Desember ~ 19

37K 3.1K 188
                                        

"Perempuan murahan kamu," Desisnya kepadaku.

Air mataku jatuh menetes, saat mendengar kata itu. Aku tahu dia marah karena aku lebih memihak ke Jo. Tapi aku tidak mau membalas hinaan darinya. Saat ini, mas Langit sedang emosi. Jadi percuma saja aku menjelaskan semua, dia tidak akan mendengarkannya juga.

Alasan utama aku menolong Jonathan karena dia tergeletak di atas tanah. Demi Tuhan, kondisi wajahnya sudah babak belur dan jauh berbeda jika dibandingkan mas Langit.

"Kamu bohong sama saya! Berdalih ingin merawat dan menjaga Bapak kamu yang sedang sakit, tapi apa? Bulshit! Kamu malah berduaan di depan rumah sambil berpelukan dengan mantan kekasihmu."

Aku selalu salah. Apapun yang aku lakukan, akan selalu salah di matanya.

"Saya sudah mencoba untuk menerima dan membuka hati saya untuk kamu. Walaupun pernikahan kita terjadi karena unsur kesalahan dan keterpaksaan, tapi saya mau menjalani layaknya pasangan normal lainnya. Saya pikir kamu setuju akan hal itu, namun ternyata saya salah. Kamu tidak bisa diajak untuk berkomitmen, Des! Kalau kamu tidak bisa lepas dan jauh dari Jo, kenapa kamu datang ke rumah saya dan meminta pertanggung jawaban? Apa karena kamu hamil? Asal kamu tahu Des, kejadian tadi malah membuat saya meragukan kalau anak yang kamu kandung itu bukanlah anak saya!"

Aku menatap wajahnya. "Kenapa mas Langit tega menuduh saya seperti itu?" Tanyaku.

"Kelakuan kamu yang membuat saya berfikir seperti itu! Di tempat terbuka seperti ini saja, kamu berani berpelukan dengan pria lain. Bagaimana lagi kalau di tempat yang sepi?" Dia menuduhku melakukan hal yang negatif.

"Mas..." Seruku pelan sekaligus berjalan ke arahnya. Berharap dia tidak emosi lagi. "Ini tidak seperti yang Mas pikirkan. Sebaiknya, Mas Langit pulang ke rumah dulu. Besok pagi, saya akan jelaskan semuanya kalau Mas sudah tenang."

"Kenapa harus tunggu sampai besok pagi? Apa kamu mau merancang alasan layaknya skenario dramatis sinetron?"

Aku menggeleng pelan. "Bukan Mas, saya tidak punya bakat untuk menjadi artis. Hanya saja, akan percuma jika saya menjelaskan. Mas Langit pasti tidak akan percaya pada saya, jika dalam emosi seperti ini."

"Baiklah! Kalau begitu, sekarang kamu ikut pulang sama saya!" Dia menarik tanganku dengan paksa. Aku bahkan hampir terjatuh.

"Saya tidak bisa pulang malam ini," Tolakku saat dia menyuruhku naik motornya. "Bapak lagi sakit, Mas. Jonathan bisa ada di sini, karena dia yang sudah menolong dan membawa Bapak untuk berobat ke klinik."

"Oh... hanya karena dia sudah menolongmu, jadi dia boleh memelukmu?! Begitu Des?!" Bentaknya lagi.

Aku masih mencoba untuk tetap bersabar. "Jo memeluk saya hanya untuk menenangkan saya yang lagi sedih karena melihat Bapak sakit. Dia yang bukan suami saya, tapi begitu sangat peduli pada keluarga saya. Walaupun dia tahu saya sudah menikah dengan Mas Langit karena saya sedang hamil, tapi Jo selalu ada di saat saya butuh seperti sekarang ini."

"Kamu menyindir saya, karena saya tidak ikut menjaga Bapak kamu? Dengar ya, sampai kapanpun, saya tidak mau mengakui kalau Bapak kamu adalah mertua saya! Saya malu dengan keadaan Bapak kamu yang tidak normal seperti orang lain!"

Kedua tanganku mengepal mendengar hinaannya itu. Kesabaranku benar-benar habis. Dia boleh menghinaku tapi tidak ketika dia menghina Bapak. "Berhenti menghina kekurangan Bapak saya!" Teriakku marah padanya.

Dia tampak terkejut melihat reaksi dariku ini. "Pergi! Pergi dari sini! Saya benci sama orang yang menghina Bapak saya!" Teriakku lagi mengusirnya.

Mas Langit masih diam dan menatapku tanpa berkedip. Aku menangis. "Saya bilang pergi," Ujarku sambil mendorongnya karena tak kunjung pergi.

"Kamu keterlaluan Lang! setelah meniduri Desember sampai dia hamil, dan sekarang kamu menghina keadaan Bapaknya. Masih waraskah?" Seru Jo dari belakang membelaku.

Hello, December!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang