaan umum dokter Chokie langsung menyuruhku untuk berbaring di atas tempat tidur untuk melakukan USG 4 Dimensi.
Aku terharu saat melihat penampilan janinku. Terlihat sangat jelas sekali melalui layar komputer itu.
"Nah ibu Desember, layar di monitor itu adalah gambar si kecil. Usianya sudah masuk ke 13 minggu. Panjangnya 7 cm, dengan berat 20 gram. Jari-jari tangan dan kakinya juga sudah mulai terbentuk. Bentuk wajahnya mulai lengkap, ada dagu dan hidung kecil," Jelas dokter Chokie padaku.
"Apa jenis kelaminnya sudah bisa diketahui?" Tanya mas Langit.
"Untuk kandungan yang baru berusia 13 minggu, tentu belum bisa dilihat. Di sini organ kelaminnya baru mulai terbentuk. Biasanya jenis kelamin janin dapat dilihat saat mulai usia 20 minggu. Namun ada juga beberapa yang bisa terlihat jenis kelamin janinnya di usia 16 minggu. Yah... semua itu bergantung pada posisi janin, cairan ketuban, dan ketebalan lemak perut si ibunya. Oh iya, mari kita dengar detak jantung janinnya dulu."
Tak berapa lama terdengar suara detak jantung dari anakku melalui USG itu. Aku hampir menangis saat mendengarnya, walaupun suaranya masih sedikit halus di telingaku.
"Frekuensi detak jantung janinnya normal, yaitu 120 kali per menit. Itu menandakan bahwa keadaan si kecil aman dan sehat dalam rahim ibunya."
Aku tersenyum dengan masih menatap layar itu. "Dokter, saya mau salinan gambar anak saya nanti. Bolehkan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, December!
Fiksi Umum(HELLO SERIES #1) Desember adalah namaku dan bulan kelahiranku. Tepat di hari ulang tahunku yang ke 20, Tuhan menguji hidupku. Di sanalah awal mula perjalanan kisahku yang penuh dengan air mata, dan aku yakin kalian tidak akan sanggup untuk berada d...